3. Tuanmu

1080 Kata
“Aku tidak salah bicara, ‘kan?” Xavier Xiang terbahak. “Selalu ada orang beruntung dan di belakangnya selalu ada orang-orang tidak beruntung seperti kita.” Suara Xavier sedikit melemah, begitu pun dengan sinar matanya yang agak meredup. Darren tak tahu entah berapa ketidakberuntungan yang sudah pria itu alami. Sinar matanya berubah sedikit iba, dan sesaat kemudian mengalihkan pandangannya lurus ke depan. Melihat satu pria di bawa lagi ke dalam sel lain. Darren menghela napasnya; begitu banyak orang yang melakukan kejahatan setiap harinya, tetapi tak semua dapat di tangkap dengan mudah. Dia pun menengadahkan kedua telapak tangannya; sudah berapa perbuatan jahat yang dilakukannya dengan tangan ini? Darren tak bisa menjawab pertanyaannya dengan pasti. Xavier Xiang menatapnya dengan aneh. Dengan sengaja meletakkan tangannya di atas tangan Darren. Darren mengerutkan kening dan segera menarik tangannya. “Hei, kenapa begitu marah? Coba ceritakan bagaimana kau bisa begitu berani pada tuanmu sendiri?” pinta Xavier seraya melipat kedua tangannya di depan dan setelahnya bersandar pada dinding, yang mana Darren juga bersandar di sana. “Bukan hal penting,” jawab Darren yang membuat Xavier tak puas. Terlihat jelas dari mata lelaki itu yang menginginkan sebuah cerita bak anak-anak menginginkan dongeng tidur. “Hei, ayolah, kawan. Oh, ya, namamu Darren, ‘kan? Namaku Xavier Xiang. Kau boleh memanggilku Kakak pertama.” Xavier Xiang tersenyum manis seraya menatap Darren. Namun, tahu kalau dia diabaikan oleh Darren. “Kakak pertama kepalamu.” “Aku saja yang cerita duluan kalau begitu. Kau pasti mendengar tuduhan terhadapku tadi. Ah, sungguh memalukan!” Xavier Xiang menjeda, menepuk dahinya dengan telapak tangan seakan-akan rasa malu itu bisa membunuhnya. “Aku selalu berbuat baik, tapi dianggap berbuat jahat oleh orang-orang itu. Padahal wajahku sangat tampan dan rupawan. Bagaimana mungkin aku memiliki niat jahat? Kau juga berpikir begitu, bukan?” Darren menahan tawanya lantaran baru kali ini bertemu orang dengan kepercayaan diri penuh seperti Xavier. Jika diperhatikan Xavier Xiang memang pemuda yang tampan, memiliki mata sipit, bibirnya tipis dan bulu mata lentik bak anak gadis. Ya, tapi masih kalah jika dibandingkan dengan ketampanan Darren. Apalagi bintik hitam tipis di bibir bawah Darren. Hanya dengan memperlihatkan senyum saja, Darren Wei sudah dapat menarik perhatian. “Apa yang kau lihat dariku? Aku benar tampan, ‘kan?” “Terlalu percaya diri,” sembur Darren sambil beralih menatap lurus. Ia melirik pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari dan masih terjaga berkat ocehan Xavier Xiang. “Bro karena kita sudah melewati suka duka ini bersama, maka kita adalah teman sekarang.” Darren hanya mendengarkan, tanpa menyetujui atau menolak perkataan Xavier. Ia memejamkan mata dalam keadaan bersandar pada dinding. Lagi pula, dia bisa tidur di mana, selain di lantai? Malam ini mungkin akan menjadi malam yang buruk untuknya gara-gara si manja Rose Guan. Wajah wanita itu melintas dan seketika itu Darren mengepal erat. “Siapa yang kau benci sampai seperti itu?” Xavier Xiang tanpa peringatan meraih tangan Darren, yang segera mendapatkan tampikan dan tatapan tajam darinya. “Diam dan tidurlah!” **** Esok paginya, Darren Wei dibebaskan lebih awal oleh ayah Rose Guan. Dia begitu kaget ketika yang datang adalah pengacara dari Guan Xuan, bukan teman-teman atau bosnya. Hal tersebut menjadi pertanyaan besar untuk Darren; mengapa Guan Xuan bisa mengirim pengacara untuknya? Setahunya Guan Xuan jarang ikut campur masalah putrinya dan sangat memanjakan gadis itu. “Pengawal Wei silakan ikuti saya,” perintah sang pengacara kala Darren Wei dikeluarkan dari sel. Sementara, Xavier Xiang masih berada di sana, melambaikan tangan meminta pertolongan pada Darren Wei. Namun, lagi-lagi diabaikan, dan Darren hanya menunduk sejenak dan berkata, “Selamat tinggal, semoga beruntung.” Xavier Xiang menyemburkan tawa seraya mengamati punggung Darren yang telah menjauh. Ia kembali bersandar pada dinding, menunggu orang-orang yang bisa mengeluarkannya dari penjara. Memang benar dua puluh menit setelah Darren Wei bebas, petugas keamanan membukakan pintu sel untuk Xavier Xiang. “Kali ini kau bebas karena gadis itu menarik pernyataannya.” “Sudah kubilang aku hanya menolongnya. Sekarang dia merasa bersalah, ‘kan?” “Cepatlah keluar,” perintah petugas tersebut. Xavier Xiang mengangkat sudut bibirnya, menyunggingkan senyum miring sekilas sebelum netranya menangkap dua orang pria yang sangat ia kenal. “Kakak pertama,” ucap pria yang lebih kurus, sedangkan pria yang lebih berbadan tinggi tersenyum sambil melambaikan tangan. Xavier Xiang segera menghampiri mereka dan menyemburkan tatapan dingin layaknya bongkahan es kutub Utara. “Kenapa baru datang? Kalian sengaja membiarkan aku mati kedinginan di sini, huh?” Kedua pria itu menunduk. Xiao Chen—pria bertubuh tinggi itu menjawab, “Bukan mau kami membiarkan Kakak pertama di penjara, tapi Laoda yang tidak memperbolehkan kami.” Ada nada bersalah dalam suara Xiao Chen. “Benar Kakak pertama, kami tidak bisa melawan Laoda,” Qing He menimpali. Sorot mata Xavier menjadi semakin dingin seakan-akan semua lautan berubah menjadi bongkahan es. *** Pengacara keluarga Guan merupakan pengacara top, bahkan Rose Guan pun agak segan dengan pria itu—He Lian Yu. He Lian Yu membawa Darren Wei ke rumah Guan yang sontak membuat Rose Guan marah besar. Namun, tak bisa berbuat apa-apa lantaran He Lian Yu mengatakan semua itu terjadi karena perintah Tuan Guan. Darren Wei menyeringai tajam ke arah Rose yang membangkitkan kemarahan Rose Guan lebih dalam lagi. “Nona Rose, mohon pengertiannya. Jika bukan karena Tuan Guan, saya tidak akan membawanya kembali,” He Lian Yu mencoba menenangkan Rose Guan. Dia di sini hanya untuk menjalankan perintah dari kliennya. “Jika Nona Guan tidak menginginkan aku di sini, sebaiknya kau kembalikan saja aku ke keluarga Nie,” Darren Wei berujar seraya menyeringai. Biar bagaimanapun orang-orang dikatakan takut pada gadis satu ini. Namun, tidak dengan Darren Wei yang ingin melawan Rose Guan habis-habisan. “Kau berani?!” Rose Guan tersenyum angkuh sambil melipat tangannya ke depan. “Biar kuberitahu padamu; keluarga Nie tidak akan menerimamu lagi. Zack Nie merupakan teman baikku, dan dia akan melakukan apa pun yang aku minta.” “Termasuk jika kau mengatakan ingin tidur dengannya?” tanya Darren Wei, sarkasme. Wajah Rose Guan memerah. Apalagi para pengawalnya juga ikut tertawa diam-diam. Gadis itu sungguh malu akan ucapan Darren Wei. “Kau! Status apa yang kau miliki, hingga berani berkata demikian?” Matanya menatap tajam ke arah Darren, sesaat kemudian beralih pada He Lian Yu. “Begini orang yang kau bawa kemari. Harusnya dia tidak pernah keluar dari penjara.” “Darren Wei, kau sangat berani mengatai putri satu-satunya keluarga Guan,” ucap sebuah suara yang bisa menggetarkan badan setiap pengawal. Namun, Darren Wei hanya tertegun dan menoleh ke asal suara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN