Hampir setengah hari di depan laptop membuat punggung Lita terasa retak. Ia bahkan refleks mendesah sambil meringis kesakitan ketika melakukan peregangan. “Lamain lagi saja, biar punggung kamu terbelah jadi sembilan. Biar punggung kamu jadi lebih banyak,” sinis Arkana sengaja menyindir. Ia yang masih terbaring di ranjang rawat menggunakan tangan kanannya untuk mendekap tubuh sembari melirik sinis sang istri. Di depan sana, di sudut ruang rawatnya dan hanya berjarak sekitar tiga meter, Lita menatapnya di antara sisa kesakitan yang belum hilang dari ekspresi wajahnya. “Pekerjaanku menumpuk banget. Maunya sih jadi pengangguran sukses aja yang apa-apa cukup rebahan,” keluh Lita sambil memegangi pinggangnya menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kiri bertumpu pada meja keberadaan laptop y