“Chef Lucas?” panggil Lita tegas sesaat setelah meminta Xin sang ajudan untuk membawa Mahesa pergi ke ruang bermain. Di restorannya memang sengaja disediakan ruang khusus untuk anak-anak. Ruang khusus yang sampai disertai wahana bermain. Biasanya Mahesa akan menghabiskan waktu di sana bersama Xin, selagi ia bekerja.
Menghadapi Lucas yang langsung mengobral senyuman, Lita langsung teringat kata-kata Arkana. Kecemburuan suaminya itu beralasan karena sebagai wanita, Lita langsung menyadari, pria di hadapannya memperlakukannya dengan berbeda. Lucas melakukannya dengan spesial, bahkan baru saja, pria itu menyarankannya untuk memanggil pria blasteran itu dengan panggilan sayang.
“Sayang? Kenapa saya harus memanggil Anda dengan panggilan begitu?”
“Karena itu sudah menjadi panggilan manis untuk saya dari semuanya, Madam! Biar kita lebih akrab.” Lucas kembali menyuguhkan senyum mautnya. Ia memamerkan lesung pipi yang menghiasi kedua pipinya.
Madam? Lita menggeleng tak habis pikir kemudian bersedekap. Lucas sampai memberinya panggilan khusus, padahal biasanya pria itu memanggilnya dengan sebutan ibu Lita, dan Lucas memanggilnya dengan sangat sopan. “Chef Lucas, saya menghargai privasi Anda. Namun tolong, pastikan kebiasan Anda tidak menciptakan keresahan di sini. Satu lagi, … tolong bedakan antara pekerjaan dan kepentingan pribadi. Sedangkan untuk proyek reuni yang Anda tawarkan, terima kasih banyak. Saya akan memberikan beberapa tawaran spesial kepada Anda dan teman-teman Anda.”
Lucas mengangguk-angguk dengan gaya yang terbilang menggemaskan. Ia memasang wajah sedih dan berharap Lita tersentuh. “Hubungi saya jika memang Anda butuh, Madam! Saya siap menjadi teman curhat selama dua puluh empat jam, gratis tanpa biaya!”
“Apa lagi ini?” tanya Lita karena baginya, urusannya dan Lucas telah selesai. Waktu yang pria itu minta untuk berbicara empat mata di balkon dapur, harusnya hanya untuk menyampaikan perihal rencana Lucas dan kawan SMA-nya yang akan menyewa restoran Lita untuk acara reuni.
Kali ini Lucas tak langsung menjawab dan memang sengaja mengulur-ngulur waktu. Ia masih menyimpan kedua tangannya di punggung sambil mengangguk-angguk, sementara pandangannya menunduk. Tampilannya mirip bocah yang sedang memelas agar permintaannya dikabulkan.
“Apa lagi?” tanya Lita sengaja mempercepat kebersamaan karena ia tak mau membuang-buang waktu. Bisa ngamuk Arkana jika suaminya itu tahu, ia hanya berdua di balkon dapur restoran dan itu dengan Lucas!
Lucas berangsur mengangkat wajahnya. Tatapannya berhenti kepada kedua mata agak sipit milik Lita.
“Anda mengharapkan sesuatu dari saya?” tebak Lita.
Senyum hangat langsung terbit dari bibir berisi milik Lucas. “Acara reuni besok wajib berpasangan. Kebetulan, saya belum memiliki pasangan lebih-lebih untuk diajak ke acara reuni.”
“Jadi?” ucap Lita. Padahal ia tahu, Lucas memiliki maksud terselubung. Jika Arkana yang melakukannya, tentu ia maklum karena Arkana suaminya. Namun untuk Lucas, tentu urusannya sudah beda lagi.
Belum sempat Lucas berucap, dering telepon masuk di ponsel Lita dan itu dari Arkana, langsung mengusik kebersamaan mereka.
Duh, Kana, … masa iya ada CCTV yang sudah laporan ke dia kalau aku sedang bersama Lucas? Pikir Lita yang buru-buru menyudahi kebersamaan mereka.
Pasti itu dari Arkana, batin Lucas menatap tak rela kepergian Lita yang teramat buru-buru meninggalkannya. Namun, fokusnya menjadi teralih kepada kaki jenjang Lita. Tatapannya naik ke atas dan itu paha Lita yang teramat mulus. Kemudian tatapannya naik lagi ke atas hingga sampai pantatt maupun pinggul Lita. Lucas langsung tersipu hanya karena kesibukannya itu.
“Tumben, ngabarin?” lirih Lita yang menghampiri Arkana.
Ternyata Arkana sudah menempati salah satu ruang VIP di restoran Lita. Ruang VIP yang lebih privasi dan biasa disewa untuk acara khusus. Arkana tak sendiri. Arkana sudah berhadapan dengan pria paruh baya bertubuh gempal yang ditemani gadis muda dan kiranya berusia awal dua puluh. Yang Lita tahu, pria tersebut merupakan klien Arkana.
Arkana yang awalnya duduk langsung berdiri dan menyambut kedatangan Lita dengan senyum semringah. Ia melepas jasnya, dengan bangga mengenalkan Lita sebagai istrinya. Yang mana, ketika Lita akan menjabat tangan klien Arkana, Arkana langsung melakukan gerakan untuk menghalanginya berupa mendekapnya kemudian mencium sebelah pipi Lita dengan mesra.
“Eh Kana, malu jangan begini,” lirih Lita tepat di sebelah telinga kiri Arkan.
“Enggak usah akrab-akrab, dia itu pencinta daun muda. Aku ke sini dan sengaja memanggilmu karena dari tadi, dia terus memaksaku menerima kenalannya. Gadis SMA yang masih segel.” Arkana juga berbisik-bisik.
“Eh, Kana. Kamu enggak usah bikin aku cemburu. Pernikahan kita baik-baik saja, dan tolong jangan menambah beban hidupku.” Kali ini Lita mengomel meski ia masih melakukannya dengan berbisik-bisik.
“Aku bahkan enggak menyangka akan bekerja sama dengan orang seperti dia. Kamu lihat perempuan di sebelahnya, dia selingkuhan barunya.”
Menyimak itu, Lita yang jauh lebih lihai mengatasi keadaan segera memastikan. Benar kata Arkana. Selain tak ada kemiripan di antara keduanya, tangan kiri si pria bertubuh gempal juga aktif mengelus paha bagian dalam si wanitanya. Melalui ekor lirikannya, Lita bahkan memergoki sebelah kaki si pria sibuk berusaha membuka kedua kaki si wanita agar kesibukannya membelai paha si wanita lebih leluasa. Sementara si wanita muda yang memakai rok span pendek layaknya Lita, hanya pasrah menerima sekalipun wanita itu juga tampak risih dengan perlakuan yang diterima. Dan baru saja, Arkana sengaja menutupi paha Lita hingga lutut menggunakan jasnya. Arkana sengaja melepas jasnya untuk melindungi istrinya.
“Arkana, kamu pandai memilih istri. Istrimu sangat cantik.” Pria itu mengenalkan diri sebagai Tuan Yudi.
Belum apa-apa, Lita sudah tidak tahan. Ia sungguh emosi dan tak kuasa menyudahinya sekalipun Arkana sudah langsung merangkul punggungnya. Tangan kanan Arkana yang merangkulnya juga sampai menggenggam tangan kanannya, sementara tangan kiri juga turut menggenggam tangan kiri Lita, membuat ruas jemari mereka terisi satu sama lain.
Arkana mengembuskan napas di tengkuk Lita, dan itu sukses membuat Lita merinding. Jika mereka sedang hanya berdua, tentu Lita sudah merasakan sensasi aneh yang juga membuatnya terangsang untuk melakukan lebih. Namun kini Lita telanjur emosi bahkan jijikk dengan pemandangan di hadapannya.
“Tolong bantu aku karena aku saja bingung. Aku enggak bisa membatalkan kerja sama dengan tuan Yudi karena proyek kami sangat penting!” bisik Arkana yang kemudian meminta tuan Yudi untuk memilih menu yang ingin dipesan.
“Aku harap ini hanya bercanda. Kita baru nikah, lho, dan aku lebih suka kita ribut karena kejailan kamu daripada aku harus … daripada aku harus pusing memikirkan suamiku bersenang-senang bahkan tidur dengan wanita lain!” bisik Lita. Ia sungguh ingin mengamuk Arkana.
“Kamu mau makan apa? Ayo kita makan sebelum bersenang-senang,” lirih tuan Yudi kepada wanitanya.
Lita yang melihatnya langsung geram, tanpa terkecuali kepada si wanita yang mau-maunya saja jual diri hanya untuk memenuhi ambisi. Iya, kasus semacam itu memang banyak. Paling sering alasannya karena kebutuhan ekonomi. Yang paling membuat Lita tak habis pikir, kebanyakan dari mereka masih berusia muda dan banyak pula yang dari kalangan berpendidikan. Semacam mahasiswi yang terlilit biaya kuliah, praktik seperti itu memang banyak. Sewaktu masih kuliah saja, beberapa teman angkatan Lita juga menjalaninya. Mereka rela menjadi teman kencan, menjual kesucian atau malah pelakor, merebut suami orang hanya untuk hidup enak tanpa lelah lebih-lebih banting tulang. Memikirkan semua itu, d**a Lita menjadi sangat sesak. Ia harus meredamnya dengan menghela napas pelan sekaligus dalam.
“Saya dengar dari Arkana, Anda yang mengelola restoran ini? Anda wanita, Anda masih muda, tapi Anda sangat pekerja keras. Benar-benar hebat,” ucap tuan Yudi memulai obrolan.
Lita tersenyum santun sambil mengangguk. Demi Arkana dan juga kelangsungan bisnis mereka, ia mati-matian mengontrol emosi meski pasangan di hadapannya telanjur membuatnya jijikk. “Sebenarnya di era sekarang, semacam memandang sebuah kesuksesan berdasarkan gender bukanlah hal yang tepat. Di luar sana banyak wanita, bahkan remaja dan anak kecil, mereka sukses dengan usaha mereka. Beneran tidak harus memakai dasi dan bekerja di kantor, mereka sungguh berwirausaha memanfaatkan pasar yang sedang digemari dengan modal yang seminim mungkin, tapi hasilnya sangat menguntungkan. Pintar-pintar memanfaatkan pasar saja, dan pastinya wajib mau capek bahkan rugi.”
Balasan santai Lita yang sebenarnya sengaja menyindir wanita di hadapannya, langsung ditanggapi dengan sangat hangat oleh tuan Yudi. Pria itu langsung sibuk memuji Lita.
“Kalau memang minim modal, cukup mengandalkan ponsel saja sudah bisa dapat pekerjaan yang menghasilkan. Jadi content creator, misalnya. Banyak kan, TKI yang jadi semacam YouTuber dan mereka hanya modal ponsel? Balik ke niat juga sih, niat sukses dan siap capek enggak?” lanjut Lita dan membuatnya makin akrab dengan tuan Yudi. Arkana sampai sengaja berdeham keras sebagai peringatannya. Arkana merasa cemburu, jangan sampai kliennya itu malah naksir Lita.
“Oh, iya? Yang di sebelah Tuan Yudi kok enggak ikut ngobrol?” Kali ini Lita sengaja basa-basi, tapi tentu saja Lita sadar ia telah memasuki zona tidak aman.
“Sayang, bagaimana kabar temanmu itu yang,” ucap Arkana terlalu gugup dan mencoba mengalihkan suasana. Ia menatap Lita penuh ketegangan.
“Oh, ayo tanya saja, siapa tahu kalian cocok jadi teman mengobrol!” Namun, tuan Yudi telanjur nyaman bahkan jatuh hati kepada Lita. Pria bermata sipit itu sampai menyarankan Arkana untuk mengajak Lita lagi di pertemuan mereka.
Lita tersenyum puas kepadah Arkana. Suaminya itu tak lagi terlihat tegang, dan kini malah menatapnya penuh cinta.
“Saya panggilnya apa, ya?” Lita masih berusaha. Tak semata agar si wanita tak sampai menggoda Arkana, melainkan ia juga ingin memberi peringatan tegas agar wanita itu berhenti dari pekerjaannya. Ia dapati, si wanita yang langsung pucat pasi. Duh, Mbak … jadi orang yang lebih berkelas, dong. Mau sukses, mau uang, ya harus siap capek, jangan malah jual diri apa pun alasannya. Andai kamu masih kuliah dan kepepet kebutuhan, mending ditunda dulu. Meski kamu wanita dengan keterbatasan khusus sekalipun, yang namanya hidup kan harus punya prinsip, batin Lita. Lita sadar dirinya tak mungkin membuat orang mengikuti cara pikirnya. Karena seperti yang ia harapkan, setiap orang wajib memiliki prinsip hidup. Masalahnya, andai prinsip hidup seperti wanita di hadapannya malah rela jual diri asal bisa hidup enak, tentu saja itu sulit dihentikan karena memang sudah telanjur menjadi penyakit.
Lita terlalu mendominan dan selalu ingin menang sendiri. Wanita seperti dia pasti akan membuat laki-laki seperfect Arkana mudah bosan. Kita lihat saja apa yang akan terjadi setelah ini, Ta. Bisa apa kamu kalau aku sudah membuat suamimu bertekuk lutut kepadaku? batin Dinda, teman kencan tuan Yudi. Ia selalu memasang senyum manis sekaligus tatapan tak berdosa di setiap obrolan mereka. Namun, fokusnya telanjur dikuasai Arkana. Iya, Arkana dan semua pesonanya, masih muda tapi sudah menjadi CEO Luxury Hotel dan terkenal sebagai salah satu hotel berbintang terpandang di negara mereka.
Arkana, ... aku pikir kita akan berjodoh, pikir Dinda. Sekalipun akan berliku, Dinda yakin, Arkana memang jodohnya. Tak peduli meski kini, pemuda itu sudah menikah dengan Lita.