Chapter 9

1140 Kata
Felisa berusaha menahan tangis dalam diam meski air matanya berusaha untuk menetes. tubuhnya baru sehat tapi rupanya lelaki yang kurang sehat itu kembali menyiksanya seperti hewan. Tatapannya ke arah Rubin. Pria brengssek yang tanpa alasan jelas menyiksa dan menyakitinya. Kedua tangan felisa terikat dan posisinya kini telentang dalam keadaan berdiri. "Aku punya salah apa denganmu?" seru Felisa menahan agar suaranya tidak terdengar sumbang. Rubin menoleh dengan wajah tenang yang mematikan. “Kau masih belum memikirkan kata-kata permohonan agar aku melepaskanmu?” ujar Rubin yang sedari tadi menonton Felisa dari tempat nya duduk. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan?” Felisa menarik tali yang mengikatnya namun malah hanya meninggalkan memar yang terasa menyakitkan. “Yang ku inginkan cukup sederhana jadilah budakku, Cukup mudahkan.” jawab Rubin. “Aku tidak mau.” Rubin berdecih, “Kau bukanlah orang pertama yang berani menentangku seperti ini dan kau tau, sebelum kamu maka siapapun yang menentangku akan mati saat itu juga.” “Lalu kenapa kau tak membunuhku.” Sahut Felisa, Rubin tertawa. “Hanya kau korban yang tak takut mati, jadi sedikit bermain sebelum mengirimmu ke neraka tak masalah.” Rubin menghembuskan asap dari bibirnya lagi, Felisa menatap lelaki itu marah. “Dan kau juga adalah lelaki tergila yang pernah ku temui.” Maki felisa, Rubin berdiri dari tempat duduknya meletakkan Rokok ke meja dan mengambil belati tajam sebagai gantinya lalu menghampiri felisa. Menatap Felisa dari bawah hingga ke atas kepala. Kemudian menyeringai. “Kamu benar aku memang gila, Psikopat, lalu apalagi yang akan bisa kamu utarakan?” Rubin mengusap belati tajam di tangannya, “Kau tau bagaimana jika belati ini menggores wajahmu? Pasti akan sangat bagus ada darah menetes di sana, iya kan?” “Jika kamu berani melakukan hal itu kenapa tidak kamu lakukan saja!” “Kamu benar.” Rubin mengayunkan belati itu ke arah Felisa, Felisa pikir Rubin akan menggoreskan belati itu di wajahnya hingga matanya tanpa di perintah terpejam seakan menunggu rasa sakit yang akan datang namun ternyata bukan untuk menyakiti felisa melainkan memutuskan tali yang mengikat kedua tangan gadis itu. “Sangat menyenangkan bermain dengan hewan peliharaan bukan?” Ujar Rubin. “Aku bukan peliharaanmu!” Teriak felisa, "Harus berapa kali ku katakan, ha!" Rubin mendekatkan telinganya, “Apa? Aku tidak dengar bisa kamu katakan sekali lagi.” ucap Rubin dengan santainya. “Aku bukan peliharaanmu!” Teriak Felisa, Rubin kemudian malah tertawa. “Astaga suara hewan peliharaan ini sangat lucu.” Felisa berdiri melepaskan ikatan yang melekat padanya kemudian menatap Rubin dengan pandangan membunuh. “Kau juga jangan meremehkan aku ini siapa. Aku bukan peliharaan mu.” Felisa menendang lengan Rubin yang memegang belati sampai benda tajam itu terlempar jauh. Kali ini Felisa harus membalas bukan hanya bertahan terus saat di tindas. “Wah kau berani juga ya?” puji Rubin bernada meremehkan. Felisa kembali menyerang Rubin, menendang, menyiku, meninju, semuanya Felisa gunakan untuk menyerang Rubin, namun yang ada lelaki itu terus menghindar hingga Felisa lelah. Rubin menangkap kedua tangan felisa dan menguncinya di belakang. “Gadis sepertimu menyenangkan juga, apa kau tidak mau naik jabatan menjadi simpananku?” Bisik Rubin tepat di telinga Felisa. Felisa mendengus lalu menginjak kaki Rubin sekuat mungkin setelah lepas dari cekalan Rubin felisa menendang bagian lutut belakang Rubin. Kini Rubin sedikit berlutut ke lantai, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum miring, ia tak menyangka dan baru kali ini ada orang yang berani menyerangnya terang-terangan terlebih dia adalah seorang wanita. Ini akan terasa semakin menyenangkan. “Biarkan aku keluar dari tempat ini.” Felisa mengambil belati milik Rubin tadi dan sekarang di arah ke leher lelaki itu. “Sangat langka mendapatkan wanita pemberani sepertimu, rupanya sedikit menyiksamu membuat bakat yang kamu sembunyikan keluar juga, aku sangat menunggu waktu seperti ini datang di hidupku.” “Jangan mengulur waktu dan cepat katakan jalan keluar dari tempat ini! Atau belatimu akan melukaimu.” ancam Felisa sembari menodongkan belati di leher belakang Rubin. Rubin tertawa membelakangi Felisa, “Kau sudah di sini, untuk apa kamu keluar? Lagian aku tak mengijinkanmu.” Gerakan cepat dari Rubin membuat Felisa hilang fokus dan sekarang Rubin memimpin perkelahian. “Kau hanya gadis kecil, tak akan bisa menang melawanku, Bodoh, Melawan lelaki sepertiku hanya membuang tenagamu sia-sia.” tiba-tiba Sebuah pistol sudah siap di kepala Felisa sedangkan belati yang di pegangnya tadi sudah terjatuh ke lantai. “Tunggu, sepertinya aku masih mempertahankan ucapanku untuk tidak membunuhmu sekarang karna dirimu cukup menyenangkan, hewan peliharaan.” Ucap Rubin sembari mencium leher Felisa. "Sepertinya menghabiskan malam bersamamu sebelum membuang jasadmu ke hutan agar di makan hewan buas terdengar menyenangkan." bisik Rubin. Felisa meremang. “Aku tak ingin menjadi budakmu apa lagi wanita simpananmu, terlebih menjadi hewan peliharaan.” ucap Felisa tegas masih berusaha menyembunyikan ketakutan nya. Rubin meletakkan pistolnya ke meja beralih mendekap Felisa dengan erat, “Pangkatmu aku naikkan lagi, Jadilah wanitaku, aku tak akan membunuhmu.” “Psikopat sepertimu tak pantas menjadi pasanganku!” maki Felisa sambil mendorong Rubin menjauh. “Benarkah?” alis Rubin terangkat, terlihat tertarik. “Turunkan aku! Brrengsek kau!” Teriak Felisa ketika Rubin mengangkatnya dan melemparkan tubuhnya di atas tempat tidur. “Kau benar dan lelaki brrengsek ini akan segera menikmati tubuhmu, aku janji akan membuatmu puas. Kau tidak akan menyesal disetubuhi oleh pria tampan sepertiku ini.” Felisa melayangkan tangan yang langsung di tahan Rubin. “Ingin menamparku lagi huh?” sambil menyeringai. “Kau pantas mendapatkannya!” seru Felisa, di tariknya lagi tangan yang di cengkeram Rubin. “Berapa kali aku bilang bahwa kau tak akan pernah menang melawanku.” Rubin melepaskan dasinya untuk mengikat kedua tangan Felisa agar tak memberontak lagi. “Dengar, hewan peliharaan harus patuh dengan majikannya, kau mengerti!” “Aku bukan peliharaanmu!” pekik Felisa dengan lelaki di depannya ini “Menjauhlah dariku!” BRAKK..! “Rubin ada berita penting!” Seru Jacob, sontak Rubin dan Felisa menoleh ke sana. “Jack! apa kau tidak lihat aku sedang apa?” Geram Rubin. “Itu bisa kau lanjutkan nanti.” Ujar Jacob tanpa merasa bersalah “Bersiaplah, sebentar lagi ada pertemuan rapat penting. Sepertinya gadis itu cukup agresif sampai kau mengikatnya?” lanjut Jacob dengan kerlingan jahil menatap Felisa. “JACOB! KELUAR! SIALLAN!” “Aku keluar, tapi aku sarankan kamu melanjutkan kegiatanmu itu nanti atau lakukan dengan cepat.” Jacob kembali menutup pintu, Rubin mendesah panjang. "Rapat sialan! Kenapa harus sekarang!" maki Rubin sembari bangun dari posisinya. Rubin berajak dari atas Felisa kemudian memperbaiki pakaiannya membiarkan Felisa dengan posisi seperti tanpa ada niat melepaskan ikatan dasi pada lengan felisa. Felisa menghela nafas lega. Rubin berjalan tanpa sekalipun menolehkan wajahnya lagi. Tapi sebelum membuka pintu dan keluar, Rubin sempat berkata. “Kita akan melanjutkannya nanti malam, jika aku mendapatimu tidak ada di tempat ini, aku jamin kehidupanmu akan berubah menjadi neraka nyata di depanmu termasuk juga orang dekatmu.” Ancam Rubin dengan nada rendah tapi menggetarkan siapapun yang mendengarnya. ****** Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN