BAB 5 - Lamaran

1033 Kata
BAB 5 Aira menggaruk rambutnya kala teringat jika hari ini dia harus kembali ke Surabaya. Pesawatnya akan berangkat jam satu siang ini. Dia mendongak menatap jam dinding yang ada di ruang keluarga dan ini sudah jam sembilan pagi. Itu artinya tiga jam lagi dia sudah harus berada di bandara. Ah, pasti Rena dan Rahman sedang mencari dirinya. Dia harus segera pergi dari rumah ini sebelum terjebak semakin dalam oleh ide konyol dua orang tua di hadapan nya. Begitulah yang Aira pikirkan saat ini. "Om , tante mohon maaf. Aira harus segera pamit. Aira harus kembali ke Surabaya karena pesawat Aira jam satu siang ini. " " Ya sudah, kalau begitu Om dan tante ikut Aira ke Surabaya saja ya. Sekalian kami ingin bertemu dengan kedua orangtua Aira . Om dan tante akan melamarmu. Lebih cepat lebih baik . Iya kan, Pi. " Bu Aldy meminta persetujuan suaminya yang langsung disetujui oleh Pak Aldy lewat anggukan kepala nya. Aira semakin bingung. Niatnya ingin segera pergi dari rumah ini, tapi justru dua orang tua didepan nya ini mau ikut dirinya pulang, dengan tujuan untuk melamar nya. " Tapi tante...." ucapan Aira tertahan karena Pak Aldy sudah menyela ucapan nya. " Aira, Om rasa waktu tiga jam tidak akan cukup untuk ke Bandara. Lebih baik kita berangkat bersama-sama besok pagi. Bagaimana? " " Maaf, Om. Tapi teman-teman Aira pasti sudah mencari , karena Aira nggak ada bersama mereka . Jadi Aira harus segera kembali ke hotel secepatnya. Tas dan handphone Aira juga ketinggalan di club yang tadi malam Aira datangi. Kalau boleh Aira mau pinjam hadphone untuk menelpon teman Aira." " Malvin, itu pinjemin handphone kamu ke Aira. Kasihan nanti kalau teman-teman Aira cemas. " Dengan terpaksa Malvin menyerahkan handphone nya. Aira ingin menelpon Rena untuk memberitahu tentang keberadaan nya disini. Tapi sialnya dia tidak hapal nomor ponsel kedua teman nya. Akhirnya Aira memutuskan untuk menelpon nomornya sendiri. Siapa tau ada yang menemukan tas atau handphone nya. " Hallo.... " suara di seberang sana yang sangat Aira hafal saat telpon sudah tersambung. Itu suara Rena. Syukurlah, ternyata tas dan handphone nya ada di bersama Rena. Aira merasa lega. " Hallo... ini siapa ya... " suara Rena mengagetkan Aira, karena sedari tadi Aira tak kunjung bersuara dan justru sibuk dengan pemikiran nya sendiri. " Mbak Rena.... ini Aira. " ucapnya kemudian. " Aira.... !! ya Tuhan! kamu kemana saja. Kita semua mencarimu dari tadi malam. Kamu dimana, Ra? Kau tidak lupa kan, jika kita harus segera kembali ke Surabaya. Cepat balik ke hotel, Aira! " pinta Rena terdengar begitu panik. " Mbak Ren, aku baik-baik saja. Mba Rena tenang saja. Aku lagi.... lagi di rumah saudara mbak. Tidak sengaja tadi malam beetemu di club. Maaf karena tidak sempat pamit sama kalian. Dan maaf sudah membuat kalian cemas ." Aira terpaksa berbohong karena tidak mungkin dia bercerita yang sesungguhnya untuk saat ini. " Ra, tapi kamu meninggalkan handphone dan tas di club. Untung aja aku sempat melihatnya ada di atas kursi " "Iya mbak maaf. Eum... Mba Rena, Maaf sepertinya aku tidak bisa ikut bersama kalian kembali ke Surabaya sekarang. Kalaupun aku berangkat sekarang pasti juga tidak akan sempat." "Lalu?" "Aku akan kembali ke Surabaya besok." " Tiketmu bagaimana? Tapi serius kamu nggak kenapa-kenapa? Jujur, Aira. jangan buat Mbak khawatir, " " Mbak Rena jangan khawatir. Aku baik baik saja. Oh iya mbak, boleh minta tolong, nanti tas dan handphoneku di titipkan di receptionis hotel saja. . Nanti aku akan mengambilnya. Terimakasih banyak, Mbak. Salam untuk Bang Rahman. Sekali lagi maaf sudah merepotkan dan membuat kalian cemas. " "Iya, tidak apa-apa. Nanti aku titip kan ke receptiontist hotel semua barang- barang kamu. Jaga diri baik-baik. Kalau ada apa- apa, segera telpon Mbak . Ya sudah ini Mbak dan Bang Rahman mau berangkat ke Bandara. Kamu hati-hati ya ." "Iya mbak.... salam buat Bang Rahman. Sampai ketemu di Surabaya " Klik Sambungan telpon terputus. Aira menyerahkan kembali handphone itu ke pemiliknya. **** Di tempat lain, Rena merasa lega karena akhirnya ada kabar juga dari Aira. Semalaman dia tidak bisa tidur memikirkan keberadaan Aira.Rahman pun tidak berhasil menemukan Aira. Bahkan saat mereka memutuskan kembali ke hotel, Aira juga tidak ada di sana. Jujur, saat ini Rena masih sedikit cemas karena Aira tidak bisa pulang bersama mereka ke Surabaya, dengan alasan dia masih di tempat saudaranya. Rena pun tidak bisa percaya begitu saja dengan alasan Aira bahwa dia bertemu saudaranya. Rena takut jika sampai terjadi sesuatu pada rekan kerjanya tersebut. Aira pasti sedang menyembunyikan sesuatu. Rena hanya bisa berdoa semoga Aira baik - baik saja dimanapun wanita itu berada. **** Aira benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa kali ini. Bahkan niatnya untuk segera pergi dari rumah ini juga tidak terwujud. Yang ada justru Bu Aldy memaksa Aira untuk menghubungi Ayah dan Bundanya. Dan terang saja mereka begitu kaget mendapati cerita dari Bu Aldy, jika anak gadisnya tertangkap basah tidur berdua dengan anak laki-laki kesayangan Bu Aldy. Apalagi cerita Bu Aldy yang dibumbui dengan ke alay-an nya yang membuat Bunda Aira semakin percaya saja. Dan satu lagi, jangan lupakan mengenai kondisi mengenaskan Aira yang dipergoki Bu Aldy juga sampai ke telinga Bunda nya. Tentu saja sang Bunda langsung menyetujui begitu saja akan lamaran yang disampaikan Bu Aldy dan Pak Aldy. Bahkan, Bunda Aira masih sempat bersyukur karena laki-laki tersebut masih mau bertanggung jawab dan keluarga lelaki tersebut ingin melamar putrinya. Aira ingin berteriak sekencangnya dan mengatakan pada Bunda nya jika dia tidak melakukan apapun dengan Malvin. Tapi bukti nyata yang sudah dilihat Bu Aldy lah yang seakan membuat pernyataan bahwa dia dan Malvin memang telah melakukan sesuatu diluar batas. Dan si ganteng Malvin, dia benar-benar kalah telak dengan kedua orang tuanya. Semua rayuan dan gombalan nya sudah tidak mempan. Buktinya dia pasrah begitu saja menerima semua keputusan yang kedua orangtuanya buat. Mulai dari lamaran yang akan dilakukan besok. Dan terlihat jelas tampang memelas dari seorang Malvino Revaldy, pria tampan yang sayangnya sudah berusia 30 tahun dan masih betah menyandang status single. Pantas saja kedua orangtua Malvin begitu ngotot mau menikahkan putranya itu. Dan entah ini nasib baik atau buruk karena Aira juga tidak punya pilihan lain selain menerima keputusan yang baginya sungguh tidak adil. Aira merutuki dirinya sendiri, seandainya dia menuruti kata Rena agar tidak mencicipi minuman terkutuk itu, mungkin saat ini dia tidak akan terjebak dengan rencana pernikahan konyol seperti ini. ****** Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN