Setelah mengirim Nia pulang dengan taksi seusai konser, Arsen langsung membawa Freya ke apartemen. Perjalanan yang bahkan tidak banyak kata. Pintu apartemen bahkan belum sepenuhnya menutup ketika bibir mereka saling bertaut, saling memanut dalam kerinduan yang tidak lagi mampu tertahan.
Arsen melempar topinya lepas, sementara Freya menanggalkan jaket lelaki itu. Tempat tidur terasa terlalu jauh karena mereka harus menaiki tangga, jadi Freya menuntun tubuh Arsen untuk duduk di sofa. Arsen menurut meskipun tubuhnya jauh lebih besar. Dan Freya naik ke atas pangkuannya.
Freya yang selama ini pasif, mengikuti alur yang Arsen buat, kali ini mengambil langkah terlebih dahulu. Dia melepaskan ciuman mereka dengan menarik kepala Arsen kebelakang, demi menatap kedua netra lelaki itu.
Bagaimanapun, Freya harus mengakui jika Arsen sudah jalan terlalu dalam kehatinya. Tapi apa mau dikata? Seperti yang Freya pernah bilang, hatinya hanya hati wanita biasa yang tidak mungkin tahan melawan pesona luar biasa Arsenio.
Freya memanut bibir Arsen lagi, dan kali ini tidak dibiarkannya Arsen menginvasi. Freya dan lidahnyalah yang terus mengobrak-abrik pertahanan Arsen sehingga lelaki itu mendesah panjang dan memajukan pinggulnya solah sudah tidak tahan.
Tangan Arsen sudah ada di ujung gaun Freya yang baru dibelikan Nania, ingin menariknya lepas, namun Freya menahan tangan lelaki itu. Freya melepaskan ciuman, memberikan tatapan peringatan pada Arsen. Kali ini dia yang akan “bekerja”.
Freya menarik kaos Arsen lepas, kemudian mencumbu leher lelaki itu. Kepala Arsen menyandar ke belakang, sementara tangannya tergeletak pasrah, menikmati gelitik halus yang ditimbulkan oleh bibir Freya.
Saat dirasakannya sudah tidak tahan, Arsen ingin merengkuh Freya, namun lagi-lagi Freya menghalau tangan lelaki itu.
Jejek-jejak bibir Freya terasa panas disepanjang leher, kemudian turun kebawah. Untuk sesaat, lidah Freya menari di atas n****e Arsen yang membuat lelaki itu mengerang nikamat.
Bibir Freya melanjutkan invasinya. Jejak panasnya kembali menjalar di sepanjang perut, hingga sampai di garis jeans yang Arsen kenakan, Freya mengangkat pandangan, menatap mata sayu Arsen yang juga menatapnya penuh penantian.
Membuka kancing celana Arsen, Freya merasakan tangannya agak gemetar. Lelaki itu membantu mengangkat pinggul agar Freya mudah menarik lepas celananya. Freya menelan ludah, mengingat kembali apa yang sudah sering dia baca.
Jika saja Arsen melihat histori serching Freya di laptop kantor, mungkin Freya tidak mempunyai lagi muka untuk menatap lelaki itu seumur hidup. Artikel-artikel yang dia cari tidak jauh dari: bagaimana cara menyenangkan pasangan? Apa yang disuka pria saat di ranjang? Bagaimana cara memuaskan pasangan? Dan kini, Freya mencoba mempraktekan apa yang dia telah baca.
Ini pertama kalinya Freya melihat milik Arsen yang sudah berdiri tegak secara terang-terangan. Walau ragu, tangan Freya memilih untuk menggenggamnya.
Arsen memejamkan mata, semakin jauh bersandar pada sandaran sofa. Dan melihat reaksi Arsen atas sentuhannya, Freya menghilangkan keraguan. Dia memajukan kepala untuk menjilat ujug kemaluan Arsen, membuat lelaki itu mendesis.
Meski belum berpengalaman, Freya sudah banyak belajar dan tau titik-titik mana saja tempat sensitif yang perlu dijamah lidahnya.
Kedua tangan Arsen mencengkram sofa, dan ketika Freya memasukan miliknya kedalam mulut, Arsen sontak mengangkat kepala dan memegang dagu Freya agar menghentikan Aksinya itu.
“Tidak, tidak begitu, Sayang.” Pintanya. “Kantupkan sedikit bibirmu untuk menghalangi gigi.”
Freya melakukan apa yang dia perintahkan, dan Arsen kembali memejamkan mata seraya menyandarkan kepalanya kebelakang. “Ya, ya… begitu. Ah… nikmat sekali…”
Freya semakin semangat. Terkadang mejilat, lain waktu menghisap, sampai Arsen tidak tahan dan mengangkat tubuh Freya kepangkuannya. Dia melepaskan celana dalam Freya di balik rok gaunnya dan dengan tidak sabaran langsung menghunjam.
Nafas Freya terasa sesak sesaat saat Arsen memenuhi dirinya dengan tiba-tiba, kemudian cukup brutal menaik turunkan pinggulnya. Hanya beberapa detik, Arsen o*****e dan langsung merengkuh Freya kedalam pelukannya.
“Maafkan, Sayang, nanti kita ulang lagi, Ya.” Bisiknya mengacu pada Freya yang belum mencampai puncak.
Freya tidak menjawab. Karena meski tidak o*****e, dia merasa puas telah membuat Arsen hilang kendali.
“Bagaimana ini, Freya? Saya rasa, saya sudah terobsesi sama kamu.”
***
Freya meregangkan tubuh. Mengerjapkan matanya yang terasa berat. Lengan Arsen melingkar di pinggangnya, jadi ruang geraknya agak terbatas. Dan ketika sudah benar-benar membuka mata, wajah Arsen menjadi pemandangan paginya, membuatnya malas turun dari tempat tidur. Dia merapatkan selimut, tubuh telanjangnya agak mengigil karena tidak terbiasa tidur dengan AC.
Saya sudah terobsesi sama kamu. Pernyataan Arsen yang tidak bisa dia komentari. Mungkin sebenarnya perasaannya juga sama, namun Freya takut untuk mengakui.
Arsen bergerak gelisah sebelum akhirnya terbangun. Mereka saling menatap, kemudian tersenyum. “Selamat pagi.” Sapanya.
“Selamat pagi.” Balas Freya.
Arsen mengelus kepala Freya kemudian mengecup keningnya. “Kok udah bangun?” dia melirik jam digital yang ada di atas nakas. “Baru jam segini.”
“Saya harus pulang dulu ganti baju. Kalau nggak bangun sekarang, saya bisa telat. Nanti diomelin bos saya, Pak.”
Arsen mendengus tawa mendengar kelekar Freya yang sebenarnya nggak lucu-lucu banget. Tapi karena Freya yang melontarkan, hati Arsen tergelitik juga. “Nanti kita beli aja deh di perjalanan ke kantor.”
“Saya mau berangkat sendiri aja. Nggak mau bareng sama Bapak.”
“Takut ada yang liat?” tanya Arsen yang dijawab oleh anggukan. “Ya sudah kamu pergi beli sendiri, nanti saya kasih kartu kredit saya, ya.”
Freya ingin bilang kalau dia bisa beli pakai uang sendiri, tapi yakin urusannya akan panjang dan ujung-ujungnya dia akan kalah debat. Jadi Freya diam saja.
“Saya sebenernya mau ngobrol sama kamu semalam, eh malah kita sibuk bercocok tanam.” Candaan Arsen langsung dihadiahi cubitan kecil dari Freya. Arsen mengaduh, sambil tertawa.
“Memangnya mau ngobrol apa?”
Bukannya menjawab, Arsen justru menguap, kemudian meregakan badannya. Dia bangkit duduk dan menoleh ke Freya yang masih berbaring. “Mandi dulu deh, yuk, biar segeran. Jadi enak ngobrolnya.”
“Ya udah. Mau Bapak duluan atau saya duluan?”
“Kenapa nggak bareng?”
“Nggak ah! Nanti Bapak mau bercocok tanam lagi.” Candaan erotis yang dilontarkan malu-malu itu membuat Arsen gemas. Ingin sekali mengigit pipi Freya yang merona seperti apel.
“Kalau gitu saya duluan, ya? Kamu jangan kemana-mana. Jangan ngilang kayak waktu dulu.” Dengan gemas Arsen memukul b****g Freya yang sedang berbaring miring. Freya sampai melotot kaget. Tapi Arsen malah terkekeh sambil berjalan masuk ke kamar mandi.