Drake beserta prajuritnya telah memasuki ibukota. Di tepi jalan para rakyat kerajaan Onyx berdiri menyambut kedatangan rombongan itu suka atau tidak suka. Raja George nampaknya telah salah mengkhawatirkan jikalau ada rakyatnya yang berani menyinggung rombongan kerajaan Artemis. Pada kenyataannya mereka semua bungkam, hanya mata mereka yang berani memandangi pasukan Artemis, terutama Drake yang terlihat sangat mencolok meskipun wajahnya saat ini ditutupi oleh pelindung kepala besi.
Semua orang yang melihat Drake tidak akan pernah menyangka bahwa pria dengan paras seperti dewa itu bisa membunuh ratusan bahkan ribuan nyawa tanpa berkedip. Sungguh penampilan yang sangat menipu.
Rakyat Onyx tidak menerima begitu saja negeri mereka ditaklukan oleh Drake dan pasukannya, tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mengeluh dan mengutuk di dalam hati. Mereka tak akan mencari mati dengan menyinggung seorang tiran seperti Drake. Sudah jelas Jenderal Agung Artemis yang terkenal itu tidak memiliki belas kasihan. Menjaga sikap adalah pilihan terbaik untuk mereka saat ini.
"Pembunuh!" teriakan seorang wanita terdengar disela langkah kuda dan langkah para prajurit Artemis.
Wanita malang! Benar-benar tidak takut mati!
Jantung rakyat Onyx yang ada di sana seakan berhenti berdetak untuk sejenak. Suasana di tempat itu menjadi mencekam ketika kuda pemimpin pasukan berhenti.
Sang wanita yang tadi bersuara kini berdiri di depan kuda Drake. Menatap Drake dengan tatapan penuh kebencian.
"Kau iblis terkutuk! Kau telah membunuh suamiku!" maki wanita itu dengan bola mata yang membara seperti api.
Jade turun dari kudanya. Ia tidak akan membiarkan siapapun menghina jenderalnya, apalagi wanita dari kerajaan yang sudah ditaklukan. Sementara Drake, ia tidak terganggu sama sekali. Wanita itu bukan hanya satu-satunya orang yang sudah mengutuk atau menyumpah serapah dirinya, ia tidak akan merendahkan dirinya dengan mengurusi masalah kecil seperti itu.
"Kau biadab! Kau pantas mati!" Sekali lagi wanita itu menyumpahi Drake. Ketika wanita itu ingin mengelurkan kata-kata tajam lagi, pedang milik Jade telah memenggal kepala wanita itu. Membuat semua warga Onyx yang menyaksikan menjadi tercekat dan tak mampu bersuara. Semua hening, yang terdengar hanya hembusan angin yang membuat semua warga Onyx menggigil.
Jade menyarung kembali pedangnya. Ia bergerak dan naik ke atas kudanya. Satu nyawa yang ia ambil cukup untuk membuat semua orang di sana mengerti bahwa tidak ada yang bisa menghina Jenderal Agung-nya secara sembarangan. Siapapun yang bernyali melakukannya maka dia hanya akan mati.
Drake kembali melajukan kudanya, melewati barisan warga yang kini tidak berani menatap wajahnya. Drake, hanya dirinya orang yang bisa membuat orang terpana lalu detik kemudian ketakutan dan tak berani menatapnya.
Rombongan Drake sampai di pelataran istana Onyx yang sudah disiapkan sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan mereka. Drake menatap pelataran itu sekilas. Raja George benar-benar melakukannya dengan baik.
Beberapa meter di depan Drake, Raja George beserta Lluvena dan jajaran petinggi istana lainnya telah berbaris rapi. Drake mendekatkan kudanya ke barisan orang-orang itu. Kemudian ia turun dari sana dan seketika matanya terpaku saat iris abu-abu bersinarnya bertemu dengan manik biru milik Lluvena.
Ini adalah pertama kalinya Drake melihat Lluvena, tapi anehnya ia merasa telah mengenal Lluvena untuk waktu yang sangat lama.
"Selamat datang di istana kerajan Onyx, Jenderal Agung." Raja George menyambut Drake dengan ramah.
Drake memutuskan kontak matanya dengan Lluvena. Ia beralih ke Raja George yang berdiri di depannya. Drake tidak menjawab, ia hanya menunjukan sikap bahwa ia menerima sambutan Raja George. Drake memang seperti itu, ia tidak banyak bicara.
Sikap Drake yang tidak banyak bicara dinilai arogan oleh Lluvena yang kini tidak bisa menyembunyikan rasa tidak sukanya pada Drake melalui tatapan matanya. Ia tidak pernah bertemu dengan manusia seperti Drake sebelumnya. Rumor tentang Jenderal Agung Artemis yang arogan dan haus darah ternyata adalah kebenaran.
"Jenderal Agung dan pasukan Artemis pasti lelah karena perjalanan yang cukup panjang. Kami telah menyiapkan jamuan terbaik untuk kalian santap, mari saya antarkan." Raja George bicara lagi.
Drake lagi-lagi tidak menjawab. Ia hanya membiarkan Raja George menuntunnya ke tempat jamuan makan.
Di aula utama istana kerajaan itu telah tertata rapi berbagai makanan lezat serta arak terbaik yang cocok untuk menemani para pasukan Artemis.
Drake duduk di sebuah tempat duduk yang sudah disediakan. Di depannya ada Raja George yang duduk setara dengannya, dan di sebelah Raja George ada Lluvena yang duduk dengan wajah tenang. Mata Drake kembali menatap Lluvena. Ia tidak mengerti kenapa ia tidak bisa melepaskan tatapannya pada Lluvena.
Dari pakaian serta mahkota yang Lluvena pakai, Drake menilai bahwa wanita yang menarik perhatiannya adalah Putri Mahkota kerajaan Onyx. Drake pernah mendengar bahwa Raja George hanya memiliki satu pewaris, dan itu adalah seorang wanita.
"Jenderal Agung beserta rombongan, silahkan dinikmati jamuan yang telah kami siapkan." Raja George bersuara lantang. Mempersilahkan semua yang ada di aula maupun di luar aula untuk menikmati santapan yang telah tersedia.
"Jenderal, biarkan aku mencicipinya lebih dahulu." Jade menawarkan dirinya. Akan tetapi, dengan segera Drake menolaknya.
Drake menatap Raja George disertai dengan senyuman tipis. "Raja George tidak mungkin melakukan hal yang bisa membawanya ke dalam bahaya, Jade. Aku benar bukan, Yang Mulia Raja?"
"Jika kalian berpikir kami meracuni kalian, maka biarkan Putri ini yang mencicipi lebih dahulu makanan kalian." Lluvena berdiri dari duduknya. Ia melangkah menuju ke meja jamuan di depan Drake dengan wajah yang mencoba untuk menyembunyikan kemarahannya.
Lluvena berdiri di depan Drake. "Jenderal Agung tentu tidak keberatan jika saya mencicipi makanan Anda, bukan?"
Drake mengangkat wajahnya agar lebih leluasa menatap wanita bersurai coklat.
Sangat bernyali. Drake menilai Lluvena sekilas.
"Sepertinya Putri Mahkota tersinggung dengan kata-kata dari orangku." Drake bersuara tenang tapi menusuk.
Raja George yang menyaksikan bagaimana Lluvena berhadapan dengan Drake merasa seperti berada di depan pintu neraka. Tindakan putrinya mungkin telah menyinggung sang Dewa Perang.
"Jenderal Agung, maafkan kelancangan putriku." Raja George segera mencoba untuk memperbaiki situasi saat ini.
Drake tersenyum kecil. "Putrimu tidak melakukan kesalahan, Raja George. Orangku lah yang telah mencurigai niat baik kalian." Meski menyalahkan orangnya, Drake tidak berniat meminta maaf.
"Untuk menenangkan kecurigaan orangku, biarkan aku yang membuktikannya." Drake meraih sup daging yang ada di mejanya kemudian mencicipi sup yang masih hangat itu. Setelah mencicipi sup, Drake beralih ke kudapan lainnya.
"Aku masih hidup, Jade. Kau terlalu berhati-hati." Drake menatap Jade sekilas.
"Maafkan aku, Jenderal Agung." Jade berkata penuh hormat.
"Putri Mahkota semuanya sudah baik-baik saja sekarang. Kau bisa kembali ke mejamu, atau mungkin kau berinisiatif untuk duduk di sebelahku?" Drake menaikan sebelah alisnya. Menatap Lluvena dengan mata tegasnya.
Lluvena ingin mendengus jijik, tapi ia tidak melakukannya. Ia harus menahan dirinya dari melakukan hal buruk yang bisa membahayakan keselamatan kerajaannya.
Ia membalik tubuhnya dan segera kembali ke mejanya.
Raja George bernapas lega. Ia tidak bisa membayangkan jika ia harus menyaksikan kematian putrinya sendiri karena menyinggung Drake.
Drake menyadari bahwa Lluvena memiliki amarah yang terpendam untuk dirinya. Wanita itu jelas tidak akan mudah ditundukan olehnya.
"Nikmatilah makanan yang telah disiapkan oleh Raja George. Jangan sia-siakan kerja keras mereka untuk menunjukan ketulusan mereka dalam menyambut kita." Drake memberi arahan pada prajuritnya, tapi matanya terus melihat ke arah Lluvena seolah ia sangat senang memprovokasi kemarahan Lluvena.
Lluvena mengepalkan tangannya yang berada di atas lututnya. Pria menjijikan seperti Drake harusnya tidak pernah ada di bumi ini.
"Tenangkan dirimu, Putri Lluvena." Raja George berbisik pelan yang bisa didengar oleh Lluvena.
Lluvena menarik napas pelan. Ia ingin sekali mengatakan pada ayahnya bahwa saat ini ia sedang berusaha keras untuk menenangkan diri.
Jamuan makan itu berlanjut ke hiburan yang telah disiapkan untuk menyenangkan hati para ksatria Artemis. Penari dengan tubuh sexi dan paras cantik tengah melenggok mengikuti irama musik. Akan tetapi, para penari itu tidak berhasil membuat Drake tertarik. Drake memang menyaksikan penampilan para penari berpakaian menggoda tersebut, tapi hal itu ia lakukan agar bisa menutupi matanya yang sesekali mencuri pandang ke arah Lluvena. Ia tidak ingin ada yang mengetahui bahwa dunianya saat ini berpusat pada Lluvena.
Drake menginginkan Lluvena. Ia ingin menyeret Lluvena masuk ke dalam kehidupannya yang penuh luka. Bukan untuk merasakan sakit bersamanya, tapi untuk menyembuhkan luka yang ada dalam dirinya.