Satu minggu berjalan dengan cepat. Lluvena telah meninggalkan istana yang telah ia tempati selama 22 tahun. Hatinya terasa begitu berat, tapi ia tidak menoleh ke belakang sama sekali. Keputusan yang telah ia ambil tidak akan ia batalkan.
Dalam perjalanannya menuju ke Artemis, ia hanya membawa satu pelayan setianya. Ia tidak ingin menyeret banyak orangnya ke tempat yang asing, meski ia sendiri tahu bahwa para pelayannya tidak akan keberatan jika ia membawa serta mereka.
Lluvena tidak bisa memprediksi bagaimana kehidupannya di istana Artemis kelak. Yang pasti segalanya mungkin tidak mudah baginya, apalagi jika Putra Mahkota memiliki banyak istri. Kehidupan harem istana akan sama mengerikannya dengan peperangan.
Di Onyx, ayahnya tidak memiliki selir, tapi dahulu kakeknya memiliki banyak selir yang mengakibatkan banyak konflik di dalam harem istana.
Perebutan kekuasaan, kemunafikan dan saling menyerang terjadi di sana. Memang tidak ada perkelahian langsung seperti berperang, wanita raja yang menginginkan kekuasaan akan melakukan segala hal untuk memastikan posisi mereka tidak terganggu, termasuk membunuh.
Seharusnya ayah Lluvena memiliki banyak saudara dari beda ibu, tapi karena peperangan di harem, ayahnya kini hanya memiliki satu saudara perempuan yang kini sudah menikah dengan Perdana Menteri kerajaan Onyx.
Semua kehilangan itu telah mengajarkan ayah Lluvena agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dan karena itulah ayah Lluvena hanya memiliki satu istri. Bahkan setelah ibu Lluvena meninggal, ayahnya tetap tidak menikah lagi. Alasannya karena sang ayah tidak ingin membagi cinta meski ibunya telah tiada.
Pandangan Lluvena jauh ke luar tandunya. Ia melihat padang savanna yang terbentang luas. Ia akan sangat merindukan suasana menenankan di Onyx. Entah kapan ia akan kembali ke Onyx lagi.
Lluvena akan merindukan ketika ia menyelinap keluar dari istana dengan mengenakan pakaian pelayan. Ia akan merindukan kebebasan hidupnya.
“Putri Mahkota, apakah Anda baik-baik saja?” tanya Sarah.
Lluvena melirik ke Sarah yang berjalan di sebelah tandunya. “Aku baik-baik saja, Sarah.”
Sarah merasa kasihan pada putri mahkotanya. Meninggalkan keluarga dan tanah kelahiran pasti sangat berat untuk majikannya. Namun, Sarah sangat kagum pada putri mahkotanya yang bisa mengambil keputusan yang besar. Ia tahu majikannya memang memiliki hati yang besar. Putri Mahkotanya sangat bijaksana dalam menyikapi sebuah masalah besar.
Tandu tiba-tiba berhenti. Begitu juga dengan para pasukan Artemis yang akan kembali ke Artemis.
“Ada apa?” tanya Lluvena pada Sarah.
“Saya akan bertanya pada komandan pasukan.” Sarah kemudian melangkah menuju ke komandan pasukan lalu ia kembali ke Lluvena setelah mendapatkan jawaban.
“Jenderal Agung memberi perintah untuk beristirahat sebentar. Kita sudah berjalan cukup lama. Kuda-kuda perlu beristirahat, begitu juga dengan para prajurit.” Sarah memberi jawaban pada Lluvena.
Lluvena diam. Perjalanan menuju ke Artemis akan memakan waktu 10 hari. Sebuah perjalanan panjang yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Berada di dalam tandu berjam-jam saja sudah melelahkan apalagi sampai 10 hari. Istirahat memang sangat dibutuhkan.
“Apakah Putri Mahkota ingin keluar untuk menghirup udara segar?” tanya Sarah.
“Ya, Sarah. Tandu ini membuatku merasa sangat bosan.”
“Baiklah.” Sarah segera mengambil pijakan untuk Lluvena turun.
Setelah turun dari tandu, Lluvena melangkah ke sebuah pohon rindang. Ia duduk di bawah pohon itu sembari membasahi tenggorokannya yang kering.
Ketenangan Lluvena terganggu ketika Drake mendekat ke arahnya. Ketika Drake berada di sekitarnya Lluvena benar-benar merasa tidak nyaman.
“Tinggalkan kami berdua!” Drake memberi perintah pada Sarah.
Sarah melihat ke arah Lluvena, ia membutuhkan persetujuan dari majikannya untuk mengikuti perintah Drake. Baru setelah Lluvena mengangguk, Sarah meninggalkan Drake dan Lluvena.
“Kenapa kau menerima aliansi pernikahaan dengan Putra Mahkota Carl, bukankah kau tidak menginginkan pernikahan itu?” tanya Drake. Pria ini berharap Lluvena akan mengambil keputusan yang sama dengan apa yang Lluvena ucapkan di ruang perjamuan.
Lluvena mendengus. Ia menatap Drake penuh cemooh. “Aku tidak perlu memberitahukan alasannya padamu.”
“Kau terlalu lemah.” Drake mengucapkan kalimat yang memicu kemarahan Lluvena. Seharusnya Lluvena sekuat tatapan wanita itu yang tak tergoyahkan.
“Aku bukan kau yang akan mengorbankan banyak nyawa karena keegoisan. Hidup orang-orangku jauh lebih penting dari hidupku sendiri. Ckck, menggelikan, kenapa aku harus mengatakan hal seperti ini padamu. Manusia tirani sepertimu tidak akan pernah mengerti itu.” Iris biru Lluvena memancarkan aura dingin yang membekukan. Setelah mengatakan itu, Lluvena segera meninggalkan Drake.
Tangan Drake bergerak secara alami, ia meraih pergelangan tangan Lluvena membuat wanita itu berhenti melangkah.
Kemarahan Lluvena semakin menjadi. Ia memiringkan wajahnya, tatapannya menajam. “Lancang!” geramnya. “Berani sekali kau menyentuhku!”
Drake melihat ke arah genggamannya. “Pilihanmu akan membawamu ke manusia tidak berguna. Putra Mahkota bahkan tidak cocok untukmu.”
Lluvena lagi-lagi mendengus sinis. “Aku yakin jika Putra Mahkota mendengar ini kepalamu pasti akan di penggal. Dan ya, lepaskan tanganku. Kau sedang menyentuh wanita yang akan menjadi istri dari penguasa Artemis selanjutnya!”
Drake memandangi wajah Lluvena dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan. “Aku tidak takut dengan siapapun, Putri Mahkota. Pria yang kau sebut akan menjadi penguasa Artemis masa depan itu hanyalah pecundang.”
“Dan kau pikir siapa kau? Kau hanyalah pesuruh pecundang yang kau sebutkan tadi.”
“Aku berbeda. Aku tidak seperti pecundang itu.”
“Jadi, kau merasa lebih baik dari Putra Mahkota.” Lluvena semakin merasa Drake menggelikan. Di otaknya kini penilaian tentang Drake bertambah buruk.
“Tentu saja. Aku jauh lebih unggul darinya.”
“Sayang sekali, kau tidak lahir dengan sendok emas!” ejek Lluvena tanpa kenal takut.
Ya, satu-satunya kekurangan Drake hanyalah ia tidak lahir dengan sendok emas. Ia hanyalah seorang pangeran pengganti. Namun, Drake tidak merasa kalah dari Carl. Ia jauh lebih unggul berkali lipat dari Putra Mahkota.
“Lepaskan tangan menjijikanmu dari tanganku!” seru Lluvena. Iris matanya menatap berani Drake. Kemarahan terlihat menyala di sana.
Drake melepaskan Lluvena. Ia membiarkan wanita yang ia inginkan itu pergi. “Aku memang tidak lahir dengan sendok emas, tapi aku bisa memastikan bahwa aku akan mendapatkan tahta kerajaan.”
Ucapan Lluvena telah memicu Drake untuk menempati posisi Carl. Atas dasar apa Carl berhak atas posisi putra mahkota padahal pria itu tidak memiliki konstribusi apapun. Satu-satunya keberuntungan Carl adalah kenyataan bahwa pria itu lahir dari rahim ratu.
Persetan, Drake akan membuat keberuntungan itu tidak menjadi apa-apa. Pria seperti Carl yang hanya bisa menikmati kerja keras orang lain tidak cocok untuk memimpin sebuah kerajaan.
Sebelum ini Drake tidak pernah berpikir tentang posisi pemimpin kerajaan, tapi hanya karena Lluvena ia menginginkan posisi itu.
Drake tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun, tapi Lluvena? Bukan hanya berhasil memancingnya, Lluvena juga telah membuat ia melangkah keluar dari keyakinan yang selama ini ia pegang.
Sejak pertama melihat Lluvena, Drake merasakan sesuatu yang terasa begitu akrab padanya, padahal sebelumnya ia tidak pernah merasakan itu. Jatuh cinta, perasaan itu begitu asing baginya, tapi saat melihat Lluvena. Ia seperti telah jatuh cinta pada Lluvena jauh sebelum ia bertemu dengan wanita itu.
Hal itu telah mengganggu Drake selama bermalam-malam. Bagaimana bisa ia jatuh cinta dengan begitu mudahnya?