Chapter 3: Berpisah

1126 Kata
“Minum dulu, Ghan.” Kimberly memberikan segelas air putih kepada Ghani. Saat ini Ghani tengah berada di kediaman Kimberly. Ia datang dalam keadaan kacau, wajahnya sembab karena masih menangis. Kimberly mempersilahkan Ghani untuk masuk dan menenangkan diri dulu sebelum akhirnya Ghani bercerita apa yang terjadi. Setelah bercerita, Ghani masih menumpahkan air mata dan menangis tersedu-sedu. Sepertinya air mata nya tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Kimberly hanya mengelus punggung Ghani mencoba menenangkan kembali gadis itu. “Nangis lah sampai puas, sampai lo benar-benar lupa.” Ujar Kimberly. “Dia tega banget sama gue.” Kimberly mengangguk. “Iya, dia mampu berbuat begitu sama lo gimana kalo kalian udah jadi suami isteri?” “Dia adik gue, Kim. Kenapa harus dia?” “Meskipun gak ada yang bisa mengendalikan perasaan, tapi tindakkannya juga gak bisa dibenarkan. Dia udah nyakitin dua perempuan sekaligus dan punya hubungan darah pula? Lo harusnya bersyukur semua terbongkar sekarang.” Ghani mengangguk. “Sakit hati itu wajar, biar waktu yang nyembuhin luka lo. Jangan diinget-inget lagi cowok macem dia. Gak ada faedahnya.” “Malam ini gue boleh nginep di sini?” “Boleh, tentu boleh. Lo bisa disini dulu sampai lo tenang.” “Makasih banyak, Kim.” Kimberly membalasnya dengan senyuman. “Lo udah makan?” Ghani menggeleng. “Kayaknya nafsu makan gue hilang.” “Kalo ice cream sama coklat gak nolak dong? Katanya itu bagus buat yang lagi patah hati.” Ujar Kimberly berjalan menuju dapur dan mengambil ice cream dan coklat dari dalam kulkas.   ***   Esok hari nya, Ghani bangun lebih awal dan pamit untuk pulang ke rumahnya karena Ghani tidak membawa baju ia harus berganti pakaian dulu dirumah sebelum berangkat ke kantor. Hari ini masih hari Jum’at sebelum akhir pekan tiba. Ia harus masuk kantor meskipun hatinya tak ingin. “Lo mau gue temenin?” usul Kimberly. Ghani menggeleng. “Enggak usah, thanks Kim. Kita ketemu di kantor aja ya.” “Lo hari ini masih mau ngantor? Yakin bisa?” “Iya, tanggung satu hari lagi.” “Ya udah, sampai ketemu di kantor ya. Hati hati, Ghan.” Ghani mengangguk lalu kemudian pergi. Beberapa lama kemudian Ghani sudah sampai dirumah, ia masih bertemu dengan Nesya yang tampak sudah siap dengan setelan kerjanya sedang menyiapkan makanan di meja. “Ghan, lo semalem kemana? Gue khawatir lo gak pulang semalem.” Nesya memberondongi Ghani pertanyaan dan wajahnya terlihat cemas. Ghani tidak menjawab. Ia mengabaikan adikknya dan langsung masuk ke kamar untuk bersiap berangkat ke kantor. Waktunya sudah tidak banyak, karena perjalanan dari apartemen Kimberly menuju rumahnya saja sudah memakan waktu dua puluh menit sendiri. Setelah Ghani sudah siap dengan setelan kantor yang baru, ia keluar kamar sambil membawa tas. Nesya masih berada dirumah menunggu Ghani. “Ghan, sarapan dulu yuk.” Nesya bangkit dari sofa di ruang tamu mengajak Ghani untuk sarapan. “Gue langsung berangkat aja, Nes.” Ghani menolak dan berbalik. “Ghan, please. Semaleman gue gak bisa tidur mikirin lo ada dimana semalem.” “Cuma semalem doang khawatirnya? Selama lo berhubungan sama Dennis lo gak ada kekhawatiran yang sama?” Ghani bertanya balik.  Nesya terdiam. “Gue minta maaf, gue gak bermaksud.” Respon Nesya membuat darah Ghani mendidih ketika ia teringat sekilas kejadian malam tadi. “Gimana bisa gak bermaksud tapi lo benar-benar menikmati ciuman yang semalem?” Nesya menggigit bibir. “Itu… Semacam perpisahan. Gue benar-benar gak pengen berada di posisi itu. Gue tau itu salah, makanya gue pengen menyelesaikan semuanya.” “Inti nya adalah, lo pernah menjalin hubungan dengan Dennis. Dan Dennis itu adalah pacar dari kakak kandung lo sendiri? Oke emang kita belum nikah, istilahnya masih bisa di tikung. Tapi menurut gue itu gak etis aja, apalagi kita itu ada hubungan darah. Itu masalah nya.”Dan emang Dennis nya aja juga b******k. Tambahnya dalam hati. Kemudian Ghani berbalik dan pergi ke kantor. Sesampainya di kantor, Ghani sudah antisipasi untuk menghindar dari Dennis. Ia tidak keluar dari ruangan sama sekali, pada jam istirahat juga Ghani lebih memilih berdiam diri di meja nya. Kimberly berinisiatif membelikan Ghani makanan. Ghani tidak tau lagi bagaimana cara ia berterimakasih kepada rekan kerjanya yang sudah dianggapnya sebagai sahabatnya sendiri. Dennis masih berusaha untuk menemui nya, terakhir Dennis membelikan kopi yang dititip kepada Office Boy dan ada sepucuk surat juga. Maafin aku. Cuma dua kata itu yang dituliskan Dennis di surat. Ghaani hanya menggeletakkan kopi di meja tanpa berminat untuk menyentuhnya. Saat jam pulang kerja pun, Ghani sudah sengaja pulang telat tapi Dennis masih menunggunya di lobby. “Kamu baru pulang?” tanya nya. Ghani tidak menjawab melainkan terus melangkah melewati Dennis. Pria itu mengenggam tangan Ghani mencegah gadis itu pergi jauh lagi. “Kita perlu bicara.” Kata Dennis mengajak Ghani pergi ke suatu tempat yang lebih privasi. Ia membawa Ghani ke sebuah taman yang masih cukup ramai ditemani dengan lampu taman yang temaram. Setidaknya disini tidak ada rekan kerja mereka yang memperhatikan. Ghani menghembuskan napas berat. “Apa lagi? Semuanya udah jelas.” “Kamu hanya tau itu aja. Kejadian sebenarnya tidak demikian.” “Kamu mau cerita apa? Bagian dimana bagaimana bisa kamu suka sama Nesya dan berhubungan dibelakang aku?” “Aku menyesal, Ghan tolong maafin aku.” “Kenapa kamu ngelakuin semua itu? Aku punya salah apa sama kamu?” “Kamu enggak salah. Semuanya terjadi begitu aja tanpa bisa aku sadari kalau perasaan aku udah terlalu dalam.” “Kenapa kamu masih bertahan sama aku kalau kamu udah berpaling ke lain hati?” “Aku cinta sama kamu.” “Tapi kamu juga sayang sama Nesya?” lanjut Ghani. Dennis tidak mengelak namun juga tidak membenarkan pertanyaan Ghani. “Kalau udah kayak gini, gimana bisa aku percaya sama kamu? Pernah gak kamu berpikir gimana rasanya jadi aku? Dia bukan orang lain yang gak aku kenal, dia adalah adik aku sendiri dan aku ketemu dia setiap hari. Bahkan aku bertanggung jawab atas hidupnya karena cuma dia keluarga yang aku punya?” “Maafin aku, cuma itu yang bisa aku katakan sekarang. Aku emang cowok brengsek.” “Mulai sekarang, jangan pernah temui aku lagi. Kalo kamu masih mau berhubungan dengan Nesya silahkan dilanjutkan. Aku pamit.” Ghani bangkit dan pergi meninggalkan Dennis yang masih mematung ditempatnya.   ***   Setelah berpisah dengan Dennis dan hubungannya dengan Nesya merenggang. Ghani menjadi gila kerja untuk mengalihkan pikirannya dari kesedihannya selama ini. Jika di kantor Ghani tidak sengaja bertemu dengan Dennis membuatnya kembali kepikiran. Maka Ghani memutuskan untuk pindah dari kantor yang sekarang. Setidaknya butuh dua bulan sebelum Ghani mendapatkan kerjaan ditempat yang baru. Ghani baru saja keluar dari ruangan HRD, hari ini adalah hari terakhir ia bekerja. Ia kembali ke meja untuk mengambil beberapa barang sebelum akhirnya pulang setelah berpamitan dengan rekan kerja yang lain yang ternyata memberikan sebuah kejutan perpisahan kecil-kecilan untukknya. Ghani kembali berurai air mata saat Kimberly memberikan satu buah kado untuknya. “Good Luck di tempat yang baru jangan lupain gue ya, sering-sering main ke apartemen.” Kimberly memberikan wejangan kepadanya. Ghani tertawa dalam tangisnya. “Siap bu bos.” Keputusannya untuk pindah dari kantor nya bukanlah hal yang mudah, pertama-tama ia harus mencari pekerjaan pengganti terlebih dahulu agar bisa tetap menopang hidupnya. Namun Ghani bersyukur kalau Tuhan masih berpihak padanya dalam mencari rejeki. Ghani mendapatkan tempat yang baru dan itu tidak akan Ghani sia-sia kan.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN