Teriakanku seperti tak terdengar. Terlihat Ayah terus menyerang Darren dengan membabi buta. Membuatku merasakan sesuatu yang … entah. Apakah aku benar-benar kasihan pada lelaki biadab yang telah menghancurkan masa depanku? Aku tak mengerti. Seolah tak ada puasnya, tinjuan terus Ayah layangkan di wajah lelaki berambut hitam tebal itu. Meskipun Darren sudah babak belur, Ayah seakan tak peduli dan tak ada puasnya. Beliau seperti orang kesurupan yang tengah membalaskan dendam atas rasa sakit hatinya. Namun, sekali lagi, tak ada perlawanan sedikit pun dari Darren. Darah yang mengalir di sudut bibir, dan wajahnya yang lebam, seperti bukan hal besar bagi baginya. Membuatku meringis saat membayangkan dia hanya pasrah mendapat serangan yang diberikan. "Ayah … tolong berhenti," ucapku dengan sua