Mendadak Minta Kawin
“Menikah?” Lelaki lima puluhan itu sedikit membelalak, tak hanya kaget, tampak shock tanpa bisa percaya akan sistem pendengaran diri.
Gadis yang masih mengenakan seragam putih abu-abu tersebut tampak mengangguk penuh kemantapan, tanpa keraguan. Wajah itu menyiratkan keyakinan tak terpatahkan, tampak anggun dengan raut percaya diri. Si bungsu sedang meminta persetujuan, menikah di usia dini belum pernah terbayangkan sebelumnya. Lelucon garing ini melahirkan berbagai kecamuk di benak masing-masing, baik sepasang suami-istri juga pria dua puluh lima tahun hanya mampu bengong di tempat.
“Jangan bercanda, kamu baru tujuh belas tahun. Masih kelas dua SMA, Mama enggak suka omong kosong ini!” Suara sang ibu begitu lantang meneriakkan penolakan, tegas.
Gadis dengan pipi chubby tersebut hanya menarik napas berat, melirik pria berjas di sisi kanan. Ekspresinya masih sedatar porselen, tanpa mimik yang mampu dibaca. Geming khas sang arogan memaksanya semakin mengatur naik-turun d**a, akan sangat fatal jika sampai ketahuan jika dirinya tengah kesal setengah mati.
“Kakak baru saja menikah, belum setahun. Kamu ....”
“Kak, enggak usah ikut campur!” potong sang adik dengan nada tak bersahabat, serius menunjukkan mimik kesal pada pria muda yang merupakan saudara kandung. “Segera nikahkan kami, pokoknya harus!”
“Siapa laki-laki ini?” Pertanyaan dari sang ayah membuat gadis itu tergelak, masih sempat mengudarakan tawa di momen serius.
“Papa jangan pura-pura lugu. Jika anak seusia aku minta nikah sambil bawa pulang cowok, artinya ... ya, calon suamiku. Lagian, kalau sudah ngotot begini, seharusnya pada paham duduk perkaranya. Jangan katakan kalian semua enggak pernah melihat adegan ini di drama ....” Sengaja menggantung kalimat sembari mengamati satu persatu wajah yang mulai gelisah, pembicaraan si bungsu sedang tidak bercanda. Mengarah pada hal paling serius nan rumit, tetapi si pelaku bertingkah tak berdosa.
Pria di sebelahnya hampir tertawa, gadis yang akan ia nikahi memang terbilang unik. Kekanakan yang tak wajar dengan sikap ajaib tanpa bisa dinalar, masih sempat bertingkah tanpa dosa di depan semua orang. Padahal jelas, yang sedang mereka bicarakan merupakan hal penting. Masa depan yang tak main-main, tetapi dia justru lantang menyatakan kemauan di depan keluarga tanpa hambatan.
“Kamu hamil?” Sang kakak bertanya dengan nada hati-hati, gadis itu mulai bereaksi, menggigit bibir bawah.
“Respons kakak payah, ini menit ke berapa coba?” Dia menanggapi sembari mencibir ke arah pria 25 tahun itu, membuat semua yang ada di ruang tamu terbeliak. Termasuk lelaki berpenampilan rapi yang sejak awal memilih tenang dalam diam.
“Bimby!” sentak ibunya sambil melotot, kedua tangan mengepal. Sementara ayahnya hanya mengembuskan nafas sembari memegang kepala, sepasang suami-istri tersebut mulai merasakan kekompakan rasa sakit.
Bimby Princessyaila hanya mengerucutkan bibir, memasang wajah memelas dengan harapan termaafkan. Detik berikutnya menarik segaris senyum, tak berdosa. Lalu, tangan terlipat di depan d**a, memohon pengertian atau bentuk permintaan maaf. Siapa pun belum memahami maksud dari kode yang ia berikan, selalu susah menebak alur pikir si bungsu.
“Laki-laki b******k ini yang menghamili kamu?” tanya yang mulai mengandung nada emosi, pria muda di seberang meja tampak gusar dengan tatap menikam pada laki-laki muda lainnya
“Please, jangan lebay!” balas Bimby mulai ikut meninggikan volume suara, tak suka dengan bom waktu yang sudah meletup. “Kakak bergelar Sarjana, 'kan? Pasti bisa menyimpulkan secara realistis tentang situasi saat ini, enggak mungkin aku asal nyambar orang di jalanan. Tentu bawa pulang bapak dari bayi di perutku.”
“Kamu ....” Giar Bastian tampak kesulitan berucap melihat sang adik tampak biasa saja, tanpa rasa takut atau gelisah.
Bagaimana bisa? Tanya ini menyeruak begitu saja di benak masing-masing keluarga, kemustahilan yang menjelma nyata. Fokus ketiganya beralih pada laki-laki berpakaian formal, setelan jas lengkap menunjukkan identitas tak main-main. Silau oleh pesona sedikit mengecoh kesadaran, tetapi segera menyadarkan diri. Pria tampan tersebut merupakan pelaku yang membuat si bungsu kehilangan masa depan, harus segera diselesaikan.
“Nikahkan kami segera.” Nada bicara melemah, tetapi tak ada tanggapan.
Kedua orang tuanya masih memerhatikan sosok lain di samping sang buah hati, penasaran akan jati diri calon menantu. Tirus berpadu dengan kelancipan hidung, ketegasan rahang pun membuat mereka terlena cukup lama. Bibir mungil padat, sungguh sebuah maha karya mengagumkan. Sejenak lupa pada masalah yang sedang dibahas, terpesona pada seraut wajah di depan mata.
Usianya sekitar dua puluhan akhir, begitulah penilaian sepasang suami-istri tersebut. Pakaian yang dikenakan begitu pas, menampakkan bentuk tubuh atletik hanya dalam sekali pandang. Seharusnya dengan bentuk fisik yang mendekati tingkat kesempurnaan, dia tak memilih Bimby sebagai calon ibu dari anak-anaknya. Mereka tersadar akan satu hal, kehamilan sang buah hati. Serentak mengembalikan alam sadar yang sempat terhipnotis, fokus pada peran penting sebagai orang tua
“Mama enggak setuju, gugurkan!” perintah sang ibu dengan tegas, tak ada sedikit pun intonasi ragu. Artikulasi yang dilontarkan pun cukup jelas sampai di telinga Bimby, gadis itu hanya menggerutu.
“Pokoknya Bimby enggak mau investasi dosa berjilid-jilid, Mama sama Papa harus menikahkan kami. Tak perlu restu, cukup beri izin bayi ini untuk tetap tinggal di dunia.”
Bimby tetap pada kemauan, enggan patuh. Dia harus melindungi calon anak yang tengah dikandung, tak peduli jika harus menumbalkan diri. Mengorbankan masa muda bukan pilihan buruk, menikah dini tidak selalu berdampak jelek. Masa depan hanya bisa diprediksi, itu pun tingkat ketepatan sangat minim.
“Siapa namamu?” tanya sang ayah yang mencoba bersikap tenang di tengah kekacauan yang dibuat si bungsu, berharap pembahasan saat ini hanya prank usil dari gadis yang dikenal jahil tersebut.
Selama ini Bimby bertingkah semaunya dengan kenakalan khas remaja yang manja. Tak mungkin jika anak selugu dan semanis itu hamil di luar nikah, terlebih bersama pria asing. Laki-laki tersebut boleh tampan nan menawan, tetap saja ada kejanggalan jika harus mempercayai perkataan si bungsu.
“Namanya Jofan Dastarasta, dia direktur PT. Jendral Utama. Papa enggak perlu mikir lagi, tajir melintir. Suami idaman setiap wanita, Bimby juga akan menjadi nyonya besar. Gimana, deal?”
Jofan meringis, menahan untuk tidak tertawa. Akan tetapi, menjadi sangat kurang ajar jika dia tak mampu diam. Pertama kali dalam hidup, seorang gadis belia menyatakan diri sedang hamil dengan begitu bangga, tanpa penyesalan atau sekadar getar takut. Rekor. Mengakui dalam diam jika calon istrinya benar-benar makhluk langka yang wajib dilestarikan.
“Dia bisu, kenapa kamu yang menjawab?” Ibunya menimpali dengan gusar, menghadiahkan tatap kejam pada sang buah hati.
“Ma, jangan kasar. Kalau dia enggak mau tanggung jawab, gimana?” timpal Bimby sewot sembari melirik Jofan yang masih memilih bungkam, wajar jika dianggap bisu. “Mama mau punya cucu tanpa ayah?”
“Bimby! Kamu ....”
“Maaf,” akhirnya Jofan perlu untuk buka suara sebagai orang yang merasa cukup waras, mustahil bagi keluarga normal masih sempat meributkan hal lain di kala masalah genting menyapa. “Sebelumnya perkenalkan, saya Jofan. Sekali lagi maaf, kami memang harus menikah demi bayi di dalam perutnya. Jika masa depan Bimby menjadi bahan pertimbangan, jangan khawatir karena dia tetap akan mendapat pendidikan terbaik setelah melahirkan. Kami akan menjamin semua, baik cita-cita sebagai perancang busana hingga semua hal terkait bayi yang dikandung. Jadi, tolong, berikan restu dan jangan mempersulit keadaan.”
“Dia masih anak-anak, terlalu kecil untuk menikah.” Sang ayah menegaskan usia Bimby saat ini, terlalu belia untuk menjadi seorang istri.
“Kenyataannya putri Bapak sedang hamil, bersiap menjadi seorang ibu. Jadi, dia sudah bukan putri kecil lagi.” Jofan menegaskan kenyataan yang sebenarnya, tanpa keraguan.
Giar meraih tangan sang adik, menarik paksa. Dia tahu betul siapa Bimby, tak ada rahasia di antara mereka. Jofan menghamili sang adik? Mustahil! Saudara kandungnya belum pernah terlibat hubungan dengan pria mana pun, siapa yang tahan dengan sikap kekanakan khas yang menyebalkan?
Bimby akan merengek hanya karena tak bisa tidur, ke kamar mandi saja minta diantar. Tak ada yang betah dengan bayi tujuh belas tahun itu, tiba-tiba ada Jofan Dastarasta di kehidupan adiknya. Mencurigakan! Kecuali pria tersebut di atas normal.
“Katakan pada Kakak yang sebenarnya.” Giar mencoba mengorek ketika mereka sudah di kamar, dia harus tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Mendadak menikah hanya karena hamil tentu bukan kasus baru, tetapi ini Bimby yang 24 jam per tujuh hari selalu bersama sang ayah. Sangat mustahil.
Gadis itu di bawah pengawasan ketat, tak mungkin jika hamil duluan. Terlalu mencurigakan, terlebih dengan status sosial calon suami. Mirip kisah drama, terlalu sempurna jika terjadi di dunia nyata. Skenario pun berat, susah diterima akal sehat.
“Ini!” Bimby memberikan test pack pada sang kakak, dua garis merah jelas terlihat. Giar membekap mulut, memandang serius ke arah adik tercinta yang hanya bersedekap tanpa mau membalas tatapannya.
“Mustahil, kamu ....”
“Kejadiannya tiga bulan lalu, saat Kakak bulan madu. Papa sama Mama juga pergi ke rumah Bibi di Bali. Aku pun sedang ujian semester. Jadi, tak ikut pergi. Jangan bertanya proses, mulut ini akan terkunci rapat. Semua terjadi begitu saja dan sekarang aku hamil beneran, bukan sedang akting mengandung.”
Giar hendak memarahi sang adik, tetapi urung ketika melihat sesuatu menetes. Bimby membuang wajah ke arah lain, menghindari pria yang hanya memilih diam. Apa yang sedang tersembunyi rapi di balik pernikahan tiba-tiba ini? Tanya tersebut membingkai kuat dalam benak sang kakak.
***
Hai, hai, hai!
Silakan mampir di kisah lainnya, ya!
1. Unprecditable Love
2. My Perfect Editor
3. Crazy Little Love
4. Perfect Chemistry
5. King: The Real Mafia