Sebagai sekertaris pribadi seorang Dewananda Clarke, membuat Denisya Taran harus segera mengikuti lelaki itu kemanapun dia pergi. Hari ini tepat dua bulan terhitung sudah Denisya bekerja menjadi sekertaris pribadi Dewa.
Sore ini mereka berdua sudah duduk di dalam mobil mewah milik Dewa yang akan membawa mereka berdua pulang ke apartemen pribadi Dewa.
Denisya masih harus mengikuti Dewa, karena kini, dia mempunyai sebuah kontrak baru dengan lelaki berwajah barat ini.
"Jakarta selalu saja semacet ini." Gumam Dewa sambil terus menatap keluar jendela.
Sedangkan Denisya hanya mengangguk canggung. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi karena jantungnya berdetak begitu keras, rasanya ingin copot menunggu mereka berdua sampai ke apartemen pribadi Dewa.
"Aku merasa tidak bisa menunggu lagi." Tanpa menunggu lama kemudian, Dewa langsung memencet tombol yang membuat kaca menutup antara ruang sang pengemudi dengan penumpang.
Mobil Dewa memang secanggih itu dan hal itu membuat pengemudi tidak akan tahu apa yang akan Dewa lakukan di bangku penumpang.
"Kemari, Taran. Jangan duduk terlalu jauh dariku."
Taran, Dewa selalu memanggil Denisya dengan nama belakangnya saja ketika mereka tinggal berdua. Denisya juga tidak tahu kenapa dia dipanggil begitu oleh Dewa.
"Baik, pak." Denisya kemudian menggeser duduknya, persis disamping Dewa.
Dan kemudian Dewa tidak menunggu lagi apa yang harus menjadi hak-nya semenjak Denisya menandatangani kontrak menggiurkan yang dia tawarkan.
Tanpa menunggu lama lagi Dewa kemudian langsung menempelkan bibirnya pada bibir Denisya yang selalu terlihat menggoda sepanjang hari. Dewa melumat bibir itu, mencecap rasa dari bibir yang selalu menghantui pikirannya selama mengenal Denisya.
Dan Denisya juga membalas ciuman Dewa. Dia membuka mulutnya, mempersilahkan Dewa agar bisa makin memperdalam ciuman mereka.
Napas Denisya tersenggal ketika tangan kanan Dewa menekan tengkuknya dan membelainya naik turun secara intens.
Astaga, dia benar-benar pintar dalam berciuma. Ini begitu memabukkan. Gumam Denisya dalam hati ketika lidahnya berkelit dengan lidah Dewa. Cecapan mereka berdua terdengar begitu nikmat.
Dewa dapat mencecap rasa manis pada bibir Denisya dan Dewa makin memperdalan ciumannya, membuat mereka kini bahkan saling bertukar saliva, saling mencecap, saling menikmati rasa.
Denisya kini mengusap lengan Dewa yang berotot. Kini Denisya benar-benar bisa membelai d**a bidang yang terlihat menggoda itu dibalik kemeja sempurna yang dikenakan Dewa. Dari sekian banyak para karyawati yang selalu menatap Dewa dengan pandangan memuja, kini Denisya bisa merasakan berciuman dengan Dewa. Bahkan lebih dari itu.
Karena kini tangan Dewa menyusup kedalam rok pendeknya, mengusap paha bagian dalamnya dan jemari lelaki itu menekan klirotisnya dibalik celana dalam yang dia pakai.
"Emh, pak." Denisya cukup terkejut karena sentuhan tiba-tiba Dewa itu. Haruskah mereka melakukannya di dalam mobil?
"Panggil Dewa saja ketika kita sedang melakukan hal ini."
"Tidak apa-apa?"
"Ya," Dewa kemudian menyusupkan jari telunjuk dan jari tengahnya kebalik celana dalam Denisya dan mengusap klirotis Denisya yang sudah terasa basah. "Kamu sudah basah, Taran."
"Aahh, iya pak." Lenguh Denisya sebagai jawabannya ketika bertepatan dengan itu Dewa memasukkan jari tengahnya. "Maksudku, Dewa. Ehmm..."
Dewa kini menarik pinggang Denisya, membuat Denisya duduk di pangkuannya. Sedangkan Denisya hanya bisa menyandarkan punggungnya pada d**a bidang Dewa, dia membuka kakinya sedikit lebar ketika jemari Dewa mengaduk-aduk liang kenikmatannya.
Denisya hanya bisa melenguh, menggigit bibir dan memejamkan mata ketika dua jari Dewa mengaduk-aduk kewanitaanya, memaju mundurkan jarinya, sedangkan ibu jari Dewa mengusap-usap klirotisnya.
Napas Denisya mulai tersenggal dan dia memekik kecil ketika Dewa menambah kecepatan jarinya serta mengecup pipi Denisya berkali-kali.
"Dewa, berhenti," ucap Denisya dengan napas yang tersenggal-senggal.
"Kenapa?"
"Aku tidak kuat."
Sontak Dewa tersenyum miring, kemudian melumat kuping Denisya. "Kalau begitu keluarkan saja, Taran."
Keluarkan. Dewa sudah mengijinkannya, maka dari itu Denisya tidak menahannya lagi. Dia membiarkan gelombang o*****e-nya itu melanda dirinya dan membuat cairan o*****e itu keluar membasahi jari Dewa.
Denisya kini hanya bisa mengatur napasnya ketika Dewa perlahan-lahan namun memberikan kesan nikmat ketika menarik jarinya keluar dari kewanitaan Denisya yang basah.
"Aku tidak sabar untuk langsung menjilat kewanitaanmu." Dewa kemudian membuat Denisya menoleh dan kembali melumat bibirnya sekilas.
Setelah itu Denisya turun dari pangkuan Dewa, mengambilkan tissue dan mengusap jemari Dewa yang terkena cairan o*****e-nya dengan pipi Denisya yang bersemu merah karena sedikit malu.
***
Dua bulan menjadi sekertaris pribadi Dewa, sudah setiap pagi Denisya datang ke apartemen Dewa. Untuk membangunkan lelaki itu, untuk memasakan sarapan dan membacakan schedule Dewa untuk setiap harinya.
Denisya sekertaris yang merangkap sebagai tangan kanan Dewa. Jangan salahkan Dewa jika dia menjadi tertarik pada Denisya. Apalagi jika setiap hari harus dihadapankan dengan melihat tubuh sempurna Denisya yang seperti gitar spanyol yang indah.
Wajah yang mulus dan imut, serta bibir yang indah. Bibir yang selalu membuat Dewa gemas hingga selalu membayangkan bagaimana rasanya melumat bibir itu hingga membengkak karena ciuman ganas Dewa.
Namun kini mereka berdua sudah berada di kamar Dewa. Denisya melangkah mendekati Dewa dan langsung menyentuh dasi lelaki itu, membuat Dewa menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Biar aku bantu lepas." Ucap Denisya sambil melepaskan ikatan dasi Dewa, kemudian melepas jas yang dipakainya.
Denisya lalu sengaja melangkah kearah lemari, memunggungi Dewa ketika sedang menggantungkan jas lelaki itu di gantungan jas. Namun pikirannya berkelana.
Kewanitaan Denisya terasa lembab dan dia tidak nyaman sekarang. Dia juga tidak ingin momen pertamanya bercinta dengan Dewa terlihat jorok. Bagaimanapun dia ingin cantik dibawah kukungan Dewa nanti diatas ranjang.
"Dewa?" Denisya kemudian berbalik menatap Dewa, tapi dia langsung membeku kaku ketika melihat Dewa yang sedang melepas kemejanya. "Aku mau ke kamar mandi dulu."
Denisya langsung berlari saja ke kamar mandi membawa pouch kecilnya yang berisi keperluan pribadinya. Melihat Denisya yang langsung kabur begitu melihat Dewa yang shirtless membuat Dewa tidak bisa menahan tawa kecilnya.
"Benar-benar menggemaskan. Membuatku makin tidak sabar saja." Gumam Dewa sambil celananya.
Sedangkan di dalam kamar mandi, Denisya dengan jantung berdegup kencang segera menyisir rambutnya serapi mungkin, memakai deodorant, menyemprotkan parfum mahal miliknya yang memiliki bau seperti kue yang begitu manis.
Disemprotkan parfum itu di lehernya, belahan dadanya, bahkan Denisya membuka kemejanya sejenak untuk menyemprotkan parfum itu di perut serta lehernya dan kedua pahanya.
Tak hanya itu, Denisya sebelumnya juga membersihkan cairan o*****e yang masih membasahi kewanitaannya hingga benar-benar bersih dan mengganti celana dalam hingga Denisya kembali merasanya nyaman.
Dia kemudian menatap pantulan dirinya di cermin. Melihat seorang wanita cantik dengan iris mata cokelat yang teduh. Denisya kemudian tersenyum tipis sembari mengatur helaan napasnya.
"Tenang Denisya, huft... tenang." Denisya kemudian memejamkan mata sejenak. "Kau juga pasti bisa menikmatinya."
Denisya kemudian keluar dari kamar, dan Dewa ternyata sedang menerima telepon sambil setengah berbaring diatas ranjang. Hanya mengenakan celana boxer dan bertelanjang d**a. Denisya hanya berdiri kaku di dekat pintu kamar mandi, memandangi Dewa yang terlihat begitu seksi.
"Aku sudah di apartemen. Tentu saja sendirian," ucap Dewa di telepon. Berbohong tentu saja sambil menatap Denisya yang berdiri sambil menatapnya. Kemudian terlihat mengalihkan pandangan ketika Dewa juga menatapnya. "Oh, hari cuma berbelanja? Tas mewah lagi?"
Denisya melirik Dewa yang tertawa kecil di telepon. Itu pasti telepon dari istrinya yang tinggal di Singapura. Batin Denisya.
"Yasudah kalau lelah. Oke, sampai nanti." Dewa kemudian mengakhiri telepon singkatnya dengan sang istri. Lalu kembali menatap Denisya. "Sampai kapan mau berdiri disitu?"
"Eum, baiklah aku—"
"Aku juga tidak mau repot-repot membuka kemejamu."
Ucapan Dewa barusan membuat Denisya meneguk salivanya sendiri. Denisya menghembuskan napas pelan dan mulai melepas kancing kemeja-nya satu persatu, hingga kemejanya benar-benar terlepas dan Dewa dapat melihat kulit putih yang begitu mulus serta buah d**a Denisya yang indah dibalik bra berwarna hitam yang dia kenakan.
Denisya menggigit bibir bawahnya ketika melepas kaitan roknya dan menurunkannya. Kini dia berdiri dihadapan Dewa dengan setelan bra dan celana dalam yang sedikit transparan berwarna hitam.
Denisya kemudian melepaskan kaitan bra-nya, dia juga ikut tersenyum ketika Dewa tersenyum juga melihat tubuh atas Denisya yang polos. Lalu Denisnya menghampiri lelaki itu. Denisya sudah mempersiapkan untuk tampil cantik dihadapan Dewa yang akan menidurinya.
Dewa sendiri segera merengkuh pinggang Denisya begitu sekertaris cantiknya naik keatas tubuhnya. Tanpa menunggu lama lagi Dewa segera menariknya kedalam sebuah ciuman yang lebih intens lagi ketika berada di mobil tadi.
Sambil melumat bibir indah Denisya, tangan Dewa tidak tinggal diam. Dia mengusap buah d**a Denisya dan meremasnya gemas. p******a Denisya benar-benar pas di genggamannya. Kemudian tangan Dewa turun, mengusap pinggang ramping Denisya, membelai punggung Denisya dan tangannya turun lagi.
Denisya benar-benar hilang akal ketika tangan Dewa mengusap pantatnya dan meremas-remasnya selagi mereka berdua berciuman. Dewa benar-benar bisa membuat Denisya serasa terbuai.
Puas dengan ciuman di bibir, bibir Dewa kemudian mengecup leher Denisya. "Kamu begitu manis, Taran." Puji Dewa ketika mencium parfum Denisya yang begitu manis. "Membuat aku benar-benar ingin melahapmu."
Sedangkan Denisya hanya mengulum bibrnya. Membiarkan bibir dan lidah basah Dewa mencecap lehernya.
Merasa harus melakukan sesuatu agar Dewa merasa senang dengannya, Denisya menurunkan tubuhnya. Mengecup d**a bidang Dewa yang selama ini dia ingin lihat, kini Denisya bisa mengelusnya dan mengecupnya sebanyak yang dia mau.
Ciuman Denisya makin turun, hingga kini wajahnya berada persis di depan bagian kejantanan Dewa yang masih tertutup celana boxer-nya dan berusaha tak canggung, Denisya menarik turun boxer Dewa.
Sungguh Denisya tidak berbohong bahwa dia sempat menahan napas sepersekian detik ketika harus menahan ekspresi takjubnya ketika melihat kejantanan Dewa yang perkasa. Cukup besar, namun tidak menakutkan.
Denisya berusaha sudah handal melakukannya, padahal ini adalah kali keduanya memegang kejantanan pria selain milik mantannya yang tidak seberapa menajubkan dibanding kejantanan Dewa.
Denisya meneguk salivanya ketika menggenggam pelan kejantanan Dewa yang sudah mengeras, kemudian Denisya menunduk, mengecup buah zakar Dewa dan menjilatnya, kemudian mengulumnya.
Dewa menghela napas berat ketika merasakan kuluman nikmat Denisya di buah zakarnya. Sedangkan tangan Denisya naik-turun membelai kejantanan Dewa dengan lembut, tidak terburu-buru dan Dewa menyukai segala kelembutan yang Denisya berikan.
Kemudian Denisya mengecup kejantanan Dewa, menyentuhkan bibirnya pada ujung kejantanan Dewa dan kemudian Denisya membuka mulutnya. Mengulum kejantanan Dewa sambil menatap Dewa.
Mulut Dewa sedikit terbuka ketika Denisya menatapnya sambil mengulum kejantanannya, membuat Denisya terlihat begitu seksi.
Denisya terus menaik turunkan kepalanya, mengulum kejantanan Dewa. Mengecupnya dari ujung atas hingga buah zakarnya, mengulum buah zakarnya lagi, menjilat kejantanan lelaki itu yang sudah mengeras secara keseluruhan.
Hingga Dewa menarik lengan Denisya untuk menyudahi tindakan blow job-nya dan Dewa segera mencium kembali bibir Denisya, dia tidak akan membiarkan dirinya menyemprotkan cairan s****a-nya dalam mulut Denisya. Tidak untuk saat ini.
Ditengah-tengah ciuman mereka, Denisya menggesek-gesekkan kewanitaannya yang basah pada kejantanan Dewa beberapa kali. Hingga Dewa menggenggam kejantanannya, mengarahkannya pada lubang kewanitaan Denisya.
"Aahh," Denisya mendesah ketika kejantanan Dewa yang keras dan besar ini masuk begitu nikmat di kewanitaannya.
Denisya sedikit mengangkat tubuhnya, membuat kejantanan Dewa sedikit keluar dari kewanitaannya. Kemudian Denisya menurunkan pinggangnya lagi hingga kejantanan Dewa benar-benar masuk secara pas mengisi kewanitaannya.
Denisya mulai menggerakan pinggulnya naik turun, Dewa juga terkadang menusukkan kejantanannya ketika gerakan Denisya terlalu lambat. Tapi Dewa menyukai Denisya karena desahan wanita itu alami, tak dibuat-buat terlalu berlebihan.
Dewa suka melihat ekspresi nikmat Denisya ketika kejantanan Dewa terus menusuk kewanitaannya dengan nikmat. Denisya mengusap dadanya dan Dewa kemudian menggenggam dua p******a Denisya, meremas-remasnya seiring dengan Denisya yang memompa tubuhnya diatasku.
Dewa memompa kejantanannya dari bawah, memasuki kewanitaan Denisya dengan cepat hingga Dewa merasakan dinding kewanitaan Denisya makin menjepit kejantanannya, semakin sempit dan menggesek penisnya semakin nikmat.
Tempo gerakan tubuh keduanya makin cepat, saling memompa demi sebuah pelepasan bersama. Hingga akhirnya Denisya menyentakkan pinggulnya dengan keras hingga merasa p***s Dewa benar-benar menusuknya hingga bagian paling dalam dan keduanya merasakan pelepasan hebat itu bersama.
Dewa memeluk Denisya dengan erat, makin menyentakkan kejantanannya ketika menyemburkan cairan kenikmatan di dalam kewanitaan Denisya dan dia merasakan kehangatan pada kejantanannya setelah Denisya juga mengalami pelepasan.
"Menajubkan, Taran. Kamu menajubkan." Puji Dewa sambil melepas kejantanannya dari kewanitaan Denisya.
Denisya hanya tersenyum puas, Dewa kemudian mengecup bibirnya sekilas. Lalu menyuruh Denisya untuk membalikkan badan dan menaikkan pinggangnya.
Memang tidak cukup sekali Dewa bercinta dengan Denisya. Karena setelahnya Dewa kembali memasukkan kejantanannya pada kewanitaan Denisya dari belakang, membuat Denisya melenguh karena merasakan kenikmatan yang lebih dalam posisi ini.
Denisya memejamkan matanya, mulutnya terbuka nikmat merasakan sentakan-sentakan dari kejantanan Dewa. Malam milik Denisya tidak akan terasa biasa lagi, karena mungkin dia akan lebih sering melakukan hal seperti ini bersama Dewa—atasannya.