Teza turun cepat-cepat dari mobil, tubuhnya terasa lengket, tak sabar ingin segera mandi.
Sebelum melangkah, Teza mengukir senyum manis untuk sang istri yang biasanya menunggunya di teras. 5 menit yang lalu sudah dia kabarkan, dia akan tiba sebentar lagi. Sebelumnya atau di saat Teza tidak melakukan lembur kerja. Tanpa capek-capek Teza kabarkan. Istrinya sudah menunggu dengan wajah dan tubuhnya yang cantik.
Di saat Teza menatap kearah teras, senyum manis Teza langsung luntur di saat Teza tak mendapati sang istri tercintanya dan tersayangnya di sana. Menunggnya.
Teza cepat-cepat mendekati teras. Sudah berdiri tepat di depan Bi Emi yang berdiri seperti menunggunya?
Ada apa? Mana istrinya?
"Mana istri saya, Bi? Ada apa bibi berdiri di sini?"tanya Teza dengan jantung berdetak cepat. Sungguh, Teza merasa sangat kecewa pada istrinya. Dia sudah capek-capek kerja banting tulang bahkan banting otak saking capek dan susahnya hari ini, istrinya dengan kurang ajarnya, untuk menyambutnya saja tidak di lakukan, sial.
Sebelum menjawab, Bi Emi menelan ludahnya kasar. Perempuan berumur 40 an tahun itu merasa sedikit ngeri melihat raut tak enak sang Tuan saat ini.
"Maaf, Tuan. Nyonya sedang temani Den Noah di kamar. Den Noah belum tidur dan masih mau dibacakan dongeng oleh mamanya."beritahu Bi Emi takut-takut.
Mendengar ucapan Bi Emi, jantung Teza semakin menggila di dalam sana.
Tak suka dengan alasan istrinya yang tidak bisa menyambutnya hanya karena sedang membacakan dongeng anak mereka.
Teza tanpa menjawab atau menyahut ucapan Bi Emi. Langsung melangkah begitu saja memasuki rumah.
Tak sabar ingin melihat wajah menyebalkan istrinya. Istrinya yang harusnya mumpung anak mereka belum tidur. Kenapa tidak sekalian menyambutnya dengan anak mereka, sesekali membuat dia senang di saat dia benar-benar tengah merasa capek saat ini.apa istrinya itu tidak bisa?
Bi Emi mengejar, Tuan Teza. Tas Tuan belum di serahkan padanya untuk dia bawakan ke ruangan kerja Tuan Teza.
"Maaf, Tuan. Tas-nya mari saya bawakan..."beritahu Bi Emi hati-hati . suasana hati sang Tuan yang sudah dia temani sedari 15 tahun lalu, sedang tak baik-baik saja saat ini. Jadi, dia harus hati-hati.
Bi Emi reflek menghentikan langkahnya, di saat Tuan Teza yang berada di depannya menghentikan langkahnya, sembari menoleh kearahnya saat ini.
"Bi Emi bukan istri saya. Istri saya lah yang wajib sambut dan membawakan tas kerja saya. Apa gunanya dia ada di rumah ini, kalau hal seperti ini, nggak bisa dia lakukan dengan rutin? Tugas istri, dari pria kaya sepertiku, nggak hanya ngangkang saja di atas ranjang kan, Bi Emi."ucap Teza benar-benar lepas kontrol, tak peduli, betapa pucat wajah Bi Emi yang mendengar ucapan lepas dan kasarnya barusan.
Teza mengusap wajahnya kasar. Sungguh, selain merasa capek, Teza merasa kesal dan muak saat ini.
2 jam lalu, di saat dia temani Vania mengantri makanan kesukaan Tante Elma, mama Vania. Tesa tak sengaja bertemu temannya Firman dan istrinya.
Firman dengan bangga , sombong memamerkan perut buncit istrinya. Ya, istrinya sedang hamil anak ke-3.
Sedangkan dia, baru 1 anak saja. Firman mengejeknya payah dan spermanya letoy. Tangan Teza mengepal erat, bayangan Firman yang menertawakannya tadi, menari bagai kusat rusak di depan pelupuk matanya saat ini.
"Sial. Kenapa untuk hamil anak kedua saja, Isani tak bisa? Makanan, kenyamanan, kesehatan, semuanya ku penuhi dengan baik. Tapi, dengan payahnya, hingga detik ini, Isani belum'-belum kunjung hamil.!"
Isani yang berbaring santai di samping tubuh sang anak yang sudah terlelap. Sejak Teza turun dari mobil, dia di buat tertawa oleh tingkah teza yang sangat menjijikkan.
Ingin di sambut olehnya, di kecup olehnya tangan menjijikkannya, lalu bibir kotor Teza akan balas mengecup kening bahkan mulutnya.
Hoek
Isani membuat ekspresi dan gerakkan ingin muntah.
"Tak sudi, aku Teza. Nggak sudi. Aku jijik sama bibir laki-lakiku yang sudah mencium dan mencumbu bibir bahkan leher wanita lain?"
"Dan anak? Kamu ingin punya anak ya? Sampai pinggangmu patah, sampai mulutmu berbusa, aku tak akan meloloskan maumu. Aku sudah pasang KB sayang sejak anak ke dua kita mati tanpa kamu tahu. Kamu terlalu fokus pada jalang itu dan keluarganya."
Brak
Bosan melihat wajah memuakkan Teza yang tak hanya nenyakitinya, tapi menyakiti calon kedua anak mereka. Isani melempar layar ponselnya yang menampilkan dan mengeluarkan suara Teza. Ya, Isani yang pintar, sudah menghubunghkan video cctv untuk semua sudut rumahnya dari depan sampai belakang ke dalam ponselnya.
Agar dia bisa memantau calon mantan suaminya dan si Vania jalang.
Dan Isani merasa senang, lega, berterimah kasih pada Imam.
Imam berhasil tutup mulut tentang kedatangannya tadi ke kantor pada Mas Teza.
Sehingga Isani yakin, apapun yang akan dia lakukan semoga berhasil. Dan semoga, sahabatnya Inez bisa menemukan dengan cepat, obat yang bisa membuat seorang laki-laki tak bisa memiliki anak dulu dalam jangka waktu yang lama.
****
Jantung Isani berdebar cepat di dalam sana, menghitung detik demi detik dalam hati kedatangan suaminya ke dalam kamar ini.
Ia baru saja mengintip suaminya ke dalam kamar mereka, dan suaminya tengah berpakaian tadi. Tak membuang waktu lama, cepat-cepat Isani kembali ke dalam kamar anaknya. Kembali berbaring di samping anaknya yang tidurnya semakin pulas, tidak ada beban sedikitpun di wajahnya dan bahkan dalam tidurnya anaknya terlihat tersenyum. Membuat hati Isani lega dan senang melihatnya. Inilah yang di inginkan, di harapkan oleh seorang ibu, anaknya selalu bahagia bahkan kalau bisa dalam dunia tidurnya pun sang anak harus bahagia.
Ceklek
Suara pintu yang di buka dari luar, menyapa nyaring telinga Isaani dalam kamar yang lengang ini. Dan aroma milik suaminya, parfum, sampo dan sabun yang mereka pakai berdua, langsung memenuhi seluruh sudut kamar ini, memenuhi indera penciuman Isani yang sudah mencengkram erat ujung selimut milik sang anak.
"Apakah kamu sudah tidur, sayang?"tanya suara itu lembut sekali, membuat jantung Isani semakin menggila di dalam sana. Tidak. Tidak. Bukan karena senang atau salah tingkah jantungnya semakin menggila di dalam sana, tapi karena amarah dan rasa jijik.
Andai aku tidak melihat kelakuan gilamu dengan, Vania, siang tadi, Mungkin aku akan menangis karena bahagia saat ini.
Tak ada jawaban atau sahutan, untuk menyalurkan rasa marahnya, Teza menggigit kuat-kuat bibir bawahnya.
Sial. Apa maksud semua ini? Kenapa Isani malah ikut tidur dengan anaknya? Apakah Isani ingin dia tidur sendiri malam ini?
Tidak akan Teza biarkan. Teza yang setengah mati meredam dan membuang rasa marah dan kesalnya agar tidak ada keributan malam ini tentang semuanya, Isani yang tak menyambutnya, dan yang utama belum kunjung-kunjung hamil lagi. , lalu dia melakukan tujuan dan keinginannya sampai berhasil, yaitu membuat Isani-nya hamil.
Ya, hanya Isani. Isani dan Isani. Perempuan cantik dan hebat, yang selalu membuat dia jatuh cinta di setiap hari dan bahkan di setiap detiknya. Tidak ada ruang untuk wanita lain dalam dirinya, tidak ada!
"Sayang..."panggil Teza lagi, masih menahan sabar. Kedua kaki panjangnya melangkah pelan mendekati Isani yang tubuhnya terlihat bergerak pelan di dalam sana.
Teza tersenyum. Isani nya belum tidur.
"Aku hampir tidur, Mas. Untung ada kamu yang datang bangunin aku secara tak langsung,"ucap Isani parau. Isani yang terpaksa dan berat hati harus berpura-pura baik, melunak. Dan setelah mendapatkan obat yang dia minta Inez mencarinya saat ini. Bom. Ya. Isani akan melempar bom besar pada laki-laki jahat yang saat ini
Glek
Isani menelan ludahnya kasar, di saat tangan besar dan hangat suaminya sudah meremas lembut bokongnya saat ini. Dan tangannya yang lain, tengah mengelus puncak kepalanya lalu turun pada lehernya, membuat garis dan pola di sana dengan gerakan yang sangat lembut dan hati-hati, dan hal ini membuat Isani benci pada dirinya sendiri. Harusnya... harusnya sentuhan suaminya saat ini, tak membuat miliknya beraksi dan terasa agak gatal dan lembab di bawah sana oleh cairan gairahnya. Suami jahatnya selalu berhasil memancing gairahnya dan dia sangat-sangat murahan kan saat ini?
Tidak. Tidak. Selama seminggu ini kamu wajib pura-pura baik, lemah pada Mas Teza, Isani. Bahkan..kamu masih harus melayaninya. Dan kamu tidak usah takut. Kamu tak akan hamil. Sudah ada a**************i dalam tubuhmu. Batinnya berkata tegas dan tegar di dalam sana.
"Apa aku menganggu tidurmu, Sayang?"tanya Teza parau.
Jelas kamu menganggu tudur istri cantikmu. Dasar bodoh. Maki batin Teza pada dirinya sendiri.
"Maaf, maaf. Aku sudah menganggu tidurmu..."minta Teza lembut tangannya dengan hati-hati, membalik tubuh sang istri agar menghadap kearahnya. Dan Teza menahan nafas kuat di saat... Teza menatap pada kedua bibir istrinya yang basah dan bewarna pink alami tanpa polesan apapun saat ini.
Ah, sial. Teza tak bisa menahan tangannya untuk tidak menjempit bibir indah milik sang istri menggunakan kedua tangannya.
"Indah, indah sayang. Wanita lain lewat."gumam Teza dengan kedua mata terpejam. Teza membayangkan bibir Vania yang dia kecup dan dia mainkan dengan tangannya. Lebih kenyal, indah, bibir milik istrinya. Teza bergidik. Membuka matanya di saat salah satu jarinya sudah istrinya kulum saat ini.
Senyuman menggoda yang di buat-buat Isani langsung menyapa pandangan Teza.
Teza yang tubunya tremor kecil dari ujung kali hingga ujung kepala saat ini.
"Mas, "desah Isani parau.
"Apa sayang? Katakan, apa yang kamu inginkan?" Bisik Teza tepat di depan kedua bibir istrinya yang yang harum, hembusan nafas istrinya yang sepertinya barusan makan mie juga, bahkan terasa harum di indera pencium Teza yang sangat cinta mati pada istrinya.
"Antara aku dan Vania, misal kami sama-sama berada dalam bahaya, siapa yang akan kamu selamatkan lebih dulu?"tanya Isani takut-takut. Tidak, Isani tidak takut akan bunyi pertanyaannya. Isani takut, suaminya menjawab hal yang akan membuat dia sakit hati mendengarnya.
Dan Isani sungguh sangat kecewa. Suaminya terlihat berpikir keras. Apakah pertanyaannya barusan sangat sulit untuk di jawab? Harusnya mudah kan? Suami lain pasti dengan tegas akan menjawab menyelamatkan istrinya terlebih dahulu. Tapi, suaminya sepertinya sangat susah untuk menjawab pertanyaan remeh di atas.
Jangan nangis. Jangan menye-menye Isani. Teriak batin Isani kuat.
Teza menelan ludahnya. Dalam sekejap merasa kesal. Apa gunanya istrinya bertanya hal barusan? Isani adalah istrinya. Salah satu orang kaya di kota ini. Ya, jelas Isani tidak akan pernah berada dalam bahaya apalagi berada dalam bahaya bersamaan dengan Vania.
"Aku, Mas? Misal antara kamu dan Noah berada dalam bahaya, dan aku bisa menolong kalian berdua. Tanpa pikir panjang, aku akan selamatkan Noah terlebih dahulu. Alasannya? Suami dan istri bisa berpisah atau cerai, setelah berpisah akan jadi mantan. Sedangkan dengan anak? Tidak ada istilah bekas atau mantan anak."ucap Isani tegas, tak memedulikan, betapa pucat wajah suaminya saat ini akan pernyataannya yang tanpa pikir panjang barusan.
Lalu Isani melirik kearah tengah tubuh suaminya. Isani menahan tawa sebisa mungkin. p***s suaminya berdiri tegak tadi, tapi saat ini? Sudah loyo dalam sekejap.
Mampus kamu, Mas. Kamu kira saja yang bisa buat aku sakit hati? Aku juga bisa!
Untung bukan pria lain yang ku jadikan pilihan, lanjut hati kecil Isani puas.
tbc