rencana licik pelakor

1826 Kata
Menelan ludah kasar, dan gugup, tangan Isani hampir membuka pintu kerja suaminya, tapi tangannya hanya melayang di udara, dering panggilan yang berasal dari ponselnya, menyela aktifitas Isani. Isani tak langsung merogoh ponsel dalam tas kecilnya, dan melirik kearah belakakngnya. Senyum manis dan sopan Imam, langsung menyambutnya. "Aku angkat panggilan dulu, ya? Aku akan kasih kamu bonus sudah bantu bawaain sarapan aku dan mas Teza."Isani melirik kearah rantang 5 susun yang di pegang Imam. Sepulang dari cafe, Isani cepat-cepat mencari warung nasi padang, dan membeli semua untuk sarapan mereka saat ini, ya untuk sarapan dia dan suaminya dan di sayur kesuakaan suaminya sudah Isani bubuhkan obat yang di berikan Inez padanya. "Bu Isani, saya ikhlas. Nggak usah kasih bonus, gaji yang Tuan Teza berikan sudah lebih-lebih dari cukup banget."tolak Imam lembut, mengukir senyum yang semakin lebar, agar sang nyonya di depannya tidak sungkan meminta tolong hal remeh seperti ini padanya. Dan hati Imam sangat senang. Dia yang baru masuk ke dalam kantor, berpapasan dengan nyonya Isani. Padahal Nyonya Isani terlihat sangat marah dan sampai ingin bercerai kemarin. Dan saat ini, nyonya Isani dengan wajah riang membawa makanan untuk Tuan Teza Imam yang sudah bekerja nyaris 7 tahun di sini, tak mau, rumah tangga sang bos yang secara tidak langsung sudah memberi nafkah, memberi kerja, hancur hanya karena wanita murah dan jelek seperti Vania. "Baiklah,"kata Isani singkat. Isani merogoh ponselnya dan wajah cerah yang di buat-buat Isani, berubah masam di saat Isani melihat Vania lah orang yang sudah menelponnya barusan. "Ada dia menelponku?"desisnya tak suka. Dan Isani mendecih, wanita tak tau malu itu tak hanya menelponnya, tapi mengiriminya juga pesan. Tak membuang waktu, dengan wajah semakin masam, Isani membuka chat Vania. Dan Isani ingin muntah melihat ss yang di kirim Vania padanya. "Mas apa aku sesksi pake gaun ini?"baca Isani mengejek dengan ekspresi jijik ss berserta gambar yang Vania kirim "Sangat seksi, Nia. Menggoda juga."baca Isani lagi, kali ini dengan gerakan dan ekspresi ingin muntah. Tidak. Tidak mempan. Dia memang marah saat ini, tapi untuk sakit hati, apalagi nangis-nangis melihat suaminya yang memuji, menggoda, tubuh wanita lain, Isani sudah kebal. Lihat suaminya yang mencumbu Vania saja dia tidak nangis. Apalagi hanya melihat ss yang berisi chat menjijikkan di atas. Tanpa membalas pesan tak faedah itu, Isani menyimpan kembali ponselnya pada tempatnya tadi. "Mari kita masuk, Imam."ajak Isani yang raut wajahnya sebisa mungkin Isani buat lembut. Menyesal. Karena dialah yang akan pura-pura meminta maaf, merayu Teza nanti. Imam mengangguk dengan wajah meringis. Jantung Imam berdentam-dentum. Melihat dan mendengar segalanya barusan. Bodoh. Bodoh. Dimana sih otak Tuan Teza? Kenapa mudah dan suka sekali menyakiti istrinya? Heran batin Imam. Siapa lagi, yang di maksud nyonya barusan, kalau bukan Tuan Teza dan Vania kan? **** Takut apa yang dia alami sedari tadi, hanya halusinasinya, Teza sampai -sampai bekerja hanya menggunakan satu tangan. Sedangkan tangan yang lain, Teza gunakan untuk mengelus lembut punggung sang istri yang duduk dengan sangat e****s di atas pangkuannya. Satu buah kursi, menanggung beban dua orang. Isani duduk mengangkang di atas paha suaminya. Sedang kedua kakinya nyaris menyentuh lantai, karena kursi kerja Teza, tepat di samping kiri dan kanan pinggangnnya bolong, sehingga kaki Isani yang tidak terlalu panjang lolos di sana. Kedua tangan Isani, mendekap tubuh Teza. Sedangkan wajahnya yang kedua matanya terpejam, menyandar nyaman dan menikmati d**a tegap dan hangat calon mantan suaminya dan ---momen seperti ini, tidak mungkin bisa dia rasakan lagi di masa depan bahkan di dua minggu atau satu minggu yang akan datang. Pasangan suami istri itu, 10 menit yang lalu telah menghabiskan sarapan mereka dengan lahap. Mengobrol, dan saling meminta maaf antara satu sama lain. Ah, isani dulu maksudnya yang pertama kali minta maaf, lalu setelah itu Teza. "Mas, bilang kalau kamu merasa pegal."ucap suara itu manja. Teza reflek menggeleng keras. "Aku nggak merasa capek sedikitpun, pangku kamu sampai malam, bahkan aku sanggup, walau aku harus merasa pegal setelahnya."Teza menghentikan aktifitas tangannya yang sedari tadi sibuk menggerakka mouse. Lalu kedua tangan pria itu balas memeluk tubuh istrinya yang harum dan lembut. Haish, Teza sungguh mencintai wanita cantik yang ada di atas pangkuannya ini. Andai... andai Isani, menyuruhnya memilih antara Isani dan anak mereka. Teza akan menjawab lantang tanpa pikir panjang. Teza akan memilih istrinya. Teza akan memilih Isani. Anak di saat dewasa, akan pergi meninggalkan mereka bersama pasangannya. Sedang suami istri sampai mati akan tetap bersama. Terus, misal anak mati, tinggal membuatnya lagi. Begitu kira-kira yang ada dalam kepala Teza. Tapi, istrinya menyuruhnya memilih antara istrinya dan Vania. Ya, Teza akan pilih Vania. Teza memiliki hutang dan perasaan bersalah yang amat besar pada Vania. Yang belum mampu Teza bayar sampai saat ini. Ingin bayar dengan uang. Vania adalah orang yang berduit juga kedua orang tuanya, Vania pun bahkan memiliki usaha sendiri. Teza menggeleng-geleng. Jangan memikirkan wanita lain. Fokus pada istrimu, Teza. Batin teza tegas. Isani yang merasakan gelengan suaminya, mengernyitkan keningnya dan langsung bertanya. Ada apa dengan suaminya. "Ada apa, Mas? Kamu menggeleng barusan?"Isani menarik wajahnya dari depan d**a suaminya, mendongak, menatap tepat pada bola mata suaminya yang menampilkan banyak sinar dan maksud di sana. Isani menelan ludah kasar. Sinar cinta, ketulusan, kasih sayang dan tengah berpikir. Jangan luluh. Jangan luluh. Peringat batin Isani. isani yang tak bisa menahan tangannya untuk tak mengelus jakun suaminya yang bergerak-gerak dengan memburu saat ini. Tenggorokanmu sudah menelan obat jahat dariku, Mas. Bisik hati kecil isani, cemas, takut, senang. Semua membaur menjadi satu. Sungguh, laki-laki yang semakin mengeratkan pelukannya pada tubuhnya saat ini sangat baik, nyaris tidak pernah menyakitinya. Tapi, sejak kedatangan Vania, semuanya berubah. Suaminya lebih banyak membela dan mendengarkan apa kata Vania. "Enggak apa-apa sayang, aku masih tak percaya, kita akan baikan secepat ini, biasanya paling cepat 3 atau 7 hari diam-diaman baru kita baikan."ucap Teza jujur dan bohong sekalian. Vania lah yang dia pikirkan tadi. Tapi, hal yang di ucapkannya juga barusan, di pikirkan juga oleh Teza saat ini Mau dia benar, mau dia salah, wajib dia lah yang minta maaf dan membujuk Isani. Baru mereka berbaikan untuk masalah apapun yang mereka alami. Walau ada lah sesekali. Isani lah yang harus membujuk dan meminta maaf padanya. Isani mangguk-mangguk saja mendengar alasan suaminya akan anggukannya tadi. Entah bohong atau tidak. Isani tak peduli. Isani memejamkan mata. Suaminya mengecup pucuk hidungnya. Mengecup keningnya, lalu terakhir suaminya mengecup bibirnya. Membuat bayang-bayang suaminya yang mencumbu Vania kemarin menyerang ingatan Isani. Tapi, Isani cepat-cepat, mengepalkan kedua tangannya, lalu mengusir kuat bayangan menjijikkan itu. Isani memejamkan matanya kuat. Bibirnya belum di lepaskan oleh suaminya. Masih dikecup tanpa melakukan apapun. Sampai sebuah pernyataan yang terdengar sangat lirih dan penuh harap yang di bisikan suaminya tepat di depan bibir Isani, membuat Isani perlahan membuka kedua matanya. "Ayo kita buat anak, Sayang. Sungguh, aku ingin sekali punya banyak anak dengan kamu. Hanya dengan kamu. Dan hanya kamu yang pantas mengandung anakku, nggak ada wanita lainnya. Hanya kamu." Mendengar bisikan lirih, penuh harap suaminya, Isani rasanya ingin menangis keras sekaligus tertawa. Suaminya kembali ngebet, karena gengsi dan di ejek temannya Firman. Bukan mau dari hatinya yang dalam. Dan bullshit. Hanya ingin punya anak darinya? Isani tak akan percaya ucapan bohong suaminya yang ini. "Mau main di mana? Mas lagi sibuk. Di rumah saja, ya?"Isani mengelus d**a suaminya. "Biar mainnya fokus, dan tidak buru-buru, aku maunya main di rumah aja."tambah Isani cepat-cepat, melihat suaminya yang akan menolak usulannya. Isani menatap kesetiap sudut ruangan suaminya. Jijik isani. Jijik di sentuh suaminya di tempat bersih tapi sudah kotor oleh kelakuan gila suaminya dan Vania. Untuk masuk ke dalam ruangan ini saja, percayalah. Sedari tadi, Isani merasa menahan rasa jijik sekaligus deg degan dan trauma. "Baiklah, kita buat calon adik Noah di rumah saja."nyerah Teza dengan senyum lembut. Ah, teza jadi tidak sabar, hari segera berganti malam. Biar dia bisa segera nenyentuh istrinya yang sangat dia rindukan. Dan Membuat bayi yang lebih penting. Menunjukkan pada Firman, kalau dia adalah laki-laki nyaris sempurna di dunia ini, tidak payah seperti ejekan menjijikkan Firman kemarin. "Terimah kasih, Mas. Sudah mau menerima usulanku."ucap Isani lembut. Yang di balas kecupan lembut Teza pada bibirnya. Dan Teza saat ini, kembali fokus pada pekerjaannya tanpa menurunkan istrinya dari pangkuannya, agar dia bisa segera pulang ke rumah dan melalukan segala rencananya nanti malam **** Vania tersenyum-senyum melihat bubuk warna putih yang ada dalam botol kecil di tangannya. Sungguh, Vania tidak sabar, malam segera berganti pagi. Vania tidak sabar ingin melakukan rencananya yang akan membuat Teza jatuh ke tangannya, bahkan Teza juga atas permintaan manjanya nanti, harus dan wajib menceraikan Isani. Dengan senyum yang masih belum padam, Vania melangkah cepat mendekati meja riasnya. Vania ingin berkaca. Ingin melihat wajah dan tubuhnya. Tubuhnya yang sudah melakukan perawatan sore tadi, langsung menjadi pusat tatapannya saat ini. Putih, bersih, mulus dan menggoda. Dan harum juga. Harum dan aroma yang sangat Teza sukai di waktu mereka masih SD dulu Agar Teza semakin bernafsu padanya, sekitar 2 jam, Vania mengelilingi mal, untuk mendapatkan parfum yang akan membuat Teza menggila besok malam atau besok lusa. Lalu tangan Vania, naik, merayap di atas wajahnya yang tak luput dari perawatan juga sore tadi, lalu... dengan jantung yang semakin berdegup gila-gilaan, Vania meraba kedua bibirnya. "Ah, ini yang paling panas, terbukti Teza mengecup dan memakannya sampai Teza terlihat sangat tak rela melepaskan bibir indahku kemarin."ucap Vania bangga, menatap takjub dan penuh bangga pada bibirnya yang berwarna merah menggoda saat ini. Sial. Sungguh, Vania tak sabar sekali, ingin hari segera berganti pagi. Lalu, tatapan Vania, sudah kembali menatap pada bubuk putih yang ada dalam botol kecil--- yang masih setia tangannya genggam dengan penuh cinta dan perlindungan, jangan sampai botol yang berisi obat ajaib itu tumpah. Cup Vania mengecup bubuk putih di balik botol itu. "Obat perangsang, yang akan membuat Teza hilang akal." "Tak akan mama biarkan, kamu melakukan hal hina, menjijikan dan memalukan ini, Vania."Helia yang baru datang, memotong ucapan Vania bahkan dengan mudah sudah merampas botol kecil berisi bubuk putih itu, lalu dengan amarah, Helia brak membanting botol putih itu sampai isinya berhamburan di atas lantai. "Apa yang kau lakukan mama?!"bentak Vania marah. Menatap nanar kearah obat terangsang terbaik yang dia dapatkan dari seorang teman siang tadi yang sudah tercecer di atas lantai. Helia yang menatap nanar kearah lantai, menoleh kaku kearah sang anak. Dengan Vania yang reflek melangkah mundur, dan Helia yang tak menyerah, anaknya menjauh darinya, maka dia akan semakin mendekat. Dekat, sampai ujung kaki keduanya bersentuhan saat ini. "Apa yang mama lakukan?"desis Helia marah. Lalu... tanpa Vania duga... Plak Satu tamparan yang sangat kuat, Helia layangkan pada pipi kanan anaknya Vania. "Menamparmu adalah hal yang sangat ingin ku lakukan sejak kamu memutuskan ingin menjadi perusak rumah tangga sahabatmu, teza. Dan mama sudah melakukan apa yang mama inginkan sejak dulu, yaitu menamparmu, Vania"ucap helia benar-benar marah. Bahkan Helia merasa sangat sesak pada dadanya saat ini, tak menyangka anaknya Vania akan senekat dan segila ini. "Mama sangat tahu, obat yang ada di lantai, sangat bisa kamu dapatkan lagi dengan mudah. Tapi, mendapat maaf dan kesempatan dari mama tidak lah mudah. Silahkan kamu lakukan aksi gilamu, maka setelah itu, kamu tidak akan ku anggap sebagai anakku lagi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN