Seakan cuaca hari ini sudah bekerja sama dengan seorang anak laki-laki yang duduk bersila dengan kedua tangan melipat di depan d**a, menunjukkan anak itu tak mau di sentuh sedikitpun oleh siapapun.
Cuaca 25 menit yang lalu sangat lah cerah, secerah dan seriang hati Noah yang akan jalan-jalan ke pantai bersama mama dan papanya.
Tapi, di saat Noah mendengar papa tidak jadi pergi dan menyuruhnya hanya pergi dengan mama dan sopir saja. Hati Noah yang riang dalam sekejap lenyap, di ganti dengan rasa sedih dan kesal. Awanpun ikut membuat langit cukup gelap di atas kepala sana.
Sedangkan seorang wanita yang duduk kaku di samping anaknya yang tidak lain adalah Isani. Wanita itu diam saja dengan tatapan lurus ke depan. Memberi anaknya waktu tanpa membujuk atau tanpa melihat wajahnya untuk mengolah emosi dan perasaannya.
"Papa! Main lempar-lemparan pake pasir yuk!"
"Papa! Nanti kita naik kuda ya!"
"Papa, olesin dulu punggung Ian dengan tabir surya, biar Ian anak ganteng kita nggak itam, Papa..."
Suara-suara di atas, milik para keluarga yang lain yang datang ke pantai indah dan jernih ini, menyapa indera pendengar Isani. Dan Isani yakin, anaknya pun mendengar suara-suara manja dan penuh kebahagiaan di atas dengan keluarga lengkap mereka.
Pelan-pelan, Isani menatap kearah anaknya. Dan Isani menahan nafas kuat, melihat... tatapan sang anak yang baru berumur 4.8 tahun terpaku pada... anak yang bernama Ian yang punggung kecilnya sedang di olesi tangan lebar papanya dengan tabir surya. Dan sesekali papanya terlihat menggelitik gemas perut anak itu. Lalu anak itu akan tertawa sampai seluruh tubuhnya terguncang.
Glek
Suara seseorang yang menelan ludahnya kasar, menyapa telinga Isani, Isani yang dalam sekejap kedua matanya sudah berkaca-kaca, karena sang anak lah yang menelan ludah barusan, dan masih menatap ngiler kearah Ian dan papanya.
Ian yang saat ini sedang papanya gendong mendekati bibir pantai.
"Mau mandi? Ayuk, kita mandi bareng, tapi mama olesin dulu tabir surya sama punggung Noah, biar Noah anak mama gak itam."Isani menyentuh bahu anaknya. Wanita itu menahan nafas melihat sang anak yang menggelengkan kepalanya kuat saat ini.
"Mama ndak malahin, Noah? Noah tadi kasal dan pukul papa...."Anak itu menyeruakan isi kepalanya. Selain sedih, anak itu memendam rasa takut, akan kelakuan kasar dan kurang ajarnya sama sang papa.
Mendengar ucapan anaknya, Isani menegun. Tak percaya, kata-kata barusan akan keluar dari mulut anaknya. Isani berniat melupakan sejenak apa yang sudah sang anak lakukan pada papanya. Isani akan menasehati dan menegur nanti malam. Ingin menasehati saat ini, kasian anaknya. Anaknya sedang menahan rasa kecewa dan kesal saat ini.
Mama diam. Lama menjawab pertanyaan takut-takutnya, membuat Noah takut, dan meremas-remas tangan kecilnya resah.
Semua ekpresi Noah saat ini tak luput dari pandangan Isani yang menggelengkan kepalanya kuat saat ini.
"Nggak, mama nggak marah. Mamah memaklumi apa yang sudah Noah lakukan sama papa. Tapi, lain kali jangan di ulangi ya? Jangan main pukul, jangan kasar? Bukan hanya sama papa, mama. Tapi jangan kasar sama siapapun. Apabila ada masalah, kesedihan, Noah di buat kecewa dan marah, di bicarakan secara bak-baik."Isani menelan ludah kasar, menatap dalam pada manik coklat anaknya yang berpendar polos saat ini mendengarkan dengan baik nasehat darinya. Dan Isani tersenyum lebar, melihat kepala kecil anaknya, yang perlahan tapi pasti, terlihat mengangguk pelan.
"Anggukan Noah barusan, artinya Noah paham ucapan mama barusan?"tanya Isani memastikan.
"Iya, Noah paham, Mama."sebut Noah seraya bangun dari dudukannya. Anak itu ingin di pangku mama. Sebelum mendudukkan bokongnya di paha mama. Anak itu memukul-mukul bokongnya yang di tempeli oleh pasir, setelah di rasa bersih, anak itu meminta dengan raut malu-malu pada mama keingiannya.
"Nda mau mandi. Maunya di pangku sayang sama mama..."ungkapnya malu-malu, dan tanpa menunggu jawaban mama.
Bugh. Noah sudah menjatuhkan bokongnya di atas kedua paha mama yang duduk selonjoran sedari tadi.
"Minta ijin, tapi langsung duduk sebelum mama kasih ijin."sindir Isani yang saat ini sudah mengecup-ngecup puncak kepala anaknya. Anaknya yang seberapa jahat apapun Teza padanya sebagai ibu Noah. Noah tidak boleh sampai memendam benci dan dendam pada Teza. Apalagi sampai melakukan kekasaran pada Teza.
Anaknya Noah harus menjadi anaknya yang baik, sholeh. Tidak perlu ada dendam apapun. Keinginan hati Isani tak muluk-muluk saat ini. Berpisah dengan cara baik-baik, itu sudah lebih dari cukup. Sakit hati, batinnya selama ini, karena ulah Teza dan Vania, biar Tuhan yang membalasnya.
"Mama baik, sayang, Noah. Tanpa tanya, Noah langsung duduk, mama nggak akan malahin apalagi tolak mau Noah kan?"ucap Noah seraya mendongak kearah mama. Anak itu menggerak-gerakkan alisnya menggoda sang mama.
Isani mendengus keras-keras, ucapan pede anaknya yang seperti suaminya Teza.
ah, sebentar lagi akan jadi mantan suami. Ralat batin Isani. Yang besok, akan melempar bom yang sudah dia siapkan pada Teza.
"Yaaaah"desah Isani dengan nada dan raut kecewa yang di buat-buat.
", hati dan pikiran mama, benar-benar udah di tebak semua sama anak ganteng mama."lanjut Isani pura-pura sedih ucapan Noah.
"Mana ada!"jerit Noah tertahan. Bagai belut sudah berdiri dari dudukkannya di atas paha mama.
Anak itu berkacak pinggang. Isani menahan nafas. Beberapa pengunjung lain segera menatap kepo mendengar pekikan keras Noah barusan.
"Noah gak tau tuh, isi hati mama, kapan membelikan sepeda untuk, Noah..."ucap Noah cemberut kali ini. Anak itu mendadak kesal. Mama berkata akan belikan sepedenya dalam waktu dekat. Dekatnya kapan. Sudah 8 jempol terlewat atau 8 hari. Sepeda yang mama mau belikan belum ada-ada.
Isani tersenyum penuh arti mendengar ucapan pintar anaknya, lalu menjawab rasa penasaran anaknya dengan cara berbisik tepat di depan telinga Noah.
"Mama akan belikan besok, tapi Noah siapkan, mulai besok, Noah akan berjauhan dengan papa dalam waktu lama. Noah hanya akan tinggal dengan mama saja di kota lain, sedangkan papa tinggal..."
"Siap. Siap. Siap. Asal aku punya sepeda, dan asal aku ikut mama.. "sela Noah sumringah ucapan mamanya. Bahkan anak itu, sudah menggelantung di bahu samping kiri Isani. Yang jantungnya mau meledak karena bahagia melihat keantusiasan anaknya saat ini.
Anaknya di rayu dengan sepeda, 8 hari yang lalu, langsung mau dan setuju, ikut dengannya, tinggal jauh dengan papa dalam waktu yang cukup lama.
Isani merasa tenang dan lega, anaknya Noah berada dalam genggamannya saat ini. Anaknya akan ikut dengannya walau dia dan Teza bercerai.