Sepergian keluarga Rehan, Maura sedikit terdiam di dalam kamar pengantin nya. Ia takut tinggal bersama keluarga barunya yang sekarang, masih terasa begitu asing untuk nya. Dan lagi, ini adalah malam pertama baginya dan juga Vernon. Walau pun mereka sudah menikah, tapi Maura tidak ingin memberi kan kegadisan nya untuk pemuda tersebut, lantaran tanpa adanya landasan cinta di antara kedua nya.
Ia menikah dengan Vernon hanya karena paksaan dari Rehan, untuk menguras kekayaan pemuda tersebut. Maura meremat selimut tebal nya, ketika mendengar suara ketukan langkah kaki menaiki tangga. Ia yakin bahwa suara itu berasal dari langkah Vernon, menuju kamar mereka.
Ya! Kamar mereka berdua.
"Ya... Tuhan, bagaimana ini...... bagaimana pun caranya, aku harus mencari alasan agar pemuda itu tak menyentuh ku," gumam Maura gelisah.
Vernon memasuki ruangan tersebut, tersenyum simpul kala melihat istri tercintanya tengah menatapnya di atas kasur.
Berlahan pemuda itu berjalan dan duduk di ranjang yang sama dengan ranjang yang di duduki Melisa.
"Baby...,kau terlihat pucat, apa kau sakit hm?," Tanya Vernon khawatir, Maura tersenyum dalam hati, akhirnya ia punya alasan untuk menolak sentuhan lelaki di samping nya ini.
"Aku lelah,.. dan sedikit pusing," keluh Maura, yang mana membuat Vernon kalang kabut.
"Astaga Baby.,. kenapa kau tidak bilang dari tadi hm? Aku bisa memanggil kan Dokter untuk mu...," Paniknya kalang kabut.
Maura membelalakkan kedua matanya, ia tak ingin di periksa Dokter. Bisa-bisa semua rahasia nya terbungkar sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Aku tidak apa-apa sayang..,. sungguh, aku hanya kelelahan saja," elak Maura, ia berharap Vernon mau mengerti dirinya.
Akhirnya Vernon sedikit bernafas lega mendengar ucapan istri tercintanya.
"Bagaimana dengan Baby di dalam sini? Apa kau merindukan Daddy sayang...?," Vernon beralih ke area perut datar istrinya, mengelusnya pelan dan menciumnya, seakan ia mengira ada kehidupan di dalam nya. Maura memaksa kan bibirnya untuk tersenyum, melihat tingkah Vernon yang terlihat begitu bahagia. Pemuda itu sangat mengharapkan kehadiran malaikat kecil nya, namun Maura tidak ingin itu terjadi.
Ia tidak begitu yakin dengan perasaan nya. Entah ia hanya merasa kasihan atau merasa bersalah pada pemuda di hadapannya. Yang jelas bukan rasa cinta yang ia rasakan. Maura merasa tidak pantas untuk mempunyai rasa cinta di dalam hidupnya, ia begitu hina dan munafik.
"Sayang...aku ngantuk, ayo kita tidur," ucap Maura tak ingin menyaksikan berlama-lama kegiatan Vernon di bagian perutnya, yang menurutnya sangat menggelikan.
Vernon mendongak kan kepalanya menatap wajah istri cantiknya.
"Baiklah... padahal aku ingin berlama-lama dengan baby,..."gumamnya sembari mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh istrinya berbaring, menarik selimut tebal nya untuk menutupi setengah tubuh mereka berdua.
"Baby,...aku sangat mencintaimu dan juga baby kecil," ungkap Vernon terdengar begitu tulus. Maura tersenyum manis dan mengangguk. "Aku tau itu...," Sahutnya tanpa membalas perkataan pemuda tersebut.
Vernon tersenyum getir, kenapa Maura tak membalas ucapan cintanya? Namun tak apa ia yakin bahwa gadis tersebut juga merasakan hal yang sama untuk nya, batin Vernon positif. Dan akhirnya mereka berdua pun terlelap dalam dunia mimpi, Maura sedikit terusik dengan getaran phonselnya di atas nakas, dengan mata terpejam ia mencoba menggerayangi benda pipih yang terlihat menyala itu, memicingkan matanya untuk melihat layar silau tersebut dan melihat siapa orang yang tak punya akhlak malam-malam begini mengganggu tidur nya.
Seketika ia membelalakkan matanya lebar, kala melihat nama yang tertera di layar phonesel itu, yang tak lain adalah Rehan, Paman bejatnya. Maura menoleh ke arah samping dimana suami nya tertidur, dirasa sudah aman, ia beralih menuruni ranjang pelan dan pergi ke luar balkon kamar nya. Mengangkat panggilan telphone dari lelaki paruh baya tersebut.
"Iya Paman, ada apa?," Tanya Maura curiga. "Mana uang yang ku minta, kenapa kau tidak mengirimkan nya? Apa sengaja ingin melupakan ku? Mentang-mentang sudah menjadi orang kaya," geramnya dari sebrang.
Maura memejamkan kedua matanya, menahan emosi yang kian membuncah di dalam dadanya. Ia hanya tak habis fikir dengan cara kerja otak lelaki itu, bagaimana bisa ia meminta uang padanya? Sedang pernikahannya saja baru usai tadi siang dan mana mungkin ia langsung meminta uang pada suaminya? Sangat mustahil baginya.
"Paman... tolong mengerti keadaan, pernikahan ku baru saja selesai tadi siang dan aku tak mungkin meminta uang sekarang pada Vernon, apa anggapan pemuda itu nanti padaku, aku janji pada Paman jika Vernon sudah memberiku uang, aku akan langsung mentransfer nya untuk Paman," ucap Maura sesabar mungkin.
Terdengar decakan malas dari sebrang sana. "Ck.... baiklah, awas saja jika kau berbohong, aku akan membongkar kebusukan mu pada keluarga Vernon," ancam Rehan dan kemudian menutup panggilan telphone nya sepihak. Maura terdiam, sedikit berfikir. Bukankah rencana ini yang merencanakan adalah Rehan, dan dia seenaknya bilang akan membongkar semua nya? Apa dia sudah gila?. Batin Maura bertanya-tanya.
Maura kembali memasuki kamarnya dan menutup pintu kaca yang menghubungkan antara kamar nya dengan balkon. Sedikit kaget kala melihat Vernon terbangun dari tidurnya, ia takut jika sampai pemuda itu mendengar semua percakapan nya dengan Rehan. "Sayang... kenapa kau bangun?," tanya Maura memastikan. "Aku terbangun karena kau tidak ada di samping ku, dari mana saja hm?," tanya Vernon dengan suara parau nya.
"ah... maaf, aku habis mencari udara segar di luar, seperti nya keinginan baby...," rengut Maura, seraya mengelus perut datar nya. Lagi-lagi ia harus menggunakan kehamilan palsunya untuk membohongi Vernon.
Vernon tersenyum, dan merengkuh tubuh sintal Maura dalam dekapannya. "Kenapa nakal sekali baby ku ini hm? Tidurlah sayang... kasihan Mommy," ucap Vernon sambil mengecup beberapa kali perut gadis tersebut.
Maura membaringkan badannya memunggungi sang suami, ia enggan untuk menatap wajah pemuda tersebut. Terasa sangat asing baginya, tidur bersama orang yang bahkan tidak pernah ia cintai.
"Sayang... aku sangat mencintaimu," bisik Vernon, ia hanya berharap Maura membalas ucapannya. Lagi-lagi Maura hanya menjawab. "Iya...," Vernon harus menelan kekecewaan dalam hatinya, ia tetap bersabar. Bagaimana pun caranya ia berjanji akan membuat istrinya merasakan cinta yang sama padanya.
Maura sedikit menjauhkan tubuhnya dari Vernon, ketika melihat pemuda itu sudah benar-benar terlelap. Namun nyatanya, Vernon tidaklah tidur. Ia hanya ingin tau mengapa gadis di hadapannya ini seolah ogah untuk berdekatan dengan nya.
Beberapa menit kemudian, mereka pun terlelap dalam dunia mimpi. Keesokan harinya, Maura bangun pagi-pagi sekali untuk menuju pantry dapur. Biar bagaimana pun ia harus mencari kesan baik pada keluarga ini, sebagai menantu. Jadi ia bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan pagi, toh! Dia juga sudah terbiasa melakukan hal ini semasa masih hidup bersama Paman dan Bibinya.
Suara dentingan alat masak terdengar begitu riuh di area dapur, terdengar sampai ruang kamar Nyonya Jungnara. Berlahan wanita paruh baya itu terbangun dan memeriksa sumber suara di dapur.
Ia mengerutkan keningnya saat melihat atensi gadis yang baru saja berstatus sebagai menantunya tengah berdiri di depan kompor, sibuk bersikutat dengan peralatan dapur nya.
"Nak... kau sedang apa hm? Harusnya kau istirahat saja sayang... kasihan baby," ucap wanita itu sabar. Maura tersenyum manis. "Tidak apa-apa Ma...ini sudah kewajiban ku sebagai seorang istri," ucap Maura mencari simpati. Nyonya Jungnara tersenyum bangga, ia merasa sangat beruntung memiliki menantu sebaik Maura.
"Mama hanya tidak ingin kau kenapa-napa nak, apa lagi ini adalah kehamilan pertama mu," ucap wanita itu lagi. "Tidak apa-apa Ma, sungguh. Ini juga tidak terlalu berat kok," tutur Maura sembari melanjutkan sesi memasak nya.
Nyonya Jungnara hanya menggeleng dan membantu menantu nya menyelesaikan acara memasaknya tersebut.
Setelah selesai dengan acara memasaknya, Maura kembali menaiki tangga menuju ke kamar nya, guna untuk membangunkan sang suami tercinta.
Tapi pura-pura!
"Sayang...ayo bangun, ini sudah pagi," tutur nya lembut, seraya mengelus rahang tegas pemuda tersebut. Maura harus melakukan perannya sebagai istri disini, agar membuat kesan baik di mata sang suami, walau jujur sampai detik ini ia tidak pernah merasakan adanya perasaan cinta di dalam hatinya. Setidaknya hitung-hitung untuk membalas kebaikan pemuda tersebut, sebelum ia meraup habis harta nya suatu hari nanti. Tak apa berbuat manis untuk nya.
Berlahan Vernon membuka kedua matanya, menatap wajah cantik di hadapannya dan tersenyum.
" Baby.....aku masih mengantuk, temani aku sebentar saja," pintanya, sambil merengkuh pinggang sang istri agar berbaring di sampingnya, Maura hanya bisa menuruti kemauan pemuda itu dengan berat hati.
Beberapa menit kemudian, Maura mulai bosan. Ia kembali membangun kan sang suami. "Sayang..ayo bangun baby sudah lapar," rengeknya begitu manja, Vernon tersenyum sembari memiringkan tubuhnya dengan tertumpu satu lengan.
"Benar kah? Kelihatan nya baby besarku juga lapar," goda pemuda itu. "Itu kau tau, tapi kau malah mengajak ku untuk tidur... dasar," gerutu Maura sembari mengerucutkan bibirnya.
Vernon hanya terkekeh melihat tingkah manja kesayangannya ini. "Baiklah..ayo kita turun ke bawah, tapi... morning kiss baby..." Pinta Vernon, sambil memanyunkan bibirnya. Maura hanya mendengus sebal dan mengecup singkat bibir sang suami.
"Tunggu sebentar aku belum menyapa baby,," ucap Vernon, tanpa menunggu ijin dari sang istri, pemuda itu langsung menyingkap baju yang menutupi perut putih gadis tersebut. Dan menciumnya beberapa kali, membuat Maura merinding kegelian akibat ulah suaminya.
Mereka berdua pun menuruni tangga dengan hati-hati Vernon merengkuh tubuh sang istri, seolah takut jika gadis itu terjatuh. "Kenapa? Kau terlalu berlebihan sayang.." ucap Maura pelan.
"Aku hanya tidak ingin kau dan baby kecil kenapa-kenapa ," sahut Vernon posesif.
Maura seketika bungkam, hatinya terasa sangat teriris mendapatkan perhatian dari pemuda di sampingnya. Hanya kata maaf yang selalu saja terlafal di dalam hatinya, ia merasa begitu jahat sudah berbuat sejauh ini.
"Ah, kalian sudah datang..ayo kesini nak, Mama sudah membuat kan s**u hangat untuk mu.. minumlah! Ini sangat baik untuk kesehatan kandungan mu," perintah Nyonya Jungnara sembari menyodorkan segelas penuh s**u ke arah Maura.
Maura merasa mual hanya melihat cairan putih di dalam gelas tersebut. Karena ia tidak suka dengan yang namanya s**u seumur hidupnya. Namun ia tidak bisa menolak perintah sang mertua, terpaksa ia meminum cairan putih tersebut, namun baru satu sesapan gadis itu terlihat membekap mulutnya dan berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan minuman yang baru saja sampai di tenggorokan nya.
Semua orang terlihat begitu panik, terutama Vernon. Pemuda itu segera mengekor sang istri ke kamar mandi. Membantunya memijit pelan tengkuk gadis tersebut.
"Baby...kau tak apa hm?," Tanyanya khawatir. "Tidak, aku tidak apa-apa.. mungkin ini hanya hal yang biasa di alami wanita ketika hamil muda," alasannya, ada manfaatnya juga ternyata ia tak suka s**u, batin Maura.