8. Iblis squad

1271 Kata
"Awas-awas Iqbal dan teman-temannya lewat!" seru salah satu siswa yang tengah berdiri di koridor. Seolah-olah mereka memberi tempat untuk lima orang lelaki itu lewat. Layaknya menyiapkan red karpet sebagai penghormatan. Sontak, mereka yang berdiri di lorong-lorong koridor menepi dan ada juga yangmenempel tembok. kebanyakan dari mereka merasa takut akan diganggu oleh Kelima anak remaja itu. Iqbal dan kawan-kawan jalan bak memamerkan aura intimidatif dan juga kesombongan membuat teman seangkatan dan adik kelas bergidik ngeri. Entahlah sampai detik ini, mengapa sebagian dari mereka masih takut untuk melawan tindakan kriminalitas anak itu. padahal, apa yang mereka lakukan tak dapat dibiarkan. Iqbal dan teman-temannya memang terkenal brandalan diantara anak-anak, juga terkenal kuatnya. Karena itulah tak ada yang bisa melawan anak iblis tersebut. Dari nama geng saja, menunjukan sekejam apa perilaku mereka kepada para siswa-siswi. Bahkan kadang, merampas hak milik anak-anak, merampok, memalak, dan yang lebih parah adalah melakukan pelecehan seksual, mereka memang tak punya perasaan. Masih menjadi pertanyaan, apa yang membuat kelima cowok tersebut melakukan hal-hal demikian, padahal jika dipikir mereka terlahir dari keluarga berada Di antara koridor, ada anak pria berkacama bulat, seragam rapih dan memeluk buku sembari ketakutan. tiba-tiba saja Iqbal dan kawan-kawan.. "He! ngapain Lo lihatin kita?" semprot lelaki itu, kepada adik kelas yang sejak tadi mengamatinya. Anak lelaki culun itu langsung menggeleng ketakutan dan masuk kedalam kelas setengah berlari. melihat lawannya merasa terancam, Iqbal tertawa puas. Iqbal dan kawan-kawan lalu melanjutkan langkahnya, dihadapan mereka gadis manis dan pemberani lewat tanpa rasa takut. Resya sama sekali tak memiliki ketakutan kepada rivalnya itu, Iqbal dan teman-temannya adalah musuh terberat mereka. Berbeda memang dari yang lain, saat kebanyakan dari mereka takut Resya tak gentar untuk melawan anak lelaki itu. baginya tak ada yang perlu ditakutkan, sebab mereka tak ada apa-apanya dimata Resya. "Wah! Ada tikus lewat." seru Hengki teman Iqbal, Resya hanya melengos dan melanjutkan langkahnya. Melihat hal itu Iqbal geram lalu menarik tas Resya dan sontak gadis itu berbalik. Ia menepis tangan cowok itu dan menatapnya tajam. Beberapa siswa-siswi yang masih di koridor menonton mereka, ada yang berharap perkelahian terjadi tapi beberapa berharap tidak terjadi apa-apa. "Kenapa? Lo ada masalah sama gue?" tantang Iqbal, padahal gadis itu hanya berjalan melewati mereka tanpa rasa takut, Resya menaikkan alisnya bingung. Memang dasar Iblis squad ini, suka sekali mencari masalah. "Jangan cari masalah deh Lo!" Resya mendorong d**a Iqbal dengan tangannya, kedua temannya hendak maju menghardik Resya tapi Iqbal melarangnya. Gadis itu tersenyum meremehkan. Senyuman meremehkan tercetak jelas di wajah cowok itu. "Wah! Berani juga Lo ya? Belum tahu Lo kalau udah masuk di lubang iblis!" Resya berkacak pinggang. "jadi, gue harus takut?" "Songong Lo ya, adek kelas!" gerutu Ken, Resya justru tertawa meremehkan. "Memangnya Lo siapa? Hanya karena Lo anak orang kaya? Sadar woiii!!! Harta Lo punya bapak Lo!" Cibir Resya yang membuat wajah Iqbal merah padam. Beberapa siswa terkejut melihat Resya yang berani melawan. Sengaja, gadis itu memang sengaja memperlihatkan keberaniannya agar siswa-siswi lain tak takut dengan mereka. Meskipun Resya tidak kaya sih, tapi harta dan kedudukan bukanlah ukuran segalanya. Ia gak pernah takut selagi benar. Kelima cowok itu sudah mengepalkan tangannya, hendak menghakimi Resya. Tapi tiba-tiba juga Gio, Rio, Micel, dan juga Alex datang menghampiri Resya. "Ada apa nih?" tanya Gio sebagai ketua geng. "Kenapa? Lo mau belain cewek Lo?" ketus Iqbal, Gio tersenyum sinis. "Gak usah sok pemberani deh Lo, kalau beraninya cuman dikandang! Mending Lo pergi." "Atau kita beri pelajaran? Lo lupa kan' kalau orang tua Gio Pemiliki sekolah ini?" imbuh Micel, kelima cowok itu terdiam lalu saling pandang dan pergi. "Kamu gak kenapa-kenapa?" tanya Gio, ia benar-benar khawatir. Walaupun Resya memang gadis pemberani. Anggukan kepala dan senyuman menjawab pertanyaan Gio. "Syukurlah." Saat Micel dan Alex saling menggoda mereka Rio hanya menampilkan wajah datar tanpa minat. "Kita masuk kelas yuk, daripada ganggu mereka." kata Alex. Gio dan Resya hanya tersenyum. Lalu Micel, Alex dan Rio masuk kedalam kelas meninggalkan Resya dan Gio yang hendak berjalan menuju taman sekolah. "Kamu berani banget sih sya?" tanya Gio "Aku kesel aja sama mereka Gio. Seolah-olah mereka yang berkuasa di sekolah ini, sifat-sifat seperti itu mana mungkin bisa aku biarkan." "Kamu benar sih. Oh ya, apa nanti malam kita jadi melanjutkan misi kita?" "Jadilah Gio." "Memangnya boleh sama Tante kamu?" tanya Gio lagi, mungkin untuk hari itu mereka boleh bersama. Tapi jika setiap malam pergi apakah boleh? Gio tak yakin itu. Resya meringis, lalu menggeleng. "Aku gak tahu Gio, tapi aku coba merayu lagi deh." Gio tersenyum. "Kamu ini, semangat banget sih Resya. Apasih alasan kamu pengen balas mereka?" "Aku kesel banget sama mereka, sikap-sikap mereka yang gak pantes di pertahankan. Pengen banget sekolah ini mereka-mereka yang gak bisa melawan merasa tenang." Anak cowok itu tersenyum, lalu mengelus puncak kepala Resya. "Kamu ini jiwa-jiwa kesatria." "Iya dong!" mereka saling tatap satu sama lain, mata biru Gio begitu cantik pun mata coklat Resya yang begitu tenang. Sebagai anak lelaki, Gio rasa sikap sukanya kepada Resya itu wajar. Bulu mata yang lentik, bibir mungil dan kulit putih itu membuatnya terpikat. Kadang kala, Gio merasa memiliki kesamaan garis wajah dengan Resya dan menganggap jika kelak mereka akan berjodoh. "Gio, kenapa sih lihatin aku seperti itu?" Resya salah tingkah, karena Gio sama sekali tak berkedip ketika memandangnya. "Kamu cantik." jawab Gio jujur, membuat pipi Resya bersemu. Namun, gadis itu segera menepis dengan memukul lengan Gio pelan. Namun tak lama bel sekolah berbunyi untuk mengisi apel pagi. "Kamu ke kelas dulu gih!" "Iya-iya, kelas aku dekat kok." jawab Resya "Ya sudah, sampai bertemu nanti." "Hmm." Resya segera berlari untuk menyimpan tas di kelas. Lalu setelah itu pergi kelapangan untuk menjalankan apel pagi. Resya adalah siswi yang rajin, juga selalu mengikuti organisasi sekolah. Anak gadis yang ramah dan banyak disenangi oleh teman-temannya karena sifat baik dan penolong gadis itu. Sebab itulah teman-teman Resya tak hanya dari adik kelas, melainkan juga kakak kelas akrab dengannya. Jiwa-jiwa sosialisasi Resya sangat luar biasa, baginya dengan memiliki teman hari-harinya tak terasa kesepian. Wendy, juga gadis manis sama seperti Resya. Mereka bersahabat sudah lama. Selepas apel pagi, dua gadis itu tengah menunggu guru masuk sembari mengobrol hal-hal ringan. "Kata anak-anak kamu tadi berani nantang Iqbal ya?" "Gak nantangin sih, kan' mereka yang cari masalah lebih dulu." jawab Resya "Kamu jangan sering-sering gitu deh sya! Mereka kan' berbahaya.' "Justru yang seperti mereka harus di lawan. Kasihan anak-anak yang gak berani melawan cuman bisa jadi sasaran empuk mereka. Uang jajan anak-anak kerap kali di palak. Padahal.katanya mereka orang kaya, belum lagi anak-anak gadis di gombalin dan diancam." "Kenapa gak tanya sama guru aja sih sya." Resya menghela napas. "Kamu tahu kan' Iqbal dan teman-temannya mengancam korban untuk tidak membeberkan. Dan kita gak bisa ngomong ke guru kalau gak ada bukti." sahut Resya panjang lebar, Wendy mengangguk setuju. "Sekolah ini sih memang keren dan ternama, tapi kenapa masih menyimpan orang-orang seperti mereka sih." Resya mengedikkan bahu tak tahu. Entahlah orang tua Gio bagaimana pola pikirnya, Resya hanya bisa menyimpulkan jika mereka tak ingin membuka masalah itu sehingga mencuat kepermukaan yang akan membuat sekolah ini mendapat penilaian buruk. Tapi bukankah sama saja dengan banyaknya siswa-siswi yang bersekolah dan merasa tak nyaman? Mereka bisa membeberkan ke permukaan bahwa sekolah ini memang tak bagus. Tapi entahlah, Resya juga tak tahu. "Sudahlah, lagi pula itu urusan mereka. Kita harus tetap waspada dan hati-hati." terang Wendy, Resya mengangguki. Sebenarnya Iblis squad itu tidaklah sekejam yang mereka lihat. Diancam sedikit saja pastilah mereka akan takut, hanya saja anak-anak justru lebih dulu takut untuk mengancam. Namun, prinsip Resya sih lebih baik terluka satu kali daripada ditindas berkali-kali. Ya, sikap dan sifat Resya sama seperti mendiang ibunya yang pemberani. Berani melawan takdir dunia dengan melakukan sebuah kesalahan. Bedanya Resya saya ini masih di jalan yang benar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN