Dilain tempat, seorang ibu sedang gelisah memikirkan pergaulan putranya. Reyea benar-benar khawatir akan sikap Rio yang anti sosial dan lebih senang berdiam diri di kamar sembari bermain ponsel.
"Nak, apa kamu tidak bosan berada di kamar?" Teriak Reyea, namun tetap saja tak ada jawaban. Wanita paruh baya itu mendesah lelah. Rio selalu saja seperti itu bersikap cuek kepada lingkungan sekitar. Anak remaja itu selalu sibuk dengan dunianya sendiri bahkan sering mengabaikan Reyea - ibundanya. Meski begitu, ia tak putus asa dan terus berusaha untuk membujuk Rio agar ingin menikmati dunia luar.
Padahal saat kecil dulu, Rio adalah anak yang aktif dalam berbagai hal, serta jiwa yang selalu ingin tahu membuat kesan cerewet pada anak itu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, semua membentuk kepribadian Rio. Entah bagaimana cara mendidiknya dulu, tapi yang jelas ketika masuk bangku pendidikan sekolah menengah atas sifat dan sikap Rio benar-benar berubah.
Putranya itu selalu saja mengurung diri dalam kamar dan enggan bersosialisasi. Rio bahkan hanya memiliki beberapa teman. Sebenarnya Reyea penasaran hal apa yang membuat anaknya seperti itu, seakan-akan memiliki trauma yang besar. Banyak cara yang telah Reyea lakukan tapi berujung gagal. Pernah terbesit dalam pikirannya, apakah putranya seperti itu karena tak ada sosok Ayah? keluarga yang tak lengkap membuatnya murung? Tapi Reyea juga tak bisa bertahan dengan pria yang bahkan tak peduli akan perasaannya. Dan bahkan hingga saat ini, ia enggan mengetahui di mana Ayah dari anak-anak mereka. Biarlah semua berlalu, biarkan Reyea menjalani ini tanpa adanya Erick, mantan suaminya.
"Rio.." Panggil Reyea, setidaknya dia ingin anaknya itu tidak menjadi introvet seperti sekarang, atau menjadikannya teman berkeluh kesah. Karena sejak saat itu, dia adalah gambaran sosok Ayah dan juga Ibu bagi anak-anaknya.
Suara pintu yang di dorong membuat kelegaan dalam hati Reyea.
"Ada apa Ma?" dingin dan datar.
"Jangan seperti ini nak, cobalah untuk mengenal dunia luar." Reyea to the point. Ibu dua anak itu ingin sekali putranya memiliki sifat yang sama dengan Gio.
"Aku mengantuk." Jawabnya datar lalu hendak masuk kembali kedalam kamar, tapi lengannya di cekal oleh Reyea. Terdengar helaan napas pelan dari mulut Rio. Tatapan mata penuh permohonan begitu tercetak di bola mata Reyea.
"Sampai kapan? Bahkan kamu tidak pernah mengobrol dengan Mama." Tutur Reyea, tapi lagi-lagi Rio hanya terdiam.
"Apa Mama pernah punya salah sama kamu?" tanya wanita itu, Rio menggeleng tanpa minat.
"Lalu? jujur saja, sikap kamu yang seperti ini membuat Mama bingung. Mama khawatir sama kamu nak." terang Reyea, mengutarakan isi hatinya. Sebagai orang tua tentu saja ia merasa amat khawatir.
"Sudah ya Ma, tidak penting sikap dan sifat Rio. Toh, aku baik-baik saja. Rio ngantuk." tukasnya tanpa ingin dibantah. Apa boleh buat, wanita itu membiarkan puteranya menutup pintu kamarnya. Reyea menghela napas berat lalu berjalan menuju kamar. Harus bagaimana lagi ia?
Wanita itu duduk di sofa dalam kamar, menatap datar tirai jendela. Apa ini masa depan yang ia harapkan? Sepi, hampa tanpa penyemangat. Rio yang dia harapkan menjadi penyemangat sekaligus temannya dalam suka-duka justru bersikap acuh. Dia kesepian dalam rumah megah ini, tak memiliki teman curhat. Seandainya dulu ia tak mengizinkan Gio bersama kakak kandungnya, kemungkinan rumah ini akan sedikit ramai. Tapi, ini sudah menjadi pilihannya sejak dulu merawat mereka tanpa bantuan siapapun.
Kebingungan dalam benaknya, adalah sampai kapan Rio seperti itu? akankah masa tua Reyea juga seperti saat ini? Yang selalu di temani sepi. Sejak dulu, beberapa tahun ia bersandang dengan kesepian. Tak ada teman curhat ataupun berbagi cerita. Tetapi membuka hati kepada pria juga membuatnya trauma. Sejak saat itu, skandal mantan suaminya tak akan pernah ia lupakan. Cukup membekas hingga detik ini.
Reyea akhirnya berinisiatif untuk menghubungi kembaran Rio. Setidaknya dengan mengobrol bersama Gio, membuat suasana hatinya sedikit lebih senang. berbeda dengan Rio, anak remaja itu justru bersikap sangat ramah kepada siapapun. Aktif dan pandai bergaul, Reyea cukup lega karena setidaknya Gio tak memiliki sikap yang sama dengan Rio. Kadang, Reyea berpikir bahwa Gio mewarisi sifat, Erick. Sedangkan Rio, mewarisi sifatnya. Ya Tuhan, mengapa harus seperti ini?
Beberapa saat belum ada jawaban dari sebrang sana, hingga suara anak remaja itu menggema di telinganya. Reyea tersenyum senang.
"Ada apa Ma?" tanya Gio
"Mama rindu denganmu nak." tutur Reyea berterus terang
Gio tertawa diseberang sana. "Baru kemarin menelfon sudah rindu saja, aku sedang bersama teman-teman." putranya ini memiliki sebuah komunitas bersama kembarannya. Hanya bedanya, Rio lebih sering ikut melalui virtualisasi.
"Apa Mama mengganggu?" tanya Reyea takut jika Gio merasa tak nyaman.
"Tentu tidak Ma. Oh ya, di mana Rio?" Gio juga sangat peduli dengan saudaranya.
"Seperti biasa." Reyea mendesah pasrah
"Aku akan mengajaknya untuk berkumpul dan mengenalkan perempuan." katanya,
Reyea dibuat tertawa. "Yang benar saja kamu ini, Rio bahkan anti dengan manusia." Membayangkan Rio mampu mendekati wanita, bagaikan dunia akan runtuh sepertinya.
"Aku bercanda Ma. Salamku untuknya ya?"
"Iya nak. Mama kesepian, butuh teman."
"Mama kesini saja, berlibur. jangan urus pekerjaan melulu!" cibir putranya, Reyea hanya tertawa kecil. Bagaimana pun juga restoran miliknya adalah sumber pemasukan untuk kelangsungan hidup mereka, meskipun cabangnya dimana-mana.
"Itu kan juga buat kalian!, Tapi sepertinya penawaran mu bagus. Nanti Mama diskusikan dengan Rio ya?" jika di ingat-ingat sudah lama sekali rasanya ia tak mengunjungi rumah kakaknya juga kedua orang tuanya. Ingin sekali, rasanya Reyea berkumpul bersama mereka, berbagi keluh kesah dan juga meminta kasih sayang kepada mereka. Siapa sangka, dari berlibur itu Rio menjadi lebih aktif.
Sebenarnya jarak antara rumah Reyea dan Anggun tak cukup jauh, hanya membutuhkan waktu dua jam perjalanan. Hanya saja, karena sebuah kesibukan membuatnya sulit untuk sekedar berkunjung. Begitulah Reyea, selalu menyibukkan dirinya agar tak mengingat hal-hal menyakitkan.
"Iya ma, pasti Mama Anggun akan sangat senang." Ya, Anggun pasti akan sangat senang sekali.
"Nanti Mama akan membujuk Rio ya?"
"Oke Ma." sahut anak itu.
"Kalau begitu sudah dulu, sepertinya kamu sibuk dan ingin berkumpul bersama temanmu ya? Satu pesan Mama, dalam bergaul jangan sampai kelewatan batas." pinta wanita itu, yang di setujui oleh Gio. Mendengar jawaban anaknya, Reyea merasa senang. Setidaknya ia selalu berusaha mendidik para putranya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan tak melewati batas seperti ayahnya.
Jujur sekali, dalam lubuk hati yang paling dalam Reyea pernah merasa takut. Khawatir jika mereka memiliki sifat yang sama dengan Erick, karena pepatah pernah mengatakan bahwa buah kadang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Dan Reyea tak ingin, mereka menyakiti hati perempuan manapun. Cukup, kisah hidupnya menjadi pelajaran untuk semua orang dan biarlah kini ia yang merasakan kepahitan itu.