2. Apa Kau Mau Tidur Denganku?

1100 Kata
“Berhenti di situ, Ven!” “Jangan pernah memerintahku lagi!” bentak Venus kemudian berlalu. Jansen hanya bisa melihat punggung sang istri yang telah menghilang dari balik pintu. Venus melenggang pergi, meninggalkan Jansen yang kelihatan kusut. Wanita itu terus menangis sepanjang jalan. Sesak di dadanya semakin tak bisa dibendungnya lagi. Tak pernah Venus bayangkan jika nasib pernikahannya kini berada di ujung tanduk. Semula Venus pikir jika dia ingin memberikan suaminya kejutan dengan membawakan sebuah kue tart untuk perayaan hari ulang tahun pernikahan mereka. Sudah setahun mereka bersama dan Venus selalu bahagia karena Jansen tak pernah berhenti menunjukkan sikap manisnya saat bersama karena sebulan terakhir. Venus merasa bersalah sangat sibuk. Pekerjaan di kantor yang menumpuk membuat dirinya harus sering lembur. Ditambah pula promosi jabatan yang akan didapatkannya beberapa minggu lagi. Namun Venus tak pernah menyangka jika dirinya akan memergoki sang suami yang sedang bermesraan dengan sekretarisnya itu di atas meja. Dengan mata kepalanya sendiri, Venus melihat tangan suaminya itu berjelajah di atas tubuh polos wanita itu. Membayangkan kejadian yang dilihatnya tadi semakin membuat hatinya nyeri. Venus seperti seseorang yang kehilangan akal sehat. Dia mengemudikan mobilnya menuju sebuah bar. Memesan alkohol, berharap minuman itu bisa menghilangkan sakit hatinya—walau sebentar. Sesekali dia menangis, lalu tertawa kecil ketika kesadarannya mulai hilang. Dia masih tidak menyangka dengan kejadian yang dilihatnya beberapa jam lalu. Seorang bartender pun menegur Venus karena tidak tega melihatnya sudah mabuk berat, tapi masih tetap meminum alkohol tersebut. "Hai, Nona. Pulanglah," perintah bartender tadi. "Kenapa pulang? Tempat ini sangat menenangkan." Venus menyunggingkan senyuman, membalas ucapan laki-laki itu. "Kau sudah mabuk berat," katanya lagi. “Biarkan aku disini. K-kau tidak tahu, apa yang aku rasakan,” ucap Venus sambil menangis. Bartender itu hanya menggeleng kecil, lalu meninggalkannya. Namun, Venus juga beranjak dari bartender setelah mendapat teguran tadi. Sang bartender memperhatikannya dari kejauhan. Venus naik ke lantai atas kondisinya sangat mabuk. Saat itu pikirannya tengah kacau, jika suaminya bisa tidur dengan orang lain bukankah dia juga bisa? Hanya ada keinginan untuk membalas apa yang telah dilakukan Jansen padanya. Membuatnya masuk ke dalam sebuah ruangan VIP. Seorang pria tengah duduk menyendiri sambil memegang gelas wine, kepala menengadah ke atas serta mata terpejam. Dia tidak menyadari kehadiran Venus sampai wanita itu duduk di sampingnya. “Oh, s**t!” umpatnya saat terkejut. “Apa-apaan ini! Kenapa mereka membiarkan seseorang masuk?” “Apa kau bisa menemaniku sebentar?” tanya Venus dengan mata sendu sambil memainkan hidung pria yang sama sekali tidak dikenalnya. “Hanya sebentar!” pintu Venus sambil menyandarkan kepalanya di bahu sang pria. Tidak ada yang terjadi di antara mereka. Hanya Venus yang tengah bersandar, sesekali mengumpat, bahkan tertawa dan menangis disaat bersamaan. Speechless, pria itu bahkan tidak tahu harus berbuat apa pada wanita yang tengah mabuk. “Huh. Aku biasanya tidak berbaik hati seperti ini!” gumamnya. Raut wajah pria itu tampak datar, apalagi saat mendengar umpatan Venus yang tengah mabuk. Bahkan sampai pengawalnya masuk, tatapannya masih saja datar. “Apa yang kalian lakukan sampai ada yang masuk?” tanyanya dingin. “K-kami pikir tidak akan ada yang berani masuk jadi kami pergi ke toilet bersama-sama,” jelas salah satu pengawalnya dengan tergagap. “Bawa wanita ini pergi, serahkan pada bartender di bawa!” Bagi sang pria waktu untuk sendirinya menjadi kacau dengan kedatangan wanita. Sayangnya, waktunya tidak tenang bahkan saat dia di hotel. Langkah kaki Venus sempoyongan menuju kamar hotelnya. Beberapa kali ia menempelkan kartu kamar tetapi tetap tidak bisa terbuka. “Kenapa tidak terbuka sih,” gerutu Venus kembali mencoba. Tiba-tiba pintu terbuka memperlihatkan seorang pria. Matanya yang tajam menatap Venus, ekspresinya tegas. “Oh, pintunya terbuka.” Mata Venus mengerjap beberapa kali saat melihat ada seseorang yang berdiri di depan. “Kau layanan hotel?” Venus melihat pria yang membukakan pintu untuknya, kemudian menunjuk wajah pria itu. “Apa menurutmu aku cantik?" Tidak diragukan lagi, Venus memang cantik. Tidak hanya cantik, tapi dia juga seksi dan menawan. Meskipun dia hanya mengenakan mantel krem sederhana dan kaus putih, dia terlihat tidak emosional dan menarik dari dalam. Setelah beberapa saat, dia berkata dengan gelisah, "Ya. Kau cantik, hanya orang bodoh yang mengatakan kau tidak cantik." Jawaban dari pria dihadapannya membuat Venus tersenyum cantik. Venus bergerak mendekatinya. Dia berbisik di telinga pria itu dengan suaranya sangat pelan, "Jika aku ingin tidur denganmu, apa kau setuju?" Terpaku! Pria itu menatap datar, dia tidak percaya wanita yang menganggunya saat di bar tadi kini berada di hadapannya bahkan mengajaknya tidur. Dia akan jadi pria c***l jika meladeni wanita yang tengah mabuk. “Kenapa kau tidak menjawab? Apa aku tidak menarik? Bukankah kau bilang aku cantik?” tanya Venus dengan suara sedikit sedih. “Bukan seperti itu. Kau sedang mabuk, aku bukan pria yang akan tidur dengan wanita mabuk!” jawabnya. “Jadi kau ingin tidur denganku?” Venus benar-benar tengah mabuk, bahkan membuat pria hadapannya tidak bisa menjawab. “Ayolah, tidur denganku malam ini saja!” Pria itu menyipitkan matanya sedikit. dan berkata dengan tatapan penuh arti, "Kau harus membayar harga untuk tidur denganku. Apa kau yakin?" Venus tertawa, "Uang? Aku punya uang." Sambil berbicara, Venus mengeluarkan dompet dari tasnya dan mengeluarkan semua uangnya. "Hitunglah. Jika tidak cukup, aku bisa mentransfer uang padamu." Saat itulah pria itu menyadari bahwa apa yang baru saja dikatakan wanita di hadapannya bukanlah sebuah lelucon. Venus serius. Dia tidak butuh uang yang Venus keluarkan. Pakio Nathan Nayara, seorang boss gangster sekaligus pemilik perusahaan Nexuc Tech, walaupun perusahaan hanya sebagai cangkang. Dihadapkan dengan wanita dihadapannya Pakio sedikit gugup, hingga membuatnya mengusap bagian di antara kedua alisnya. Venus mendekat ke arah pria itu. “Aku ingin kau memuaskanku,” seru Venus. Venus sangat mabuk dan tidak terkendali. Dia merangkul leher Pakio dan mencium bibirnya. Punggung Pakio menegang dan dia membuka mata lebar-lebar karena terkejut. Detik berikutnya, Venus mengakhiri ciuman itu. Venus terkikik saat melihat tatapan kaget Pakio. "Bibirmu sangat manis." Pakio tidak bisa berkata-kata. Saat ini, Pakio tidak bisa menahan hasrat di dalam hatinya. Dia mengulurkan tangan dan memegang dagu Venus, bernapas dengan cepat, "Apa kau tahu apa yang kau lakukan? Kau sudah salah masuk kamar, dan berbuat seperti ini…" Venus melonggarkan bibirnya, dan dia merintih karena dagunya sangat sakit. Dengan kesal, dia menatap Pakio dengan sepasang mata berair. Dia berkata dengan benar, "Aku tahu. Aku sedang menggodamu!" Pakio tertawa meskipun dia marah. "Kau yang menginginkannya, Nona." Pakio mengendong Venus menaruhnya di tempat tidur dan menciumi seluruh tubuh Venus. Pakaiannya dilepaskan dan berserakan di lantai. Venus mendengus dan merasa panas di sekujur tubuhnya. Kepalanya pusing dan dia tidak tahu apakah itu mimpi atau kenyataan. Dia mendengar suara Pakio yang memikat, "Aku akan memberikanmu satu kesempatan terakhir. Apa kau mau tidur denganku?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN