Bagian Keduabelas

1041 Kata
Seannu sudah bersiap untuk pergi. Seannu tersenyum manis ketika melihat Chloe yang masih terpejam. Sengaja, Seannu belum mau membangunkannya. Dia tidur sangat larut. Dan Seannu merasa kalau ini adalah tidur nyaman untuk terakhir kalinya sebelum perang ini berakhir.    Chloe bergerak. Perlahan mata Chloe mulai terbuka. Dia tersenyum pada Seannu yang sedang menatapnya.    “Kenapa tidak membangunkanku?” Chloe menggeliat kecil    Seannu semakin melebarkan senyumannya, “aku yakin kau akan bangun sendiri. Terbukti kan?” Chloe terkekeh lalu terduduk. Di depannya sudah ada Seannu. Mereka saling berhadapan. Seannu menatap Chloe dalam yang sedang menggosok matanya pelan.    Tangan Seannu tergerak untuk menghentikan perbuatan Chloe itu, “kenapa?” sahut Chloe tidak terima .   “Kau bisa saja melukai matamu jika menggosok terlalu kuat.”    Chloe mengangguk. Dia masih mengantuk. Tapi harus bersiap untuk pergi.    “Aku akan bersiap - siap dulu.”    Sebenarnya, Chloe ingin mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Tapi Seannu menarik lagi tubuhnya hingga terduduk di pangkuan Seannu.    “Se-“    Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Chloe kaget dengan sikap Seannu yang seperti ini. Selalu tiba-tiba menciumnya tanpa izin.    Seannu mengelumat pelan bibir Chloe. Chloe terhanyut, dia mengalungkan lengannya di leher Seannu. Meremas rambut Seannu pelan. Bibir yang bertautan itu seakan menjadi sala perpisahan. Tidak akan ada lagi waktu seperti ini nanti. Jadi biarkan mereka menikmati waktunya.    Chloe dan Seannu tersentak melepas tautan mereka. Ketukan pintu dari luar membuat mereka segera berdiri dan menyambut siapa yang berani mengganggu mereka.    “Sudah saatnya pergi.”    Itu ayahnya Seannu. Jendral di bawah Jendral besar. Bagaimana menyebutnya. Intinya, posisinya seperti itu. Urutan kedua setelah jendral besar.    “Laksanakan.”    Seannu memberi hormat.    Tidak di ladeni oleh ayahnya itu. Ayahnya menatap Seannu dan Chloe bergantian. Lalu ayahnya beringsut memeluk sang putra.    “Berhati - hatilah, jaga dia juga.” Katanya sambil menatap Chloe saat menyebutkan kata dia    “Ayah.”    Ayahnya melepaskan pelukan laku menepuk pundak Seannu pelan. Kemudian berjalan menuju Chloe.    “Apa kau butuh pelukan seorang Ayah?”    Chloe diam lalu menatap Seannu meminta persetujuan. Chloe memeluk ayah Seannu setelah Seannu mengangguk sambil tersenyum.    “Jaga dirimu baik-baik. Aku akan menunggu disini untuk melihatmu memakai pakaian pengantin bersanding dengan putraku.”    Chloe kaget. Dia tersenyum kecil setelah usapan di punggungnya yang begitu lembut. Kapan lagi dia merasakan hangatnya dekapan seorang ayah.       ☘️☘️☘️ Setelah menyusun rencana, orang-orang dengan senapan dan baju anti peluru sudah siap berangkat. Petugas medis dibantu memasang alat pelindung diri dari peluru juga sudah siap melakukan misi ini. Dengan kelengkapan yang diperlukan untuk alat bantu orang yang terluka, Kia dan Chloe sudah mempersiapkan. Secara detail dan tidak membuat mereka berat membawanya.    Chloe dan Kia akan bertugas menjadi penolong dan pemberi penanganan pertama. Sisanya, akan membantu apabila diperlukan. Petugas medis yang di kirimkan untuk misi ini hanya sedikit karena kemungkinan besar lonjakan korban akan naik di gedung ini. Dan itu tentu saja membuat Chloe khawatir.    “Baiklah, kita mulai dengan doa,” itu adalah suara Gibran. Pemimpin tim ini.    Chloe berdoa dalam hati, semoga saja kita semua pulang dengan selamat dan luka yang sesedikit mungkin atau jika bisa tanpa luka sedikit pun. Chloe juga berdoa untuk keselamatan keluarga dan juga Gustof. Tidak lupa, untuk teman - teman dan warga kota lain di dalam gedung ini.    “Semua bersiap. Kita akan melalui jalur belakang, tidak akan ada yang melihat. Ada satu terowongan rahasia sebagai jalan rahasia untuk keluar benteng. Tetaplah bersama.” Kata Gibran lagi    “Petugas medis di bagian tengah. Lima orang di depan, dan sisanya di belakang. Tetap waspada. Kita tidak tahu bagaimana dan seperti apa di luar sana.” Itu Seannu yang berbicara.    Mereka semua mengangguk paham dan mulai berjalan. Pelan, tenang dan waspada. Chloe mulai memantapkan dirinya. Dia harus kuat dan tentu saja harus melindungi diri sendiri.    Dibekali dengan pisau lipat dan satu senapan pendek yang mudah digenggam olehnya, dia akan memberikan yang terbaik untuk kotanya.    “Baiklah, kita berangkat.”    Chloe berjalan di belakang satu prajurit. Dia paling depan untuk kelompok tim medis.    “Chloe,” panggil Kia di belakangnya    Chloe melirik sebentar lalu berjalan santai.    “Apa kau di berikan senjata?”    Chloe mengangguk menanggapi pertanyaan Kia, “bagaimana denganmu?”     Kia sudah memberikan alasan untuk Chloe memanggilnya dengan sapaan biasa. Tidak ada guru dan murid di antara mereka. Mereka sama dan mereka adalah petugas medis. Semacam itulah alasan Kia untuk akrab dengan Chloe.     “Aku juga. Gibran memberikanku senjata. Tapi aku belum bisa menggunakannya. Kau bisa?”    Chloe menggeleng sambil terus berjalan mengikuti lorong ini membawanya. Chloe melihat ada setitik cahaya di depan sana. Menyilaukan jika terus diperhatikan.     “Nanti aku akan meminta prajurit untuk mengajarkannya.” Sahut Chloe lalu langkahnya berhenti     Dia sudah melewati benteng dengan terowongan di belakang sana.    Dia merasakan angin kebebasan yang membelai halus kulit wajahnya dan betapa dia tenang menghirup udara di luar sini. Jadi inilah kebebasan yang ingin Chloe rasakan selama ini? Benar - benar menyenangkan.    Sejauh mata Chloe memandang. Hanya ada rumput hijau membentang. Dan tentu saja dinding kebebasan jauh di depan sana. Mereka harus berjalan melewati beberapa bagian hutan.    “Dengar, aku sudah pernah melewati hutan ini menuju ke dinding sana.” Kata Gibran menunjuk dinding yang jauh disana. Terlihat pendek dan kecil namun membentang panjang. Menutupi hampir sampai ke sudut - sudut hutan. Seannu menatap Chloe, seperti mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan Gibran. Chloe tersenyum laku mengangguk kecil.    “Kalian harus tetap bersama. Hutannya cukup lebat dan tentu saja mudah bagi kalian tersesat.” Chloe mengacungkan lengannya, “kau, ada pertanyaan?” Gibran menanggapi acungan tangan Chloe     “Berapa lama kau mencapai dinding di sana?”     Gibran tersenyum, “aku rasa kau orang yang cukup cerdas. Pertanyaan seperti ini tidak ditanyakan saat seperti ini.”     Chloe menggigit bibirnya. Dia rasa di salah karena sudah bertanya.    Seannu terkekeh, “dia gadisku. Dan jangan terlalu keras padanya, Tuan Gibran.”     Semua orang tentu saja terkejut dengan pengakuan secara tiba tiba dari seorang prajurit jenis Seannu yang menurut Gibran dia tidak akan pernah tertarik dengan sesosok perempuan. Selama ini, Seannu selalu sendiri dan tidak pernah menunjukkan adanya ketertarikan pada lawan jenis. Bahkan Gibran sempat berpikir jika Seannua menyukainya.     Gibran tertawa setelah pemikirannya yang salah.     “Baiklah, kau gadisnya Seannu.”     Chloe tersenyum kecil lalu ebrsemu. Dia malu jika dikatakan  seperti itu.    “Mampukah kau bertahan dalam empat hari di dalam hutan? Karena untuk sampai di dinding itu, adalah hari kelima setelah ini.”    Ya. Semua orang terkesiap dengan perkataan Gibran barusan.     Lima hari dan tentu saja ini di namakan dengan bertahan hidup di ruanh terbuka. Baiklah. Perjuangannya, benar - benar akan di mulai saat dia menapakkan kakinya di ujung hutan dengan pohon besar hijau dan tentu saja gelap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN