Stella melangkahkan kaki menuruni anak tangga dengan oerlahan menuju lantai satu di mana ruang makan berada di rumah kedua orang tuanya. Stella berusaha untuk mengukir senyuman di wajah cantiknya ke arah kedua orang tuanya yang telah duduk manis di kursi makan yang biasa ditempati oleh kedua orang tua Stella itu. Walaupun Stella sedang memiliki masalah da;am hidupnya yang berat saat ini. namun Stella berusaha untuk menutupi dari kedua orang tuanya. Bukan niat hati Stella menutupi semua apa yang kini sedag terjadi dalam hidupnya. Namun Stella berpikir belum saatnya Stella untuk menceritakan apa yang kini sedang terjadi dalam hidupnya. Stella menganggap jika bukan waktu yang tepat bagi Stella untuk menceritakan kepada kedua orang tuanya tentang apa yang kini sedang terjadi di dalam hidupnya.
Stella menyadari jika wajahnya kini tampak pucat sehingga Stella memutuskan untuk mengaplikasikan make up di wajahnya dan lip balm berwarna cerah untuk menutupi wajahnya yang pucat itu.
“Selamat pagi.. Papa dan mama..” Stella menyapa kedua orang tuanya seperti apa yang dilakukan oleh dirinya selama ini. Stella mengecup pipi sang papa dan sang mama dengan senyuman manis yang terukir di wajah cantiknya itu.
“Selamat pagi anak mama yang cantik.” Mama Stella yang bernama Wida menjawab sapaan dari sang putri tercintanya itu.
“Selamat pagi anak papa yang baik,” balas papa Stella yang bernama Samuel.
Stella duduk di kursi yang biasa ditempati oleh dirinya saat sedang berada di meja makan.
“Apa kamu sedang sakit sayang? kenapa wajah kamu tampak pucat sayang?” tanya mama Wida dengan menautkan kedua alis menatap ke arah sang putri.
Duarrrr..
Stella tercengang dalam beberapa detik setelah mendengarkan apa yang diucapkan oleh sang mama. Namun Stella seketika dapat menguasai diri agar sang papa dan sang mama tidak merasa curiga dengan apa yang kini sedang terjadi dengan apa yang sedang dialami oleh Stella.
Stella mengukir senyuman manis di wajahnya ke arah sang papa dan sang mama ayng sedang menatap kea rah dirinya saat ini. “Stella tidak apa-apa ma. Stella baik-baik saja ma. Mungkin Stella hanya merasa kelelahan ma.” Stella terpaksa membohongi kedua orang tuanya saat ini.
“Kamu tidak usah berangkat kerja iya sayang. mama takut kamu sakit sayang,” balas mama Wida.
“Maaf ma. Tapi Stella tidak bisa ijin ma hari ini. Stella ada rapat dengan penyumbang dana di sekolah ma hari ini,” terang Stella.
Huft..
Mama Wida menghela nafas berat setelah mendengar apa yang diucapkan oleh sang putri. Mama Wida tahu jika sang putri telah bersikukuh seperti itu, mama Wida tidak dapat mencegah apa yang menjadi keinginan sang putri. Mama Wida yang tidak ingin berdebat dengan sang putri memilih untuk mengalah dengan sang putri pagi ini.
Papa Dave yang melihat raut wajah sang istri lantas memutuskan untuk mengambil alih situasi yang kini sedang terjadi di antara ibu dan anak itu.
“Kapan kamu akan kembali ke perusahaan papa, Stella? Kapan kamu akan membantu papa mengelola perusahaan keluarga kita, Stella? Jika kamu mengelola perusahaan kita, kamu tidak perlu takut untuk tidak berangkat kerja Stella,” sahut papa Dave.
Huft..
Kali ini Stella menghela nafas kasar untuk menenangkan diri agar tidak terpancing emosi dengan apa yang diucapkan oleh sang papa. Stella menyadari jika berdebat dengan sang papa akan terasa sia-sia. Stella pasti akan kalah dengan san papa yang ahli berdebat sehingga wajar jika sang papa menjadi pengusaha yang sukses dan ditakuti oleh rekan dan lawan bisnisnya.
“Maaf pa. stella belum bisa memenuhi apa yang papa inginkan saat ini. Papa dan mama juga tahu jika menjadi guru itu cita-cita Stella sejak kecil. Stella tidak ingin melepaskan pekerjaan yang menjadi cita-cita Stella, pa,” balas Stella dengan sopan setelah Stella mampu mengendalikan diri dan mengontrol emosinya saat ini.
Huft..
Papa Dave menghela nafas perlahan setelah mendengat apa yang diucapkan oleh sang putri kepada dirinya saat ini. papa Dave telah dapat menebak jawaban apa yang akan diberikan sang putri kepada dirinya sama dengan jawaban sang putri sebelum ini. Namun papa Dave selalu menanyakan hal yang sama kepada sang putri dengan harapan sang putri akan merubah apa yang ada di dalam pikirannya. Harapan tinggalah harapan. Stella tetap menolak apa yang diminta oleh sang papa seperti sebelum ini.
“Sudah pa. kita akhiri pembicaraan pagi ini. lebih baik kita sarapan terlebih dahulu iya pa. papa dan Stella pasti akan terlambat jika masih tetap berdebat pagi ini,” sahut papa Dave.
Papa Dave dan Stella menganggukan kepala dengan kompak menanggapi apa yang diucapkan oleh sang mama kepada mereka pagi ini.
Tak lama kemudian, papa Dave, mama Wida dan Stella menikmati hidangan sarapan hari ini dengan suasana hening tanpa ada yang berani mengucapkan satu patah katapun saat mereka sedang berada di meja makan. Hanya sendok dan garpu yang berdenting di atas piring yang memecah keheningan di antara orang tua dan anak saat sedang berada di meja makan.
***
Stella menghela nafas lega setelah duduk di kursi yang berada di ruang guru karena Stella tidak datang terlambat ke sekolah. Pembicaraan dengan sang papa dan kemacetan jalanaN ibu kota membuat perjalanan Stella menuju ke sekolah tertunda dalam waktu beberapa menit dari Biasanya. Beruntung Stella tiba di sekolah sebelum bel masuk berbunyi dengan nyaring pagi ini.
“Alhamdulillah.. Untung aku tidak terlambat,” ucap Stella sembari mengusap bagian depan tubuhnya dengan perasaan lega pagi ini.
Alma yang kini sedang duduk di samping kursi Stella menautkan kedua alis melihat tingkah laku sahabat baiknya pagi ini. Alma menatap dengan tatapan penuh tanda tanya ke arah sahabat baiknya itu.
“Kamu kenapa Stella?” tanya Alma.
Stella terkesiap saat mendengar suara yang tidak asing masuk ke dalam indera pendengarannya pagi ini. Sontak Stella menoleh ke arah sumber suara di mana tampak sahabat baiknya itu kini sedang menatap ke arah dirinya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Aku taku terlambat Alma. Kamu kan tahu bagaimana jalanan ibu kota yang padat jika pagi dan sore hari. Kita terlambat sedikit pasti akan terjebak kemacetan kan Alma?” jawab Stella dengan sikap tenangnya.
“Apa yang kamu katakan benar Stella. Beruntung kamu tidak terlambat dan rapat juga belum dimulai hari ini. Ayo.. Kita bersiap rapat Stella,” sambung Alma.
“Iya Al,” tukas Stella.
Tak lama kemudian, Stella dan Alma melangkahkan kaki pergi keluar meninggalkan ruangan guru saat waktu rapat akan segera dimulai pagi ini. stella dan Alma duduk dengan berdampingan setelah Stella dan Alma berada di dalam aula sekolah tempat diadakan rapat pagi ini.
Kepala sekolah dan kepala Yayasan masuk ke dalam aula sekolah bersama dengan sosok laki-laki dengan postur tubuh tinggi dan kekar itu.m Stella tercengang saat tanpa sengaja indera penglihatannya tertuju ke arah sosok laki-laki yang tidak asing bagi dirinya itu.
‘Laki-laki itu..’