My Prince Season 2 - 03

2759 Kata
Empat Saura itu, yang kini sedang menyaksikan pergerakan Arga dari ruangan yang berbeda, melalui layar monitor besar yang terpasang di dinding, tampak tersenyum dan menyeringai saat mereka berempat sedang membicarakan segala hal tentang ‘mainan’ yang sedang mereka mainkan itu di layar monitor. Salah satu Saura yang memiliki tubuh paling tinggi dan berotot, juga matanya yang tajam dan sangat sangar, terlihat menelisik ke arah teman-temannya yang sedang berdiri di sampingnya, ikut menyaksikan apa yang juga dilihatnya. “Mengapa dia selalu melakukan hal seperti itu di hari Senin?” tanya Saura berotot itu pada tiga temannya yang berdiri di sampingnya, suaranya yang begitu berat dan berserak-serak basah membuat ketiga temannya secara refleks menengok ke arahnya. “Entahlah,” jawab Saura yang memiliki tubuh langsing dan memiliki p******a mungil, suaranya juga sangat nyaring dan terkesan imut, menjelaskan bahwa dia merupakan seorang perempuan di antara teman-temannya yang lain. “Mungkin itu hanya kebiasaan bodohnya saja, tidak perlu dipikirkan, Bos.” Mendengar sebutan yang barusan dilontarkan oleh Saura perempuan itu kepada temannya yang berotot, menandakan bahwa Saura yang tadi bertanya pada tiga temannya itu merupakan pemimpin di kelompok empat orang itu. Di samping itu, Sang Bos yang memiliki d**a bidang dan badan yang kekar itu tampak mengernyitkan alis, tidak begitu puas pada jawaban dari bawahannya yang merupakan seorang perempuan itu. Dia ingin mendapatkan penjelasan yang lebih memuaskan agar rasa heran dan penasarannya bisa hilang. “Kebiasaan bodohnya?” ulang Sang Bos yang kekar itu, suaranya jadi kedengaran halus. “Aku tidak mengerti apa maksudmu, jika itu adalah kebiasaan bodohnya, mengapa dia mau melakukan hal yang buang-buang waktu begitu, bukankah itu hanyalah hal yang bodoh?” “Bos, ayolah, kita di sini tidak untuk memahami apa yang dilakukan target kita, kita di sini hanya ingin bersenang-senang. Seperti yang pernah kau bilang pada kami, Bos, saat kita pertama kali menculik anak itu dari rumah orangtuanya ketika masih bayi.” Sahut Si Saura perempuan dengan memaksakan diri untuk menyunggingkan senyuman agar Sang Bos bisa mengingat apa yang dia katakan. Menggelengkan kepala, Sang Bos tidak begitu ingat soal kejadian tersebut. “Aku tidak mengingatnya, apakah aku pernah mengatakan sesuatu pada kalian di saat itu?” “Oh, ayolah!” Saura perempuan itu menepuk jidatnya dengan kesal. “Sudah-sudah, kalian tidak perlu berdebat begitu,” sela seorang Saura laki-laki yang memiliki  badan ceking dan agak membungkuk itu. “Daripada itu lihatlah ke monitor, ada sesuatu yang menarik di sana.” Tunjuk Si Saura kurus itu dengan mengacungkan jari telunjuknya ke arah monitor membuat Sang Bos dan Sang Saura perempuan itu mengikuti arah telunjuk Si Kurus. Setelah dilihat, di sana Arga sedang terbaring di bawah pohon yang sebelumnya dipanjatinya hingga puncak, pakaian yang dikenakannya tampak kotor dan lusuh, wajah dan seluruh tubuhnya juga ikut terkena debu, apalagi rambut pirangnya yang jadi berantakan. “Apa yang terjadi? Mengapa dia jadi berbaring di bawah pohon?” tanya Sang Bos, tidak paham pada tingkah Arga yang mulai membingungkan. “Dia terjatuh dari puncak pohon, karena kakinya tidak sengaja tergelincir di salah satu batang pohon dan akhirnya dia terjun bebas ke tanah dan begitulah akhirnya.” Yang bersuara kali ini bukan Si Kurus atau Si Perempuan, tapi Saura yang memiliki badan gemuk dan berpipi tembam. Didengar suaranya, bisa dipastikan dia adalah seorang laki-laki. “Malang sekali, hahahaha!” pekik Saura perempuan langsing sambil tertawa terbahak-bahak, tampak puas sekali melihat Arga terjatuh dari puncak pohon. “Pasti rasanya sakit, aku yakin salah satu tulangnya ada yang patah, hehehehe!” timpal Saura laki-laki kurus yang juga mengatakannya sambil terkekeh-kekeh, menertawakan Arga yang telah terjatuh. “Aku sebenarnya tidak tega melihatnya terjatuh, tapi itu lucu sekali, hahahaha!” Saura laki-laki yang gemuk pun ikut bergabung dengan tawa teman-temannya, ikut menertawakan Arga dengan begitu heboh, seakan-akan mereka bertiga melihat seekor monyet yang terjatuh dari pohon kepala, tawa mereka benar-benar pecah di saat itu juga. Kecuali Sang Bos. “Eh?” Saura perempuan bertubuh langsing mencoba menahan tawanya karena terkaget saat melihat bosnya yang sama sekali tidak tertawa bersama mereka di sana, Sang Bos terkesan mematung sambil matanya terfokus kepada Arga yang ada di dalam monitor. “Bos? Mengapa kau tidak tertawa?” Seketika Sang Bos menoleh dan berkata, “Apakah aku harus tertawa juga, bersama kalian?” “Eh?” Si Saura Perempuan bertubuh langsing itu semakin heran dengan tingkah bosnya yang jadi aneh. “Mengapa kau bertanya begitu? Bukankah lucu melihat target yang kita culik sedang tertimpa kesialan di sana?” “Tunggu sebentar, aku merasakan ada keanehan pada dirimu, Bos.” Kini yang menyahut adalah Saura laki-laki gemuk, ia memandangi bosnya dengan mata menyipit, seperti seseorang yang sedang mencurigai sesuatu. “Keanehan? Keanehan apa? Aku baik-baik saja.” “Tidak, ini aneh, padahal sebelumnya kau sering tertawa, mengapa sekarang kau jadi tidak bisa tertawa? Apalagi setelah melihat adegan lucu seperti itu di layar, aneh sekali mengingat kau ini orang yang gampang tertawa dibandingkan kami semua.” Ucap Saura laki-laki bertubuh kurus itu pada bosnya dengan suaranya yang menguik-nguik seperti seekor katak kecil. “Benarkah?” kata Sang Bos dengan menaikan sebelah alisnya dengan kebingungan. “Aku orang yang seperti itu di mata kalian?” “Bos! Kau ini kenapa!?” Saura perempuan bertubuh langsing itu langsung memekik dan menerjang badan kekar bosnya untuk dipeluk erat, kemudian dia angkat kepalanya yang sedang terbenam di d**a kekar bosnya, untuk melihat wajah laki-laki yang merupakan sang pemimpin kelompoknya. “Katakan padaku, apakah ada sesuatu yang tidak beres sampai membuatmu jadi tidak bisa tertawa seperti biasanya? Katakan saja, aku akan membantumu, Bos! Kita satu tim di sini, kita satu kelompok, kita satu keluarga!” “Aku baik-baik saja.” Sang Bos yang bertubuh kekar dan berotot itu hanya menjawabnya dengan wajah yang begitu datar, hingga akhirnya, tiba-tiba saja, BLAR! Kepala Sang Bos meledak tepat di depan teman-temannya, terutama Si Saura perempuan itu yang sedang memeluk badan bosnya. Mereka semua terkejut, dan langsung berlari mundur, menjaga jarak dari tubuh bosnya yang mulai ambruk. “BOOOOS!” Mereka bertiga secara serentak berteriak bersamaan dengan nada yang melengking penuh histeris, apalagi wajah Si Suara Perempuan itu yang kini jadi penuh cairan merah yang kental dan amis karena terciprat darah segar dari ledakan kepala bosnya. “APA YANG TERJADI!?” Si Kurus menjerit ketakutan, badannya gemetar ketika matanya melihat kondisi bosnya yang begitu mengenaskan. “INI MENGERIKAN!” Si Perempuan menutup mulutnya dengan dua tangan, dan air matanya keluar dan menetes-netes, saking tidak percaya pada hal yang sedang terjadi di depannya. “KITA HARUS BAGAIMANA SEKARANG!?” Teriak Si Gemuk dengan bibir yang menggigil, bahkan dia jadi jatuh terduduk, dua kakinya jadi tidak mampu menahan berat badannya saking kagetnya dengan hal itu. Empat Saura itu, yang kini sedang menyaksikan pergerakan Arga dari ruangan yang berbeda, melalui layar monitor besar yang terpasang di dinding, tampak tersenyum dan menyeringai saat mereka berempat sedang membicarakan segala hal tentang ‘mainan’ yang sedang mereka mainkan itu di layar monitor. Salah satu Saura yang memiliki tubuh paling tinggi dan berotot, juga matanya yang tajam dan sangat sangar, terlihat menelisik ke arah teman-temannya yang sedang berdiri di sampingnya, ikut menyaksikan apa yang juga dilihatnya. “Mengapa dia selalu melakukan hal seperti itu di hari Senin?” tanya Saura berotot itu pada tiga temannya yang berdiri di sampingnya, suaranya yang begitu berat dan berserak-serak basah membuat ketiga temannya secara refleks menengok ke arahnya. “Entahlah,” jawab Saura yang memiliki tubuh langsing dan memiliki p******a mungil, suaranya juga sangat nyaring dan terkesan imut, menjelaskan bahwa dia merupakan seorang perempuan di antara teman-temannya yang lain. “Mungkin itu hanya kebiasaan bodohnya saja, tidak perlu dipikirkan, Bos.” Mendengar sebutan yang barusan dilontarkan oleh Saura perempuan itu kepada temannya yang berotot, menandakan bahwa Saura yang tadi bertanya pada tiga temannya itu merupakan pemimpin di kelompok empat orang itu. Di samping itu, Sang Bos yang memiliki d**a bidang dan badan yang kekar itu tampak mengernyitkan alis, tidak begitu puas pada jawaban dari bawahannya yang merupakan seorang perempuan itu. Dia ingin mendapatkan penjelasan yang lebih memuaskan agar rasa heran dan penasarannya bisa hilang. “Kebiasaan bodohnya?” ulang Sang Bos yang kekar itu, suaranya jadi kedengaran halus. “Aku tidak mengerti apa maksudmu, jika itu adalah kebiasaan bodohnya, mengapa dia mau melakukan hal yang buang-buang waktu begitu, bukankah itu hanyalah hal yang bodoh?” “Bos, ayolah, kita di sini tidak untuk memahami apa yang dilakukan target kita, kita di sini hanya ingin bersenang-senang. Seperti yang pernah kau bilang pada kami, Bos, saat kita pertama kali menculik anak itu dari rumah orangtuanya ketika masih bayi.” Sahut Si Saura perempuan dengan memaksakan diri untuk menyunggingkan senyuman agar Sang Bos bisa mengingat apa yang dia katakan. Menggelengkan kepala, Sang Bos tidak begitu ingat soal kejadian tersebut. “Aku tidak mengingatnya, apakah aku pernah mengatakan sesuatu pada kalian di saat itu?” “Oh, ayolah!” Saura perempuan itu menepuk jidatnya dengan kesal. “Sudah-sudah, kalian tidak perlu berdebat begitu,” sela seorang Saura laki-laki yang memiliki  badan ceking dan agak membungkuk itu. “Daripada itu lihatlah ke monitor, ada sesuatu yang menarik di sana.” Tunjuk Si Saura kurus itu dengan mengacungkan jari telunjuknya ke arah monitor membuat Sang Bos dan Sang Saura perempuan itu mengikuti arah telunjuk Si Kurus. Setelah dilihat, di sana Arga sedang terbaring di bawah pohon yang sebelumnya dipanjatinya hingga puncak, pakaian yang dikenakannya tampak kotor dan lusuh, wajah dan seluruh tubuhnya juga ikut terkena debu, apalagi rambut pirangnya yang jadi berantakan. “Apa yang terjadi? Mengapa dia jadi berbaring di bawah pohon?” tanya Sang Bos, tidak paham pada tingkah Arga yang mulai membingungkan. “Dia terjatuh dari puncak pohon, karena kakinya tidak sengaja tergelincir di salah satu batang pohon dan akhirnya dia terjun bebas ke tanah dan begitulah akhirnya.” Yang bersuara kali ini bukan Si Kurus atau Si Perempuan, tapi Saura yang memiliki badan gemuk dan berpipi tembam. Didengar suaranya, bisa dipastikan dia adalah seorang laki-laki. “Malang sekali, hahahaha!” pekik Saura perempuan langsing sambil tertawa terbahak-bahak, tampak puas sekali melihat Arga terjatuh dari puncak pohon. “Pasti rasanya sakit, aku yakin salah satu tulangnya ada yang patah, hehehehe!” timpal Saura laki-laki kurus yang juga mengatakannya sambil terkekeh-kekeh, menertawakan Arga yang telah terjatuh. “Aku sebenarnya tidak tega melihatnya terjatuh, tapi itu lucu sekali, hahahaha!” Saura laki-laki yang gemuk pun ikut bergabung dengan tawa teman-temannya, ikut menertawakan Arga dengan begitu heboh, seakan-akan mereka bertiga melihat seekor monyet yang terjatuh dari pohon kepala, tawa mereka benar-benar pecah di saat itu juga. Kecuali Sang Bos. “Eh?” Saura perempuan bertubuh langsing mencoba menahan tawanya karena terkaget saat melihat bosnya yang sama sekali tidak tertawa bersama mereka di sana, Sang Bos terkesan mematung sambil matanya terfokus kepada Arga yang ada di dalam monitor. “Bos? Mengapa kau tidak tertawa?” Seketika Sang Bos menoleh dan berkata, “Apakah aku harus tertawa juga, bersama kalian?” “Eh?” Si Saura Perempuan bertubuh langsing itu semakin heran dengan tingkah bosnya yang jadi aneh. “Mengapa kau bertanya begitu? Bukankah lucu melihat target yang kita culik sedang tertimpa kesialan di sana?” “Tunggu sebentar, aku merasakan ada keanehan pada dirimu, Bos.” Kini yang menyahut adalah Saura laki-laki gemuk, ia memandangi bosnya dengan mata menyipit, seperti seseorang yang sedang mencurigai sesuatu. “Keanehan? Keanehan apa? Aku baik-baik saja.” “Tidak, ini aneh, padahal sebelumnya kau sering tertawa, mengapa sekarang kau jadi tidak bisa tertawa? Apalagi setelah melihat adegan lucu seperti itu di layar, aneh sekali mengingat kau ini orang yang gampang tertawa dibandingkan kami semua.” Ucap Saura laki-laki bertubuh kurus itu pada bosnya dengan suaranya yang menguik-nguik seperti seekor katak kecil. “Benarkah?” kata Sang Bos dengan menaikan sebelah alisnya dengan kebingungan. “Aku orang yang seperti itu di mata kalian?” “Bos! Kau ini kenapa!?” Saura perempuan bertubuh langsing itu langsung memekik dan menerjang badan kekar bosnya untuk dipeluk erat, kemudian dia angkat kepalanya yang sedang terbenam di d**a kekar bosnya, untuk melihat wajah laki-laki yang merupakan sang pemimpin kelompoknya. “Katakan padaku, apakah ada sesuatu yang tidak beres sampai membuatmu jadi tidak bisa tertawa seperti biasanya? Katakan saja, aku akan membantumu, Bos! Kita satu tim di sini, kita satu kelompok, kita satu keluarga!” “Aku baik-baik saja.” Sang Bos yang bertubuh kekar dan berotot itu hanya menjawabnya dengan wajah yang begitu datar, hingga akhirnya, tiba-tiba saja, BLAR! Kepala Sang Bos meledak tepat di depan teman-temannya, terutama Si Saura perempuan itu yang sedang memeluk badan bosnya. Mereka semua terkejut, dan langsung berlari mundur, menjaga jarak dari tubuh bosnya yang mulai ambruk. “BOOOOS!” Mereka bertiga secara serentak berteriak bersamaan dengan nada yang melengking penuh histeris, apalagi wajah Si Suara Perempuan itu yang kini jadi penuh cairan merah yang kental dan amis karena terciprat darah segar dari ledakan kepala bosnya. “APA YANG TERJADI!?” Si Kurus menjerit ketakutan, badannya gemetar ketika matanya melihat kondisi bosnya yang begitu mengenaskan. “INI MENGERIKAN!” Si Perempuan menutup mulutnya dengan dua tangan, dan air matanya keluar dan menetes-netes, saking tidak percaya pada hal yang sedang terjadi di depannya. “KITA HARUS BAGAIMANA SEKARANG!?” Teriak Si Gemuk dengan bibir yang menggigil, bahkan dia jadi jatuh terduduk, dua kakinya jadi tidak mampu menahan berat badannya saking kagetnya dengan hal itu. “Malang sekali, hahahaha!” pekik Saura perempuan langsing sambil tertawa terbahak-bahak, tampak puas sekali melihat Arga terjatuh dari puncak pohon. “Pasti rasanya sakit, aku yakin salah satu tulangnya ada yang patah, hehehehe!” timpal Saura laki-laki kurus yang juga mengatakannya sambil terkekeh-kekeh, menertawakan Arga yang telah terjatuh. “Aku sebenarnya tidak tega melihatnya terjatuh, tapi itu lucu sekali, hahahaha!” Saura laki-laki yang gemuk pun ikut bergabung dengan tawa teman-temannya, ikut menertawakan Arga dengan begitu heboh, seakan-akan mereka bertiga melihat seekor monyet yang terjatuh dari pohon kepala, tawa mereka benar-benar pecah di saat itu juga. Kecuali Sang Bos. “Eh?” Saura perempuan bertubuh langsing mencoba menahan tawanya karena terkaget saat melihat bosnya yang sama sekali tidak tertawa bersama mereka di sana, Sang Bos terkesan mematung sambil matanya terfokus kepada Arga yang ada di dalam monitor. “Bos? Mengapa kau tidak tertawa?” Seketika Sang Bos menoleh dan berkata, “Apakah aku harus tertawa juga, bersama kalian?” “Eh?” Si Saura Perempuan bertubuh langsing itu semakin heran dengan tingkah bosnya yang jadi aneh. “Mengapa kau bertanya begitu? Bukankah lucu melihat target yang kita culik sedang tertimpa kesialan di sana?” “Tunggu sebentar, aku merasakan ada keanehan pada dirimu, Bos.” Kini yang menyahut adalah Saura laki-laki gemuk, ia memandangi bosnya dengan mata menyipit, seperti seseorang yang sedang mencurigai sesuatu. “Keanehan? Keanehan apa? Aku baik-baik saja.” “Tidak, ini aneh, padahal sebelumnya kau sering tertawa, mengapa sekarang kau jadi tidak bisa tertawa? Apalagi setelah melihat adegan lucu seperti itu di layar, aneh sekali mengingat kau ini orang yang gampang tertawa dibandingkan kami semua.” Ucap Saura laki-laki bertubuh kurus itu pada bosnya dengan suaranya yang menguik-nguik seperti seekor katak kecil. “Benarkah?” kata Sang Bos dengan menaikan sebelah alisnya dengan kebingungan. “Aku orang yang seperti itu di mata kalian?” “Bos! Kau ini kenapa!?” Saura perempuan bertubuh langsing itu langsung memekik dan menerjang badan kekar bosnya untuk dipeluk erat, kemudian dia angkat kepalanya yang sedang terbenam di d**a kekar bosnya, untuk melihat wajah laki-laki yang merupakan sang pemimpin kelompoknya. “Katakan padaku, apakah ada sesuatu yang tidak beres sampai membuatmu jadi tidak bisa tertawa seperti biasanya? Katakan saja, aku akan membantumu, Bos! Kita satu tim di sini, kita satu kelompok, kita satu keluarga!” “Aku baik-baik saja.” Sang Bos yang bertubuh kekar dan berotot itu hanya menjawabnya dengan wajah yang begitu datar, hingga akhirnya, tiba-tiba saja, BLAR! Kepala Sang Bos meledak tepat di depan teman-temannya, terutama di hadapan Si Saura perempuan itu yang sedang memeluk badan bosnya. Mereka semua terkejut, dan langsung berlari mundur, menjaga jarak dari tubuh bosnya yang mulai ambruk. “BOOOOS!” Mereka bertiga secara serentak berteriak bersamaan dengan nada yang melengking penuh histeris, apalagi wajah Si Suara Perempuan itu yang kini jadi penuh cairan merah yang kental dan amis karena terciprat darah segar dari ledakan kepala bosnya. “APA YANG TERJADI!?” Si Kurus menjerit ketakutan, badannya gemetar ketika matanya melihat kondisi bosnya yang begitu mengenaskan. “INI MENGERIKAN!” Si Perempuan menutup mulutnya dengan dua tangan, dan air matanya keluar dan menetes-netes, saking tidak percaya pada hal yang sedang terjadi di depannya. “KITA HARUS BAGAIMANA SEKARANG!?” Teriak Si Gemuk dengan bibir yang menggigil, bahkan dia jadi jatuh terduduk, dua kakinya jadi tidak mampu menahan berat badannya saking kagetnya dengan hal itu.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN