Aline mengemudikan mobil nya dengan kecepatan tinggi dan untungnya jalanan sedang sepi, sehingga Ia tidak mengalami kecelakaan dan sampai di rumah dengan cepat dan selamat.
Aline langsung masuk ke dalam rumahnya yang besar dan mewah. Ia memanggil-manggil ibu nya, karena ayah nya sudah sejak lama meninggal dunia dan ibunya sebagai seorang single parent juga sebagai seorang wanita karir yang selalu sibuk dan jarang memperhatikan dirinya. Aline lebih banyak bersama dengan maid di rumah nya.
Soraya, maid yang bekerja di rumah Aline dengan tergopoh-gopoh datang menghampiri Aline dan bertanya mengapa Ia berteriak-teriak, seperti berada di hutan saja.
Aline langsung memeluk maid yang sudah seperti ibu nya itu dengan erat, “Tadi di sekolah aku bertemu dengan seorang pria yang menakutkan. Ia memakai topi dan kaca mata hitam, hingga aku tidak dapat melihat raut wajah nya. Ia sangat kasar.” Lapor Aline kepada maid nya itu, dengan nada suara dan tubuh yang bergetar ketakutan.
Soraya, maid yang bekerja di rumah Aline, mengurai pelukannya dan berkata, “Mungkin orang itu hanya sedang kesal saja dan kamu menjadi pelampiasannya. Bukankah hari ini di sekolahmu sedang ada acara penghormatan terakhir untuk almarhumah teman kalian, mungkin saja orang itu bagian dari kerabat almarhumah.”
Aline menganggukkan kepalanya dan Ia langsung masuk ke dalam kamar nya untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh gurunya.
Ryan Jenning, 22 tahun, setelah empat tahun lamanya, Ia meninggalkan sekolah nya, hari ini Ia datang kembali ke sekolah nya ini. Sekolah yang memberikan banyak kenangan kepadanya.
Ryan berjalan menyusuri lorong sekolah dan menaiki tangga untuk mencapai ruangan kepala sekolah. Ryan, mengetuk pintu ruangan kepala sekolah dengan pelan dan setelah dipersilahkan masuk, Ia pun memasuki ruangan Mrs. Dorothy.
“Selamat, siang, Bu. Maaf, kedatangan saya menggangu Ibu, akan tetapi saya memerlukan tanda tangan Ibu di dokumen kelulusan Saya, untuk keperluan beasiswa yang saya peroleh.” Terang, Ryan.
“Selamat siang, juga Ryan. Tidak mengapa, Ibu mengerti dan ibu juga meminta maaf, karena sudah membuat kamu harus menunggu lama. Seperti yang kamu ketahui, tadi dilangsungkan upacara penghormatan terakhir salah seorang siswi di sini yang menjadi korban pembunuhan.” Terang Mrs. Dorothy.
“Saya mengerti kok, Bu dan saya juga mengucapkan turut berduka cita, atas wafatnya salah seorang siswi di SMU ini.” Jawab Ryan, sambil menyodorkan berkas yang memerlukan tanda tangan dari Mrs. Dorothy.
Ryan bangkit berdiri dari duduknya, setelah Ia mendapatkan tanda tangan dari manta Kepala Sekolahnya, dahulu.
Saat berada di luar ruangan Mrs. Dorothy, Ryan mengamati sepanjang lorong dan juga kelas-kelas yang berjejer. Sekolah ini, menyimpan begitu banyak kenangan bagi Ryan. Di sini, Ia diajarkan rasanya sakit ditolak dan rasa senang jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.
Ryan melangkahkan kakinya sepanjang lorong, melewati beberapa kelas yang tertutup rapat, karena hari ini, sekolah diliburkan untuk memberikan penghormatan terakhir atas meninggalnya Karen.
Puas melihat-lihat, Ryan langsung menuju ke parkiran dan masuk ke dalam mobil mini cooper miliknya. Ryan mengemudikan mobilnya menyusuri sepanjang jalan kota kelahirannya yang sudah beberapa tahun lamanya Ia tinggalkan.
Ryan menghentikan mini cooper milik nya di sebuah rumah makan cepat saji. Ia masuk ke dalam nya dan memesan makanan. Ryan tidak melepaskan kaca mata hitam dan juga topi yang menutupi sebagian wajah nya. Penampilan Ryan yang terlihat mencolok dengan kaca mata hitam dan topi yang menutupi sebagian wajah nya tidak dipedulikannya.
Ryan memesan makanannya dan kemudian Ia duduk di kursi yang terletak di pojok ruangan. Begitu pelayan dengan seragam kerja nya yang super pendek mengantarkan pesanannya, Ryan langsung menyantapnya dengan tangan kiri.
Ryan tak mempedulikan orang-orang yang sesekali melihat dengan tatapan curiga ke arah nya. Ia dengan santai menikmati makanan pesanannya. Selesai makan dan membayar di kasir, Ryan melajukan mobil nya meninggalkan rumah makan tersebut.
Saat malam hari tiba, Aline yang baru saja selesai menyantap hidangan makan malam nya bersama dengan ibu nya, langsung naik ke lantai dua menuju kamar nya. Aline membiarkan jendela kamar nya terbuka dan angina meniup gorden jendela kamarnya, yang terbuka separuh.
Di lain tempat, di sebuah rumah tua yang letak nya tersembunyi, seorang pria mengenakan topeng hitam milik nya. Tak lupa Ia mengenakan sarung tangan lateks dan sepatu boots. Pria itu menggenggam sebilah pisau di tangan kirinya.
Pria misterius itu kemudian masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya menuju ke rumah yang menjadi sasarannya. Pria bertopeng itu, sudah menyelidiki terlebih dahulu kediaman targetnya siang tadi, untuk memudahkannya dalam melakukan eksekusi akhir.
Pria itu masuk ke dalam mobil nya, menyusuri jalanan sepanjang tempat yang menjadi markas nya. Jalanan yang kiri kanannya di tumbuhi pepohonan. Jalanan yang jarang dan bahkan hampir tidak pernah dilalui orang.
Pria itu, akhirnya sampai di ujung jalan yang membawanya ke jalan utama. Ia menyalakan radio mobilnya yang memutar lagu country dan dengan suara fals nya Ia ikut bernyanyi mengiring suara penyanyi aslinya.
Malam ini langit tampak sangat gelap sekali, tidak ada bintang dan bulan yang bersinar. Udara pun bahkan terasa sangat dingin, sepertinya hujan akan turun menyiram bumi.
Pria itu menghentikan mobilnya di sebuah tempat yang terlindung dan aman dari sorot sinar mobil atau pun motor yang kebetulan melintas. Ia turun dari mobil nya dan dengan langkah kaki pelan, tidak terburu-buru, Ia berjalan di antara pepohonan, agar tersembunyi dari pandangan.
Pria itu kemudian berhenti dan bersembunyi di balik pohon, saat dilihatnya ada sebuah mobil berhenti dan menyorot ke arahnya. Adrenalinnya sedikit terpacu, begitu Ia mengetahui, kalau mobil yang menyorot ke arah nya adalah mobil patroli polisi.
Pria misterius itu pun berjalan dengan cepat ke arah pepohonan yang ada di pinggir jalan.
Hampir saja, lampu sorot mobil patroli tersebut mengenai badannya. Namun, dengan cepat ia merayap ke balik sebuah pohon yang besar.
Ia mengeratkan genggaman pisau di tangan kirinya dan semakin dalam menyembunyikan tubuhnya di balik pohon, yang untungnya saja, pohon itu memiliki diameter yang besar, sehingga dapat menyembunyikan tubuh nya dengan sempurna.
Di lain tempat, detektif Miller dan detektif Monza yang sedang melintasi jalanan dengan mobil patroli milik markas mereka, menghentikan mobil nya di pinggir jalan dengan lampu mobil yang menyorot ke arah sebuah pohon.
“Aku sangat yakin, tadi melihat ada sosok bayangan yang berjalan melintas diantara pepohonan itu.” Kata detektif Monza.
“Mungkin yang kau lihat tadi hanyalah bayangan tajuk pohon yang tertiup angin dan bukannya bayangan manusia.” Sahut Miller.
“Entahlah, kita tunggu sebentar, kita lihat saja, apakah benar bayangan yang kulihat tadi hanyalah tajuk pohon yang tertiup angin.” Tutur Monza.
Mereka berdua pun menunggu di dalam mobil patroli dengan tatapan yang fokus ke arah pohon yang menjadi target penglihatan mereka.
Sementara itu, di tempatnya bersembunyi di balik pohon. Pria misterius itu merasa sangat marah dan jengkel, kedua detektif polisi itu menghambat rencananya malam ini untuk memberikan kejutan ke pada targetnya. Seekor kucing hutan melintas di dekat kakinya, pria bertopeng itu langsung saja menangkap kucing tersebut dan melemparnya ke luar dari balik pohon.
Detektif Monza dan Miller, tertawa begitu mereka melihat seekor kucing hutan ke luar dari balik pohon yang sedari tadi mereka awasi. “Ternyata hanya seekor kucing.” Kata Monza dan langsung saja Ia mengemudikan mobil patroli yang mereka naiki meneruskan perjalanan.
Pria bertopeng itu merasa senang, senyum miring terkembang di wajah nya yang tertutup oleh topeng, mengetahui kalau usahanya mengelabui pihak kepolisan berhasil. Ia pun meneruskan langkahnya menuju ke rumah yang menjadi targetnya.