2 : Kekacauan

1855 Kata
Sore ini angin berhembus kencang, cuaca dingin langsung menerpa tubuh kedua gadis yang berada di taman. Erlin mengusap tengkuknya yang terasa dingin, firasatnya mengatakan akan terjadi suatu hal yang buruk. Langit mulai gelap pertanda mendung sudah datang. Erlin masih setia menemani Saskia yang sedang berolahraga sore, adik dari Alpha itu sedang melakukan gerakan push-up di rerumputan. Kemarin, mereka sudah melancarkan aksi berbohongnya. Saskia berhasil pergi bersama Jared menuju ke dunia manusia untuk menikmati wahana taman bermain, sedangkan Erlin sendiri menunggu gadis itu dengan harap-harap cemas. Ia selalu berharap agar tidak ada hal buruk yang akan menimpa Saskia dikemudian hari, syukurlah Saskia pulang tepat pada waktunya, Erlin tidak perlu berbohong lagi dengan merangkai alasan ketika ditanyai oleh Alpha Leo dan Luna Irish. "Kia, apa kau tidak merasa ada yang aneh?" Ujar Erlin sembari mengedarkan pandangan ke arah langit, awan hitam tampak membumbung di atas sana. Saskia menghentikan kegiatannya sementara, ia menoleh ke arah sahabatnya dan mengendikkan bahu. "Aneh apanya?" "Cuaca kali ini, lihatlah angin yang berhembus dingin dan cuaca yang tiba-tiba mendung." Jawab Erlin, ia masih menatap lekat ke arah langit. Saskia memutar bola matanya jengah, gadis itu kembali melanjutkan push-up nya yang tertunda. "Mungkin perasaanmu saja yang sedang mendung, makanya cari Mate mu sana." Ujar Saskia dengan nada meledek. Erlin menggeram sebal. "Sial!" "Lin, apa kau tahan dengan hinaan Saskia? Ayolah cari mate kita, Erlin!!" Ujar Shine, wolf dari Erlin. "Shine, aku tidak akan mencarinya. Biar dia sendiri yang datang padaku meskipun tanpa disengaja kita bertemu." "Lin, itu akan lama. Tidak bisa ku harapkan kapan hari itu terjadi." "Shine stop! Aku berjanji padamu, jika kita sudah menemukannya, aku akan selalu disisinya." "Baiklah-baiklah. Kau sudah berjanji, awas saja jika kau ingkar." Erlin mengacak rambutnya frustasi, mengapa ia ditakdirkan memiliki wolf yang cerewet macam Shine? Oh ya tuhan. Tanpa disadari gadis itu, Saskia sudah menyelesaikan olahraganya. Saskia melirik pada Erlin yang nampak frustasi, ia bisa dengan mudah dapat menebaknya. Erlin menoleh kesamping, menemukan Saskia yang sedang mengulum senyumnya. "Biar ku tebak, Shine sedang mendesakmu untuk mencari Mate 'kan?" Saskia menunjuk dengan jarinya. Erlin mendelik tajam. Saskia memang menyebalkan dan sering menggodanya. "Ah sudahlah! Aku akan masuk, terserah kau disini sampai jam berapa pun aku tak peduli." Saskia menyemburkan tawanya dengan keras, Erlin menoleh lalu melemparkan kerikil pada sahabatnya. Erlin melanjutkan langkahnya untuk menemui Beta Endru, ia adalah orang yang baik padanya. Endru menjadi pengganti Rohan, pria dewasa itu sungguh setia dan juga luar biasa kemampuannya. Leo tidak salah dalam mengangkat pria itu sebagai Beta. Belum sempat Erlin berjalan ke ruang Endru, dipertengahan jalan ia lebih dulu berpapasan dengan si empunya. "Hai adik kecil." Sapa Endru sembari terkekeh, beberapa hari ini ia ditugaskan oleh Alpha Leo untuk berjaga di kawasan perbatasan, baru hari ini ia kembali ke mansion.  "Hallo, Kakak tua." Erlin tertawa kecil, Endru dan dirinya sudah seperti kakak dan adik. Keduanya sama-sama tidak memiliki saudara kandung. Endru memiliki tubuh tinggi nan atletis, fisiknya hampir mirip dengan para Alpha. Sebenarnya, ia adalah anak yatim piatu yang tanpa sengaja bertemu dengan Rohan-- Ayah Erlin. Rohan memperkenalkan Endru pada Alpha Leo, membuat Endru setia dan dapat di andalkan, sehingga ia dapat menggantikan posisi Rohan sebagai Beta. Rohan sudah cukup tua untuk menjabat sebagai Beta, ia hanya perlu istirahat menikmati masa tuanya. "Bagaimana kabarnya Ayah?" Tanya Andersen. Erlin sangat tahu pada siapa pertanyaan itu diperuntukkan, Endru menganggap Rohan sebagai ayahnya sendiri. Endru bersyukur karena Rohan sangat baik padanya, hingga mau mempercayakan posisi Beta padanya. "Kabar Ayah baik, namun semakin menyebalkan." Erlin mendesah pelan. Endru menautkan dahinya. "Memangnya ada apa?" "Ia selalu membahas tentang Mate ku, oh ayolah aku masih ingin menikmati masa lajangku." Gerutu Erlin yang malah nampak menggemaskan dimata Endru. "Kau memang seharusnya menemukan mate, lihatlah dirimu, kau sudah dewasa, cantik dan menggemaskan. Cari mate-mu dan kau akan menemukan kebahagiaan yang berlipat-lipat ganda." "Ternyata kau sama menyebalkannya dengan Ayah. Daripada menyuruhku untuk mencari mate, kenapa tidak kau sendiri saja yang mencari pasanganmu? Kau memiliki posisi yang bagus, masa depan cerah dan loyal terhadap sesama, mate-mu pasti sangat bangga ketika bertemu denganmu nantinya." Erlin membalikkan pertanyaan. "Aku terlalu sibuk untuk mencari, biarlah takdir yang mempertemukanku dengannya nanti, aku bersabar untuk menunggu." Balas Endru sambil mengangkat bahunya. Erlin mengangguk mengerti, prinsip Endru cukup mirip dengannya. Biarlah takdir yang mempertemukan pasangan jiwa mereka! Suara bising terdengar saling bersahutan, Endru dan Erlin saling menatap dengan kening mengerut. Para warrior yang berjaga pun turut berlarian dengan segera, Erlin menatap sekitarnya yang cukup kacau. Saat ada salah satu warrior yang melewati tepat didepannya, Erlin berusaha untuk menghentikan pria itu. "Tunggu, ada apa ini?" Erlin bertanya pada warrior tersebut. "Nona Erlin, Beta Endru, pengawas diperbatasan mengirim pesan bahwa ada sekelompok rogue yang ingin menyerang pack kita." Jawabnya dengan tersengal-sengal. Sontak saja Endru dan Erlin membulatkan mata terkejut. "Baiklah, lanjutkan tugasmu." "Saya permisi." Warrior itu mengangguk pelan lalu beranjak pegi dari sana. Endru menggenggam tangannya dengan erat. "Baru saja aku pulang dari perbatasan, ada-ada saja rogue yang ingin merusuh di Crismoon." "Tidak bisa dibiarkan, kita harus segera menghadangnya." Erlin mendesis pelan, matanya menatap ke depan dengan nyalang, Crismoon adalah rumahnya. Maka, ia tidak akan membiarkan siapapun mengacaukan tempat tinggalnya. "Ayo kita temui Alpha dan Luna terlebih dulu." Endru segera menarik tangan Erlin, keduanya berlari dengan cepat menyusuri lorong pack. Jantung Erlin berdegup kencang, apakah firasat buruknya menjadi kenyataan? Ulu hatinya merasa sesak, ada rasa bergetar disana. Keduanya semakin dekat dengan ruangan Alpha, Endru mulai mengendurkan pegangan tangannya pada Erlin. Pria dewasa itu masuk ke ruang Leo dengan membungkuk hormat, sedangkan Erlin mendekati Saskia yang sudah berdiri dengan resah disamping kakaknya. "Hormat saya, Alpha. Apakah benar berita tentang penyerrangan itu?" "Rogue menyerang pack kita. Tidak main-main, mereka dalam jumlah yang banyak. Padahal dalam sejarah kita tidak pernah bermasalah dengan mereka, tapi yang pasti tujuan mereka adalah ingin merebut pack kita." Alpha Leo berucap sembari berapi-api. Irish mendekati suaminya dan memberi pelukan kecil disana. "Saya siap menjalankan perintah Alpha, berikan saya perintah." Ujar Endru. "Beta, basmi semua rogue yang menyerang. Bawa warrior sebanyak-banyaknya, perketat penjagaan mansion." "Baik, Alpha. Saya undur diri untuk menjalankan perintah." Endru memundurkan langkahnya dengan sedikit melirik ke arah Erlin, selanjutnya ia mengangguk pelan. "Hati-hati." Ujar Erlin pada kakak angkatnya itu. Leo melemparkan tatapannya pada Saskia dan Erlin. "Kia dan Erlin. Kalian ku perintahkan untuk menjaga Luna, jangan biarkan mereka mencelakai istriku. Selama aku pergi melawan musuh, tanggung jawab Luna berada ditangan kalian." Leo mencium puncak kepala Irish, sedangkan Irish hanya menatap sedih perpisahannya dengan sang suami. "Baik, Alpha." Ujar keduanya bersamaan. Irish terlihat keberatan, ia tidak ingin berjauhan dari sang suami. "Percayalah padaku, kau akan aman dengan mereka. Aku akan kembali, jangan khawatir." Ujar Alpha Leo menenangkan istrinya, ia menangkup perut buncit istrinya dengan mengecupnya dengan lembut. "Aku percaya padamu, kembali dengan segera tanpa ada luka sedikitpun." Luna Irish segera bergabung pada gadis itu, Erlin membawanya ke tempat rahasia. Saskia menjaga Irish dari belakang, sedangkan Erlin sebagai pembuka jalan. Suara geraman dan cakaran beradu, Erlin mengintip pada celah tembok usang. Di sana ia melihat pertempuran yang memakan korban sangat banyak, semua rogue berbulu hitam pekat menambah kesan kejam pada mereka. Mereka kembali berjalan menyusuri ruangan bawah tanah yang menjadi tempat mereka bersembunyi, dari balik tanah ini Erlin makin menajamkan pendengarannya. Geraman dari Endru terdengar memilukan hati, Erlin yakin bahwa Sein, wolf dari Endru tengah terluka. Ketiganya telah sampai disebuah ruangan persegi, dimana tak ada cahaya sama sekali yang terlihat. Akan tetapi, penglihatan werewolf masih membantu mereka untuk dapat melihat walaupun di keadaan yang gelap. "Lin, apa kita akan aman di sini?" Tanya Saskia. "Untuk sementara ini, tempat inilah yang paling aman untuk kita. Semua tempat sudah dikepung, tidak ada jalan keluar lagi." Semua berjalan dengan cepat, sesaat setelah mereka bersembunyi diruangan itu, terdengar banyak sekali bunyi bedebum orang-orang yang saling bertarung. Ketiganya duduk meringkuk di dalam ruang pengap itu. "Bagaimana keadaan Leo, aku bahkan tidak bisa memindlink nya." Desah Irish dengan nada sarat akan kesedihan. "Apa kita harus membantu mereka, kita tidak bisa terus bersembunyi seperti ini?" Tambah Irish yang semakin gusar. "TIDAK!" Jawab Erlin dan Saskia bersamaan. "Kita diperintahkan Alpha Leo untuk menjaga anda, jangan membuat Alpha sedih tatkala melihat Luna dalam bahaya." Ujar Erlin dengan pelan, hampir berbisik. "Ya, kak Irish tenangkan dirimu. Kak Leo pasti bisa menumpas rogue-rogue itu." Irish menggenggam tangan Saskia dan Erlin, mereka saling berpelukan dan berbagi duka. Terdengar suara rintihan yang berasal dari Irish, Erlin dan Saskia menegang seolah lupa akan sesuatu. Irish sedang hamil enam bulan, ia tidak boleh lelah dan stres. Buru-buru Saskia merebahkan tubuh Irish diatas pangkuannya, sedangkan Erlin menajamkan penglihatannya. Erlin menelan ludah kasar, cairan berwarna merah mengalir di antara paha Irish. Seakan mendapatkan penglihatan terburuk, Saskia bergerak pelan untuk menyingkap gaun kakak iparnya. Matanya membulat, deru napasnya tak beraturan. "Luna tolong kendalikan pikiran anda, anda tidak boleh stress dan berpikiran macam-macam. Kasihan pada kandungan anda." Ujar Erlin yang menenangkan sang Luna, tapi Irish semakin terisak. "Suamiku, aku khawatir dengan Leo." Erlin menggigit bibir bawahnya dengan bingung, wanita hamil tidak boleh berpikiran berat, apalagi dalam keadaan sesedih ini. Oh Moongoddes, apa yang harus ia lakukan! "Lin, bagaimana ini?" Saskia juga turut cemas. Gadis itu merasakan genggaman tangan Irish semakin kuat, Luna sedang menahan rasa sakit dan rasa khawatirnya. "Tidak ada cara lain. Kita harus membawa Luna ke ruang medis, semoga saja masih ada dokter yang berjaga di sana." "Kita akan mati konyol jika melakukannya." Sahut Saskia, ekspresi wajahnya terlihat frustasi. Menuju ke ruang medis sama dengan bunuh diri, karena jalan menuju ke sana sudah dipenuhi oleh warrior dan rogue yang sedang bertarung. "Ruangan ini, seingatku kak Leo pernah berkata bahwa ruangan ini terhubung dengan lemari yang berada di ruang medis." Saskia menelusuri ruangan itu. "Benarkah? Lalu bagaimana kita mulai membuka jalannya." Sahut Erlin dengan segera. Saskia memejamkan matanya, ia berfokus pada satu titik. "Dorong tembok itu dengan sekuat tenaga." Tunjuk Saskia mengarah pada tembok disudut ruangan. Erlin melakukannya, peluh menetes dari dahinya. Gadis itu mengupayakan seluruh kekuatannya, bahkan Shine pun ikut menyalurkan tenaganya. Kriek.... Pintu terbuka lebar, Erlin tersenyum bangga. Segera ia membantu Saskia untuk memapah tubuh lemah Irish, dengan tertatih namun yakin. Ketiganya kembali berjalan menyusuri lorong yang semakin gelap. Tetesan darah dari s**********n Irish membuat kedua gadis di sana merasa takut, takut terjadi sesuatu pada Irish dan calon bayinya. "Kak Irish, sedikit lagi.. kakak harus kuat." Saskia meneteskan air mata melihat kesakitan yang di alami Irish, melihat sebagian dari calon keponakannya menetes keluar sebagai darah. "Kia, aku tidak kuat lagi." Irish semakin memucat, tubuhnya benar-benar lemas. "Kalian tinggalkan aku saja di sini, selamatkan diri kalian masing-masing." Suara Irish sarat akan keputusasaan. "Tidak, Luna. Ayo kita akan sampai." Erlin benar-benar sedih melihat Lunanya berpasrah diri. Sedikit demi sedikit cahaya mulai terlihat, sepertinya itu adalah pintu dari lemari yang dimaksud oleh Saskia. Mereka semakin yakin untuk berjalan, walaupun rasa pengap sangat mendominasi. Brak... Pintu lemari terbuka dengan keras, orang-orang diruang medis terkejut. Erlin segera memapah tubuh Luna untuk meletakkan ke ranjang. "Ya tuhan! Luna." Ada tiga dokter yang berada diruang medis, sepertinya mereka sengaja disekap diruangan ini. "Tolong segera tangani Kak Irish, selamatkan calon keponakanku." Ucap Saskia dengan nada frustasi. Ketiga dokter tadi langsung menangani Irish yang sudah tak sadarkan diri. Mereka berdoa agar Irish dan calon anaknya baik-baik saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN