Kedatangan Emanuel bukan saja menarik perhatian sebagian tamu tetapi juga membuat Tiara yang sejak tadi berdiri di samping Lev seperti ditelanjangie.
Tiara belum pernah bertemu dengan Emnuel tetapi dari cara pandangnya seolah Tiara sudah membuatnya sakit hati.
“Kau mengenalnya?” tanya Lev pada Tiara.
“Tidak dan aku tidak menyukai cara dia memandangku,” jawab Tiara tegas.
“Aku tidak mengira bertemu denganmu di sini Lev, terutama dengan melibatkan seorang sekretaris untuk mendampingi dirimu.”
Lev dan Tiara sangat jelas mengetahui tujuan Emanuel dengan mengeluarkan pernyataan yang membuatnya harus kuat menahan diri.
Lev bukan tidak sengaja datang ke Prancis untuk bertemu dengan Mc Linoir, tetapi dia datang dengan tujuan yang sudah direncanakan dengan matang yaitu sebagai sponsor dan juga berkenalan dengan anaknya Tiara.
Sayang, Marry sudah pindah sementara dia juga mempunyai urusan yang lain sehingga tidak bisa mendampingi Tiara bertemu dengan Marry.
Emanuel Durstan, bukan lelaki sembarangan. Dia adalah lelaki yang selalu mendapatkan yang dia inginkan termasuk merebut wanita yang menjadi kekasih Lev. Sayang, wanita yang saat ini berada di samping Lev jauh dari kriterianya. Dia bukan penggemar wanita dewasa.
Di samping Mc Linoir, berdiri Ezme yang menatap kedua lelaki yang ada di depannya penuh kekaguman. Seandainya dia hanya sebagai mahasiswa dan bukan sebagai asisten sutradara ternama, Ezme yakin dirinya tidak akan memiliki kesempatan bertemu dengan pengusaha kaya dan sukses.
“Boleh aku tahu namamu?” sapa Emanuel pada Ezme.
Senyum manis tetapi lebih terlihat gugup melintas di wajah Ezme saat dia menyebutkan namanya.
“Ezme.”
“Nama yang cantik,” puji Emanuel.
“Ezme adalah asistenku. Aku berhasil melakukan semuanya karena kehadiran 2 orang asisten yang membantuku tanpa kenal lelah,” beritahu Mc Linoir bangga.
“Dan, dimana asisten yang satunya? Apakah dia sedang menyapa para tamu?” tanya Emanuel seolah mencari seorang wanita muda dengan usia dan penampilan yang tidak berbeda jauh dengan Ezme.
“Dia tidak datang karena….”
Ezme tidak bisa meneruskan ucapannya pada saat ponselnya berbunyi hingga menarik perhatian banyak orang.
“Maafkan aku…aku lupa,” kata Ezme buru-buru dengan wajah memerah.
“Sebaiknya kau jawab dulu teleponnya, siapa tahu penting,” kata Tiara yang kasihan melihat Ezme gugup.
Dengan cepat Ezme melihat nomor teleponnya dan keningnya berkerut mengetahui siapa yang meneleponnya.
“Permisi,” katanya menjauh,
“Halo, Marry, apa kau jadi datang ke sini?” tanya Ezme cepat.
Tidak terdengar jawaban hanya suara tarikan nafas berat.
“Marry, kau baik-baik saja?” tanya Ezme khawatir.
“Aku baik-baik saja selama Biana bisa tiba tepat waktu di rumah sakit. Sepertinya aku sudah waktunya melahirkan. Sampaikan salamku pada Tuan Linoir bahwa aku harus cuti,” pesan Rosemary.
“Ya Tuhan. Apa kau hanya berdua dengan Biana, apa kau sudah menghubungi ibumu?” tanya Ezme khawatir.
“Ponsel ibuku tidak aktif dan aku juga tidak akan mengganggunya,” jawab Rosemary.
“Baiklah, aku akan menyusulmu ke rumah sakit. Kau sebutkan saja nama rumah sakitnya, aku langsung ke sana,” perintah Ezme.
Wajahnya terlihat panic sehingga menarik perhatian tamu yang baru saja dia tinggalkan,
“Ada apa? Ada kerabatmu yang sakit?” tanya Emanuel.
Ezme tidak tahu sejak kapan Emanuel berdiri di sampingnya tetapi kehadiran pria itu cukup membuatnya terkejut.
“Bukan keluargaku tetapi teman kuliahku sekaligus rekan asistenku. Dia akan melahirkan,” jawab Ezme.
“Temanmu akan melahirkan, usia berapa?” tanya Emanuel.
Dalam hati Ezme berkata, “Memangnya hanya wanita dewasa saja yang bisa melahirkan?”
Tetapi tidak mungkin Ezme mengucapkan kalimat yang bisa diartikan sebagai kalimat tidak sopan. Ezme lebih memilih tersenyum sebelum dia berjalan menemui Mc Linoir.
“Permisi Tuan Linoir, aku tidak bisa berlama-lama karena ada urusan penting yang membutuhkan kehadiranku,” kata Ezme pada Linoir.
“Silahkan.”
Ezme tidak memiliki kesempatan menelepon kekasihnya agar mejemput dia. Bukan saja membuang waktu tetapi juga karena kekasihnya sudah ijin pergi ke luar kota.
Berusaha mendapatkan taxi dengan cara menelepon, Ezme justru mendapat tumpangan dari seorang lelaki yang menghentikan mobilnya di depan Ezme.
“Masuk-lah. Sulit mendapatkan taxi dari sini,” terdengar suara perintah berasal dari penumpang mobil mewah yang tidak lain adalah Emanuel Durstan.
“Tuan….”
Terkejut sudah pasti. Tidak pernah ada pemberitaan seorang Durstan memberikan tumpangan mobil sehingga semua kamera langsung tertuju padanya.
“Kamu mau naik sekarang atau segaja memberikan mereta berita?”
Suara tidak sabar dari Emanuel membuat Ezme sadar dan langsung membuka pintu lalu masuk ke dalamnya.
Duduk di samping Emanuel membuat Ezme tidak bisa tenang. Dia sangat gugup dan gelisah hingga menarik perhatian Emanuel.
“Kau gemetar seperti itu bukan karena takut padaku, kan?”
Suara Emanuel terdengar geli hingga Ezme tersenyum malu.
“Terus terang aku memang sangat takut,” jawab Ezme.
“Kenapa?”
“Takut aku tidak bisa melupakannya,” jawab Ezme.
“Jangan khawatir, kau tidak akan lupa karena aku jamin semua media akan memasang foto-mu di media. Saranku, kalau kau punya kekasih, katakan padanya dengan jujur,” perintah Emanuel tertawa.
Ya Tuhan…kenapa suara tawa tersebut terdengar menakutkan saat Emanuel menyebut kata kekasih. Dengan kecepatan yang luar biasa dan melupakan tubuhnya yang sempat gemetar, Ezme mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi kekasihnya.
“Halo, Toni. Marry sekarang ada di rumah sakit dan dia akan melahirkan sekarang. Marry hanya bersama dengan Biana karena tidak bisa menghubungi ibunya dan aku dalam perjalanan ke rumah sakit. Aku mendapat tumpangan dari Tuan Durstan.”
Kalimat yang diucapkan Ezme begitu cepat tetapi Emanuel bisa menangkap maksudnya dengan jelas terutama saat dia mendengar ucapan dari Ezme kembali.
“Aku tidak tahu Tuan Durstan mau kemana tetapi aku bisa mendapatkan taxi kalau tujuannya tidak se-arah.”
Kemudian terlihat Ezme menekan nomor lain tetapi tidak mendapatkan jawaban. Kemudian dia menghubungi nomor lainnya kali ini terhubung.
“Biana, apakah kalian sudah tiba di rumah sakit? Aku tidak bisa menghubunginya,” tanya Ezme pelan.
“Maary sudah masuk ke ruang operasi,” jawab Biana pelan.
“Apa, ruang operasi, kenapa tidak normal saja?”
“Aku tidak tahu dan aku terpaksa yang tanda tangan. Aku berharap ibunya bisa datang, tetapi Marry melarangku menghubunginya lagi setelah puluhan kali gagal.”
“Aku mengerti. Aku sudah dalam perjalanan. Apabila ada sesuatu,, segera beri kabar padaku,” perintah Ezme.
Ezme sudah selesai bicara melalui ponsel, kali ini dia memandang Emanuel, “Maaf, Tuan bisa menurunkan aku di depan sana. Aku rasa dari sana aku sudah bisa mendapatkan taxi.”
“Aku akan mengantarmu. Bukankah kau tadi mengatakan sudah dalam perjalanan? Tidak baik memberikan harapan palsu,” jawab Emanuel dingin.
Emanuel tidak mengira ada seorang teman yang begitu perhatian seperti Ezme. Selama ini yang menjadi temannya sebagian besar dari mereka adalah kaum penjilat yang selalu mengharapkan belas kasihan darinya.
Ezme hanya bisa mengangguk sementara hati dan pikirannya tertuju pada Marry yang masih berada di dalam ruang operasi agar bisa melahirkan anaknya dengan selamat.