Di saat mobil Sion bergerak melaju memecah keramaian kota Jakarta yang tidak pernah tidur, di negara dan kota berbeda yang terletak di negara Eropa yang memiliki iklim tudor, seorang wanita berjalan icepat meninggalkan gedung tinggi yang berada di Pusat Bisnis Internasional Moskwa.
Wanita dengan kecantikan khas Asia Tenggara yang bernama Tiara adalah seorang sektretaris sebuah perusahaan besar yang berada di Pusat Bisnis yang pertama ada di Rusia.
Sebuah kawasan yang merupakan zona pertama di Rusia untuk menggabungkan kegiatan usaha, hiburan dan ruang hidup dalam satu pengembangan tunggal.
Dari informasi Wikipedia, Pemerintah Moskwa pertama kali menyusun proyek ini pada tahun 1992. Di Pusat Bisnis Internasional Moskwa terdapat 6 gedung pencakar langit dengan ketinggian minimal 300 meter dan Tiara sudah meninggalkan kawasan tersebut menuju apartemennya yang jaraknya lumayan jauh dari tempatnya bekerja.
Ekspresi puas terlihat diwajahnya yang sudah tidak muda lagi tetapi tetap memperlihatkan kecantikan dan juga semangatnya.
Tiara adalah seorang wanita yang hidup sendirian setelah perceraiannya dengan Sion. Tiara, mungkin salah satu wanita yang tidak menginginkan kehadiran seorang anak di dalam hidupnya karena dia bukanlah wanita yang akan mengabdikan dirinya secara total pada anak dan suaminya.
Perceraian Tiara dan Sion terjadi karena Tiara memutuskan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh perusahaan tempat dia bekerja. Bukan peluang atau kesempatan biasa karena Tiara di tuntut untuk tinggal dan menetap di kota Moskwa. Negara yang sangat jauh dari Indonesia.
Kehadiran seorang anak tidak menjadi halangan bagi Tiara untuk meninggalkannya dan kini, tanpa terasa Tiara sudah tinggal di negara tersebut selama lebih dari 17 tahun atau sehari setelah ulang tahun Rosemary yang pertama.
Masih terngiang di telinga Tiara ketika dirinya dipanggil oleh pimpinan tempatnya bekerja dan dia sangat bangga dan behagia karena Steven Grigory, orang nomor satu salah satu perusahaan terbesar di negara tersebut memberikan kepercayaan padanya untuk mendampingi putranya yang akan menggantikannya sebagai Presiden direktur.
Tiara membuktikan bahwa seorang wanita yang memiliki pengalaman selalu mendapatkan peluang terbaik walaupun usianya sudah tidak muda lagi. Membayangkan akan bekerja pada seorang lelaki yang usianya 17 tahun lebih muda darinya membuat Tiara tersenyum.
Lev Grigory bukan lelaki muda biasa, dia adalah lelaki yang terkenal sebagai berandal pesta pematah hati para wanita. Tidak ada yang tidak mengenal dirinya, Lev bagi seorang ibu adalah jenis lelaki yang harus dihindari oleh mereka yang memiliki anak perempuan.
“Aku mengenal Steven sebagai pengusaha serius yang lebih banyak berpikir sebelum mengambil keputusan dan aku yakin, Lev adalah pengusaha muda yang sangat berbeda. Tentu sangat menyenangkan mengenal dan melayani lelaki yang memiliki semangat tinggi dengan emosinya yang meledak,” kata Tiara dalam hati.
Tiara bukan wanita yang terikat dia bisa melakukan apa pun yang dia inginkan. Tidak ada larangan baginya menjalin hubungan dengan lelaki yang dia sukai. Dan, entah mengapa daedanya berdegup kencang saat Steven menunjuknya sebagai sekretaris putranya.
“Aku akan melakukan pekerjaan dengan baik dan membuat Lev tidak menyesal mempunyai seorang sekretaris sepertiku.”
“Sayang, kami tidak langsung bertemu dan berkenalan lebih dekat lagi karena dia ada di Indonesia. Bertemu dan mengurusi dunia hiburan ternyata lebih menarik daripada pekerjaannya yang sekarang,” gumam Tiara.
Tiara dan Rosemary sama-sama baru saja meninggalkan pesta yang membedakan hanya Tiara baru saja meninggalkan klub hiburan sementara Rosemary baru saja meninggalkan rumah seorang produser film.
“Istirahatlah. Papa lihat kamu sangat lelah hari ini,” ujar Sion pada Rosemary begitu mereka sudah tiba di rumah.
“Papa juga istirahat. Terima kasih karena papa sudah menjemput Rose,” kata Rosemary sebelum dia masuk ke kamarnya.
Senyum tipis diberikan oleh Sion saat dia menerima pelukan dari putrinya.
Rosemary sudah masuk ke kamarnya tetapi Sion masih duduk di ruang tamu sendirian dalam kegelapan.
“Mengapa tiba-tiba Rose ingat pada Tiara? Bukankah selama ini dia tidak pernah mengenal Tiara sebagai ibunya? Mustahil mengingatnya sebagai ibu sementara dia tidak pernah memberi kabar. Aku bahkan tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah tiada,” batin Sion.
“Ada apa? Kenapa pulang menjemput Rose kau malah duduk sendirian di sini?”
Suara teguran pelan dari seorang wanita yang sudah dia nikahi selama 14 tahun memasuki pendengarannya.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin sendirian saja. Aku kira kau sudah tidur,” jawab Sion pada Aini, ibu dari Husna.
“Aku tidak bisa tidur karena Husna belum juga pulang. Apa dia tidak minta di jemput juga?” tanya Aini seolah menuduh Sion berlaku tidak adil.
“Aku sudah meneleponnya ketika selesai menjemput Rose, tetapi dia tidak menjawabnya sampai aku mengirim pesan. Lihat-lah!”
Dengan kata-katanya, Sion memberikan ponselnya pada Aini untuk dibaca. Dan wajah Aini berubah muram. Apakah dia sudah salah mendidik Husna? Kenapa putrinya lebih suka pergi bersama dengan teman-temannya yang tidak pernah dia kenalkan dengan jelas.
“Lalu, apa papa sudah mendatangi alamat tempat papa mengantarnya?” tanya Aini lagi.
“Husna tadi minta di antar ke salah satu mall, dia menolak di antar sampai ke tujuan walaupun papa sudah memaksanya. Sebagai mama-nya, kau pasti tahu betapa keras kepalanya Husna.”
Aini hanya diam. Dia berharap Husna segera pulang, bagaimana pun dia tidak rela kalau putrinya menjadi anak yang terjebak dalam pergaulan bebas.
“Lalu, sampai kapan papa mau di sini terus? Papa sudah cape seharian kerja dan harus mengantar dan jemput anak-anak, sekarang kita istirahat, ya?” bujuk Aini lagi.
“Hemmm. Masuklah. Papa ingin di sini dulu,” kata Sion.
Ternyata suami dan anaknya sama-sama keras kepala, lalu kenapa Sion harus mengatakan kalau Husna keras kepala?
Suara decakkan yang sengaja dibuat Aini tidak mempengaruhi Sion. Dia tetap berada di ruang tamu sementara lampunya tetap dibiarkan mati. Sion berharap kegelapan dapat membuatnya melihat dan menyadari yang tidak dia ketahui tentang seorang Tiara Hartawan.
Tepat jam 3 dinihari, suara kunci pintu diputar terdengar pelam membuat Sion yang tertidur di kursi terbangun.
membuat Sion memperhatikannya dengan tajam. Siap untuk melakukan penyerangan apabila yang berusaha masuk ke dalam rumahnya adalah pencuri.
Namun, sosok dari tubuh wanita yang sudah dia kenal ternyata yang masuk ke dalam rumah dengan cara mengendap-endap seperti seorang pencuri.
Sion tidak bergerak, dia hanya cukup memperhatikan semua gerakan Husna sampai pada tindakan Husna yang membuatnya harus mengerutkan kening dan menajamkan penghilhatannya.
“Apa yang Hurna lakukan pada guci pajangan itu?” pikir Sion.
Sion menunggu saat Husna mulai membuka tasnya dan siap untuk meletakkan sebuah dompet kecil yang masih dia pegang dan…blep,,..
Suara lampu blit yang berasal dari ponsel Sion mengejutkan Husna hingga dia menjatuhkan dompet dan tas yang dia pegang.
“Papa? Apa yang papa lakukan? Papa tahu kalau papa sudah mengagetkan Husna?” teriak Husna terkejut.
Husna melupakan bahwa seharusnya dia tidak berteriak dan mengundang ingin tahu dari tetangganya yang pasti sudah bangun untuk beribadah.
Sion tidak tahu apa yang dipikirkan oleh tetangganya saat mereka berlari dan masuk ke dalam rumah Sion hingga menimbulkan keramaian.
“Ada apa Mbak Husna, kenapa dengan Pak Sion,” tanya salah seorang tetangga yang rumahnya tepat di samping rumah Sion.
“Tidak apa-apa, Buk,” sahut Husna bingung.
“Eh, itu apaan yang dilantai? Kok bentuknya kaya yang ada diberita? Terus Husna dari mana> Kenapa pakaiannya seperti itu?”
Berbagai pertanyaan keluar dari mulut para tetangga sementara Sion hanya diam terpaku. Dia tdiak mengira kalau lampu kamera dari ponselnya sudah membuat kehebohan pada pagi buta.
“Ada apa? Kenapa ramai seperti ini dan Husna, kenapa baru pulang? Kau tahu kalau papa dan mama sampai harus begadang menunggumu pulang?” suara Aini terdengar marah.
Aini tidak menyadari apa yang terjadi saat dia melihat para tetangganya berdiri sambil berbisik keras.
“Namanya Husna tapi kelakuan seperti perempuan malam,” kata salah satu tetangga.
“Sebaiknya lapor polisi aja kalau Husna itu pemakai. Kita gak mau kalau ada pemakai di daerah kita apalagi anak-anak kita berteman sama dia,” kata tetangga yang lain.
Tidak perlu waktu lama hingga suara sirena yang berasal dari mobil polisi terdengar disusul dengan 2 orang polisi masuk tidak berapa lama kemudian lalu melihat Husna beserta barang bukti yang masih ada di tangannya.
“Ini semua gara-gara, Papa. Kalau saja papa tidak mengejutkan aku dengan lampu camera, aku pasti aman-aman saja,” teriak Husna marah.
“Cukup Husna! Kau pikir kami tidak curiga kenapa kau selalu pulang malam? Kau selalu mengatakan ada teman yang ulang tahun dan hanya minum sedikit saja. Mama yakin kalau Papa hanya ingin membuktikan kalau kau sudah membuat kesalahan,” bentak Aini marah.
“Maafkan, Papa. Kenapa kau seperti ini dan sejak kapan kau menjadi pemakai?” tanya Sion pelan.
“Untuk apa papa tahu, aku bukan anak papa jadi tidak perlu sok perhatian padaku. Sebaiknya perhatikan saja anakmu itu. Aku yakin dia juga tidak sesuci dan sepolos yang terlihat,” cerca Husna.
“Kami akan membawa putri bapak dan ibu beserta barang bukti yang ada. Kalian bisa menemuinya nanti setelah kami melakukan pemeriksaan.”
Suara tegas polisi menghentikan perdebatan Husna dengan Sion dan Aini. Wajah Husna bersinar dipenuhi oleh kebencian yang sangat besar.
“Kenapa? Kenapa putriku seperti itu?” keluh Aini saat Sion membawanya ke dalam pelukannya sementara para tetangga perlahan-lahan mulai pergi.
“Kita yang sudah melakukan kesalahan karena terlalu membebaskan dirinya. Tapi kita juga harus bisa memberinya keyakinan bahwa kita masih orang tuanya dan kita juga akan membantunya agar terlepas dari barang terkutuk tersebut,” hibur Sion.
Dari sudut matanya Sion melihat Rosemary yang berdiri diam. Selama ini Rose sudah curiga pada tingkah Husna, tetapi dia tidak memiliki bukti sampai tadi dia mengatakan kecurigaannya pada Sion, tepat setelah Sion mendapatkan balasan dari pesan yang dia kirim ke ponsel Husna.