Kesal sendiri

1215 Kata
Di Indonesia, Rosemary sudah memutuskan untuk mencoba menghubungi Tiara. Walaupun dia sendiri tidak yakin apakan Tiara akan menerima dirinya sebagai anak atau justru tidak mengakuinya. Rosemary terpaksa mengambil keputusan yang seharusnya sudah dia lakukan sejak lama sebelum berita tentang dirinya mulai menghancurkan hidupnya. Bukan hanya sebagai wanita yang suka menjebak lelaki dengan tubuh mulusnya tetapi juga sebagai pemakai hanya kerena seorang wanita yang menjadi kakak tirinya berada di dalam sel karena pemakai. “Aku tidak peduli apakah dia akan mengakui diriku sebagai anak atau tidak. Setidaknya jawaban yang dia berikan menjadi alasan bagiku bahwa aku masih mempunyai ibu atau tidak,” gumam Rosemary saat dia mulai menekan nomor telepon Tiara. Cukup lama telepon tersebut hanya memanggil tanpa ada jawaban sehingga Rosemary harus mengulanginya berkali-kali. Cukup lama ia melakukannya hingga dia memutuskan untuk menundanya. Sementara di Moskwa yang memiliki waktu lebih lambat 4 jam dari Jakarta, Tiara baru saja kembali dari ruang kerja Steven setelah mengantarkan dokumen yang telah diberikan Lev padanya. Tiara tidak tahu ponselnya berbunyi karena Steven melarang pegawainya membawa ponsel ke ruang kerjanya. Tidak ada aturan membawa ponsel saat melakukan pekerjaan. Di depan mejanya, Tiara melihat Lev berdiri dengan kening berkerut yang lebih pantas disamakan dengan sikap curiga. Sama seperti yang dirasakan oleh Tiara saat melihat benda yang ada di tangan Lev. “Untuk apa kau memegang ponselku. Apakah kau tidak kenal dengan privasi?” tanya Tiara. “Ponselmu berbunyi puluhan kali membuatku terganggu. Siapa yang sudah meneleponmu puluhan kali,” tanya Lev marah. Tiara menatap Lev tajam. Apa hak Lev untuk marah. Mereka memang berhubungan dekat tetapi tidak menjadikan Lev berhak mengatahui dengan siapa dia berhubungan. Bukankah dia juga tidak pernah mau tahu dengan siapa Lev menuntaskan gaerahnya? Tanpa bicara, Tiara mengambil ponselnya dari tangan Lev dan melihat nomor asing yang tidak tersimpan di ponselnya. “Aku tidak tahu ini nomor siapa, tetapi dari kode wilayahnya terlihat bahwa ini adalah nomor dari Indonesia,” jawab Tiara. Lev memperhatikan Tiara sikap Tiara yang berubah walaupun tidak kentara. Apa yang sudah diketahui Tiara tentang Indonesia dan mengapa wajahnya terlihat murung. “Ada apa? Kenapa melihat nomor tersebut kau murung. Apakah nomor tersebut sangat berarti bagimu?” ejek Lev. “Aku tidak tahu masalahmu, Lev. Tetapi, Indonesia adalah tempat aku berasal,” jawab Tiara. “Kau berasal dari Indonesia? Kenapa aku tidak pernah tahu?” gumam Lev. Apakah masih banyak rahasia Tiara yang tidak dia ketahui? Selama ini Lev menganggap Tiara berasal dari negar Filipina atau negara Malaysia. Tidak pernah sekalipun Lev berpikir negara asal Tiara adalah Indonesia. “Di dalam CV-ku tercetak jelas aku berasal dari Indonesia meskipun aku sudah cukup lama tidak pernah menginjakkan kaki-ku lagi di negara tersebut. Apakah ada masalah dan mengapa kau sangat terkejut?” tanya Tiara. Lev diam. Tidak seharusnya dia curiga dengan Tiara. Dia memang terkejut begitu melihat nomor telepon yang berasal dari Indonesia dengan berpikir Tiara menyelidiki dirinya dan penyesalam di wajah Lev kembali membuat Tiara curiga. “Apa yang terjadi di Indonesia? Dan mengapa Lev terlihat gelisah?” pikir Tiara. “Tidak ada masalah. Aku tidak mau kau terlalu perhatian pada yang lain sementara pekerjaanmu sudah menyita waktumu,” jawab Lev. Menghindar. Lev memutuskan untuk menghindar daripada Tiara curiga. Walaupun status Tiara hanya sekretarisnya tetapi Lev sangat yakin dengan pengaruh yang dimiliki Tiara sebagai mantan sekretaris ayahnya, sudah pasti Tiara tahu siapa saja yang harus dia hubungi bila menginginkan informasi. “Apakah kau sudah makan siang?” tanya Lev. Namun, Lev tidak langsung mendapatkan jawaban karena Tiara focus pada ponselnya. “Siapa yang meneleponku berkali-kali. Aku hanya memberikan nomor ini pada Sion, apakah dia yang menghubungiku, lalu untuk apa?” Tiara termenung memikirkan panggilan telepon tersebut hingga dia tidak mendengar suara Lev dan kembali, Lev mulai tidak sabar dan mengambil ponsel Tiara dan meletakkan di atas meja. “Kau lihat! Kau bahkan tidak menjawab pertanyaanku, sibuk dengan pikiranmu sendiri. Sebaiknya kau blokir agar kau tidak diganggu dengan nomor yang tidak kau kenal tersebut!” perintah Lev. Tiara menggelengkan kepala. Dia akan meneleponnya kembali tetapi nanti setelah Lev tidak bersamanya. “Kau ingin makan siang dimana?” tanya Tiara. “Di sekitar sini saja,” jawab Lev merajuk. “Terserah.” Mereka meninggalkan kantor tanpa mengetahui asisten kepercayaan Steven melihatnya lalu melaporkannya kepada Steven Maxim Grigory. Wajah Steven yang lebih terkesan kaku daripada ramahnya semakin memperlihatkan sikapnya yang dingin begitu mengetahui kemana putranya pergi dan bersama dengan siapa. “Aku melakukan kesalahan dengan mengirim Tiara sebagai sekretaris Lev. Apakah aku harus menarik Tiara kembali dan menempatkan dia di perusahaan yang lain?” “Jangan lakukan. Kau tidak perlu ikut campur dalam hubungan Lev. Biarkan dia menentukan pilihannya sendiri,” tegur Stacie, wanita yang dia nikahi 33 tahun yang lalu. “Aku tidak pernah mencampuri hubungannya dengan para wanita, tetapi tidak dengan Tiara. Kau tahu usia Tiara berapa? Dia hanya berbeda beberapa tahun saja darimu? Aku tidak tahu mengapa dia harus tertarik pada wanita yang usianya sudah tidak muda lagi,” keluh Steven. “Apa yang kau ihat padaku? Katakan apakah kau masih memeliki perasaan yang sama terhadapku setelah puluhan tahun kita bersama?” tanya Stacie pada suaminya. “Yang aku lihat padamu adalah sesuatu yang membuatku gila dan tidak bisa berpaling. Perasaanku sejak pertama kita bertemu sampai sekarang sudah tidak bisa diukur dan diumpamakan dengan apa pun. Tapi kenapa kau harus bertanya seperti itu?” “Aku yakin Lev melihat yang berbeda pada Tiara. Dia mungkin suka dengan kedewasaannya Tiara. Apakah salah kalau dia suka dengannya?” “Solntse (Matahari dalam bahasa Rusia yang bisa diartikan sayang).” “Biarkan Lev mengenal perasaan yang dia miliki. Aku yakin dia hanya ingin merasakan yang berbeda saja,” saran Stacie pada Steven. Menolak saran dari wanita yang paling dia sayangi dan lindungi tidak akan Steven lakukan secara terbuka. Untuk sementara dia akan mengikuti sarah Stacie untuk membiarkan dan mengawasi Lev dan Tiara. Walaupun dalam hatinya sendiri tidak akan pernah setuju putranya berhubungan apalagi sampai menikah dengan wanita yang usianya 17 tahun lebih tua dari Lev. Kembali pada Tiara yang kini sedang menikmati makan siang bersama dengan Lev, dia mulai tidak nyaman dengan sikap Lev yang dilakukan secara terbuka. Walaupun Tiara biasanya tidak peduli tetapi menghadapi sekian banyak mata menatapnya tajam, cukup membuatnya terganggu. “Apakah aku harus bertanya kenapa lagi?” tegur Lev yang terganggu karena Tiara lebih banyak diam dan tidak peduli padanya. “Bagaimana kalau hubungan kita kembali pada hubungan antara pimpinan perusahaan dan karyawannya,” tanya Tiara. Perlahan Lev meletakkan garpu dan pisau steaknya di atas piring lalu menatap Tiara tajam. “Apakah ada yang salah dengan hubungan ini? Kau adalah karyawanku dan aku tidak pernah menganggapnya lebih. Kalau kau menginginkan perubahan, sudah pasti kau tidak bekerja denganku lagi.” Tiara terkesiap. Dia tidak menduga jawaban Lev. Sebelum dia mulai bicara lagi suara pesan masuk terdengar dari ponselnya dan dia langsung mengambil ponsel dan melihat pesan yang masuk. Tiara pada awalnya hanya sekedar membaca, tetapi ketika dia sadar siapa yang mengirim pesan, tiba-tiba wajahnya pucat hingga menarik perhatian Lev yang masih marah karena ucapan Tiara. “Ada apa lagi dengan Tiara, kenapa dia selalu berhasil membuatku tidak bisa marah,” pikir Lev terus memperhatikan wajah Tiara. Ingin tahu dan penasaran begitu besar di dalam hati Lev tetapi dia harus bersabar karena Tiara sepertinya sedang membalas pesan dari siapa pun yang sudah mengirim pesan ke nomornya tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN