"Hasrat Tak Pernah Dirasakan"

1004 Kata
Gressa ditarik memasuki kamar Steven dengan tarikan kasar dari Steven. Membuat Gressa mencoba untuk menolak. Namun Steven masih saja menariknya. Mata Gressa menatap liar pada kamar bernuansa hitam ini. Degupan jantung Gressa berpacu melihat bagaimana lelaki itu membuka pakaiannya. Ia menyeringai menatap Gressa yang tubuhnya menegang dan menggeleng pelan. “Ttua-an-“ ucapan penuh kegugupan itu. membuat Steven semakin merasa senang. Ketiga mantan istrinya bukanlah seorang perawan. Malahan mereka adalah wanita liar yang selalu haus akan sentuhan. Namun gadis di depan matanya sekarang, membuat dirinya begitu beruntung sekali mendapatkan gadis polos dan masih perawan tidak pernah disentuh sama sekali. “Kenapa takut sayang? Bukankah saya sudah memberikanmu cincin yang harganya begitu mahal sekali.” Sekali tarikan Steven langsung membawa Gressa ke atas pangkuannya. Gressa menelan salivanya kasar dengan apa yang dilakukan oleh Stevan pada dirinya. Ia berusaha untuk melepaskan pelukannya pada Steven. Ia takut sekali. Usapan tangan Steven di paha mulus Gressa, membuat tubuh Gressa meremang, mencoba untuk melepaskan tangan lelaki itu darinya. Air mata ketakutan terjatuh di pipii Gressa. Ketika telapak tangan Steven, mengelus bagian intim Gressa. “Milikmu berkedut sayang.” Ucap Steven tertawa kecil. Gressa mendorong d**a Steven. “Tuan, aku mohon… jangan lakukan itu. Aku tidak mau.” Mohonnya, berharap lelaki itu mau mendengarkan permohonannya. Gressa tidak mau melakukan hal itu. Sebelum mereka menikah. “Jangan Tuan, saya tidak mau melakukan itu. Kita belum menikah.” Ucap Gressa mengundang Steven tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Gressa. “Cantik, kita sebentar lagi akan menikah. Kau tidak perlu takut seperti itu, lagian tidak ada salahnya sayang melakukan itu lebih dulu sebelum kita menikah. Kau harus membuktikan pada orang luar. Kalau aku bukanlah lelaki impoten.” Steven menjilat leher Gressa. Tubuh Gressa merasakan jilatan dari tuan muda yang bermain di leher jenjangnya. Gressa menggigit bibir berusaha untuk menahan desahannya yang akan keluar atas apa yang dilakukan oleh tuan muda yang bermain dengan tubuhnya sekarang. Sekali bantingan, Steven sudah mengukung tubuh Gressa di bawahnya, matanya menatap pada mata indah nan sayu milik Gressa. Perlahan tangan Steven membuka kancing baju Gressa. Steven menelan salivanya kasar melihat apa yang ada di depannya sekarang. Tubuh yang begitu indah sekali. Payudara yang begitu sekal dan membuat tangan Steven menjadi gatal untuk menyentuh p******a bulat dan kencang itu. Hap! Tangan Steven langsung menangkup p******a itu. Lihat! p******a itu tidak muat ditelapak tangannya. Steven tertawa kecil. Ia beruntung sekali, karena mendapatkan wanita yang begitu cantik dan seksi dibawahnya sekarang. Sebentar lagi menjadi istrinya sekaligus mainan barunya memuaskan bagian bawahnya sana. “Tubuhmu memang benar indah sayang. Aku tidak rugi menjadikanmu istriku nantinya,” ucap Steven, mengusap pipi Gressa lembut. Gressa menggeleng berusaha untuk menepis tangan Steven dari payudaranya. Namun percuma saja, tenaganya akan kalah oleh tenaga lelaki di atasnya sekarang. “Jangan ditepis sayang, aku tidak suka kau menepis tanganku ini sayang. Kau harus merasakan sentuhan calon suamimu ini. Yang dikatai lelaki impoten oleh orang-orang di luar sana, padahal mereka tidak tahu kalau lelaki ini bisa membuat kau hamil sayang.” “Arght!” Gressa meringis kesakitan ketika payudaranya yang diremas kasar oleh Steven. “Maaf sayang, apakah kau kesakitan?” tanyanya menatap pada p******a Gressa yang masih ditangkup olehnya dan ia meremasnya kembali kasar. Membuat Gressa kembali meringis kesakitan dengan apa yang dilakukan oleh Steven padanya. “Tenang sayang, sebentar lagi kau akan merasa nikmat.” Jari Steven bermain dipentil Gressa. Memutar dan menyentuhnya seringan kapas. Membuat tubuh Gressa mengelinjang merasakan hasrat yang tidak pernah dirasakan oleh dirinya selama ini. Tubuh Gressa semakin tersentak ketika Steven mengulum putting Gressa, menghisapnya bagaikan seorang balita yang sedang menyusu pada ibunya. Tangan Steven yang satu lagi, meremas dan memaikan benda sekal nan bulat tersebut. Gressa kembali meggigit bibirnya menahan desahan dan juga hasrat yang mengebu yang dirasakan oleh dirinya. Ia menggeleng, tidak mau mengeluarkan suara desahannya yang membuat Steven semakin senang menyentuh dirinya sekarang. “Mendesahlah Gressa, kau tidak perlu sungkan untuk mendesah sayang.” Pinta Steven, menyuruh gadis itu untuk mengeluarkan desahannya. Gressa masih menggeleng dan malah menutup mulutnya, tidak mau mematuhi apa yang dikatakan oleh Steven. Satu tetes air mata keluar dari pelupuk matanya. Jelas dirinya mendapatkan pelecehan sekarang. dari Tuan Muda yang begitu dihormati oleh semua pekerja di sini. Namun Gressa tidak bisa melawan dan membuat lelaki itu menjauh darinya. Steven melepaskan kulumannya dari putting Gressa, lalu matanya melihat pada Gressa yang menangis. “Untuk apa kau menangis hah?! Kau tidak suka aku sentuh?!” Ringisan keluar dari bibir Gressa, ketika merasakan rambut ditarik, wajahnya mendongak ke atas menatap pada mata tajam yang tidak ada kelihatan kebaikan di sana. Gressa menggeleng dan tidak mau disiksa oleh lelaki ini. “Sakithh…” rintih Gressa, mencoba untuk memukul tangan Steven, agar melepaskan tarikannya di rambut Gressa. “Sakit? Kau seharusnya tahu, kalau aku tidak suka ditolak Gressa! Aku sungguh benci sekali ditolak jalang! Kau tidak seharusnya menolak diriku. Dan malah menangis sekarang. Tubuhmu ini sudah menjadi milikku semenjak kau setuju menikah denganku.” Gressa tidak pernah setuju! Kalau tidak dipaksa dan diancam! Gressa ingin berteriak di depan wajah lelaki itu. Tapi mana berani dirinya berteriak seperti itu di depan wajah Steven— yang bisa melakukan sesuatu yang buruk padanya. Lebih baik Gressa diam saja. Tidak perlu untuk melawan dan hanya tangisan yang keluar darinya sekarang. “BERHENTI MENANGIS!” bentak Steven, tidak suka melihat Gressa yang menangis sekarang. Steven benci sekali melihat orang menangis ketika dirinya mau menyentuh orang itu. Ia hanya mau memberikan kenikmatan yang penuh dengan kenikmatan. Seharusnya Gressa mengeluarkan desahannya bukan malah menangis dan takut melihat dirinya sekarang. Gressa menutup mulutnya. Mencoba untuk menghentikan tangisannya sekarang. Ia sungguh takut sekali pada Steven. Ayah… tolong… “Steven! Kau di dalam?” Mata lelaki itu menatap pada pintu kamar yang diketuk. Steven mendengkus ketika namanya dipanggil oleh orang yang ada di luar kamar. Steven melepaskan tarikannya dengan kasar di rambut Gressa. Matanya masih mengawasi Gressa yang tampak menangis lirih dan menarik selimut menutupi tubuh bagian atasnya terbuka. Cih! Dasar gadis lemah! Yang bisanya hanya menangis saja, bukan mendesahkan nama Steven yang begitu baik hati memberikan kenikmatan pada gadis itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN