bc

Pelukan Hangat Majikan

book_age16+
186
IKUTI
2.6K
BACA
spy/agent
revenge
sensitive
heir/heiress
drama
bxg
mystery
lucky dog
affair
like
intro-logo
Uraian

Apalagi yang diharapkan, jika kehidupan pada akhirnya akan sia-sia. Kesalahan di masa lalu tidak pernah bisa dilupakan begitu saja. Pria itu telah berani merenggut semua apa yang dia miliki, keluarga, harta, bahkan jiwanya yang rapuh. Tapi ketika garis takdir berbalik, jangan salahkan jika jiwa yang baru telah diberikan kehidupan kembali dan membalas apa yang sudah diperbuat kepadanya, mengungkapkan tentang siapa sebenarnya dirimu.

chap-preview
Pratinjau gratis
PROLOG: Jiwa Yang Mati
"Apa kau yakin tidak mau menginap saja, Rania?" Wanita yang bernama Rania mengangkat senyuman pada sahabatnya, kepalanya menggeleng dan menenangkan kekhawatiran di wajah sahabat baiknya itu. "Tidak apa Laura, aku tidak minum banyak jadi aman saja jika hanya membawa mobil." ucapnya kemudian membuka pintu mobil, saat separuh badannya telah masuk ke dalam mobil. Rania mengernyit saat Laura memanggilnya kembali. "Rania, aku baru saja dapat info. Kawasan disekitar rumahmu terjadi kebakaran." "Apa? keluargaku semua disana. Laura, aku harus segera sampai dirumah. Terima kasih, sampai jumpa." Laura mengangkat tangannya melambai pada mobil Rania yang sudah melaju membelah jalan raya. Mobil berderit nyaring, nyaris menabrak segerombolan orang-orang yang sedang ramai berdiri dihadapan sebuah bangunan besar yang sedang terbakar. Kobaran api terus melahap setiap sisi bangunan rumah, hingga tiang dan atap berjatuhan membuat semua orang berteriak dan berlarian menjauh dari kawasan rumah. "Ya Tuhan. Tidak, ayah..! ibu..!" "Jangan masuk, api masih terlalu besar." "Tidak, aku harus menyelamatkan keluargaku. Kenapa kalian diam saja.. tolong selamatkan mereka..!" "Kami juga masih butuh nyawa kami, kau tidak lihat api sebesar itu. Tersentuh saja kulitmu akan terkelupas." "Kalian tidak tahu diri. Keluargaku selama ini selalu baik kepada kalian semua, ini yang kalian lakukan pada keluargaku..!" Suara tamparan keras terdengar seketika, pipi wanita itu membekas bersama kelima jari dari laki-laki tua yang berdiri didepannya. "Ini karma untuk keluargamu. Kamu hanya anak perempuan haram keluarga Marwan tahu apa." Wanita itu semakin terisak, kedua pipinya sudah kebanjiran airmata sejak diperjalanan hingga sampai didepan rumahnya yang terbakar. "Ayah, maafkan Rania, ayah maaf." isakan Rania tak terbendung lagi, langkahnya melemah menyentuh tanah menuju pintu rumah yang sudah hancur terbakar. "Apa yang terjadi?" Rania berjalan pelan memasuki rumahnya, rumah yang selalu membuat nyaman dan tenang bersama kedua orangtuanya, keceriaan setiap pagi kala mereka duduk bersama dimeja makan, ayahnya yang selalu membangunkan tidurnya dengan menarik selimut hingga membungkus dirinya membawa ke meja makan, ibunya yang selalu menenangkan dirinya ketika menangis, menemani dirinya menonton drama dan menangis bersama hingga ayahnya datang mengganti channel bola dan saling mengejar untuk mendapatkan remote. Kehidupan sangat baik saat itu, Rania menjadi anak perempuan yang sangat dicintai orangtuanya dan disayangi oleh seluruh orang-orang kota. "Kenapa semua orang tidak mau membantu kalian, mereka membiarkan api membunuh kalian.." "Sekarang aku harus kemana. Aku tidak mungkin merepotkan Laura, dia sudah sangat baik padaku." "Aku tidak terima.. tidak mungkin tidak ada api jika tidak ada yang melemparnya." Rania berjalan keluar rumah, melihat tidak ada lagi yang tersisa dari peninggalan orangtuanya hanya mobil dan handphone ditangannya, bahkan baju pun hanya satu di badan. Berjalan menuju ke arah mobil, Rania lalu membuka pintu mobilnya, bergegas hendak masuk namun kedua matanya tiba-tiba menjadi buram, kepalanya seperti dihantam benda keras hingga berdenyut, saat benar-benar tidak berdaya ia masih merasakan tubuh terangkat keatas, dan pada akhirnya semua menjadi gelap. --- Rania berteriak merasakan seluruh tubuhnya menjadi dingin seperti tersiram air yang dipenuhi es batu. Kedua matanya melihat sekeliling, banyak badan bertubuh besar yang tidak ia kenali. Begitu juga dengan seorang pria yang baru saja menyiramkan air dingin kepadanya itu. "Siapa kalian? lepaskan aku..!" "Dasar w***********g. Diam, atau kami memberimu lebih dari ini." bentak pria tersebut lalu membuang ember ditangannya. Mengambil handphone dari saku celananya, berjalan sedikit menjauh. "Bawa dia." ucap pria itu yang Rania tebak adalah ketua dari komplotan penculiknya. "Lepaskan aku. Kalian akan menanggung akibatnya, kekasihku akan membalas kalian lebih dari yang kalian kira." "Haha, bos. Mulut wanita ini sepertinya minta dicium." "Sampah. Lepaskan aku..!" "Diam..!! cepat bawa dia, biar Tuan Wijaya yang menghukum wanita ini." Rania mengernyit, dalam ingatannya berputar mengingat-ingat inisial nama yang baru saja ia dengar. "Kalian mau membawaku kemana? lepaskan." Rania dibawa bersama dua mobil hitam, kedua matanya telah ditutup dengan kain merah, para pria itu juga telah memberinya serbuk yang membuatnya pingsan. Rania terbangun, ia berpikir semua yang terjadi hanyalah mimpi buruknya, tapi setelah ia mencoba untuk bangun, sesuatu menahan dirinya dan Rania tersadar bahwa sekarang kedua tangan dan kakinya telah terikat dengan keadaan terbaring. Rania mencoba berteriak meminta tolong, air matanya pun jatuh masih berteriak mengharapkan bantuan untuknya. "Teruslah berteriak, lagipula siapa yang akan membantumu ditengah gunung seperti ini." "Wijaya. Itu kau, sayang tolong aku. Mereka menyakitiku, mereka membawaku kesini, sayang kedua orangtuaku sudah meninggal dan rumahku terbakar. Tolong selamatkan aku.." Rania menatap wajah seorang pria yang sangat familiar duduk didepannya sambil menghisap sebatang rokok. Pria yang Rania sebut Wijaya itu kemudian beralih untuk berdiri, ia membawa seonggok potongan tangan berjalan menuju pada Rania. Rania berteriak ketika Wijaya melemparnya dengan potongan tangan tersebut, ia kembali menangis dan meminta Wijaya menyelamatkan dirinya. "Sayang, bukannya kau tidak sempat berpamitan pada ayahmu." "Apa maksudmu?" Wijaya tertawa kecil, tatapan matanya berpindah menatap pada potongan tangan tadi dan kembali lagi menatap Rania dengan senyuman dibuat manis. Rania dengan cepat tersadar, air matanya pun kembali menetes. Rania menggelengkan kepalanya, tatapan kecewa dan terkejut ia tujukan kepada Wijaya, pria itu sedang asik tertawa apalagi setelah melihat wajah Rania yang terkejut, seperti suatu hiburan baginya. "Ada apa denganmu? kenapa kau tega kepadaku begini.." "Karena aku sudah tidak menginginkan dirimu, Rania." "Apa harus kau juga membunuh keluargaku, Wijaya kau tahu aku hanya memiliki mereka dan dirimu. Kenapa kau.." "Bagus, perlihatkan kepadaku Rania, ayo tunjukkan wajah penuh belas itu." "Kita putus. Aku tidak sudi menikah denganmu." Rania membuang ludahnya tepat didepan kaki Wijaya. Wijaya terkekeh, ia kemudian berjongkok memutar wajah Rania ke kiri dan ke kanan. "Coba lihat nanti, apakah kau masih berani meludah padaku." ucap Wijaya berbisik. "Aku tidak takut." "Rania yang pemberani. Cepat, angkat dia." Rania meronta-ronta, dirinya diangkat paksa oleh dua orang pria berotot, dengan kasar mereka mendorong tubuh Rania hingga ia tersungkur ke lantai. Rania merasakan pedih disudut bibirnya yang mengenai ujung meja ketika ia tersungkur. "Wijaya apa yang kau lakukan?" "Aku tidak akan melakukan apapun, sayang. Tenang saja, sudah jangan menangis." "Kau sudah mengkhianati aku, Wijaya. Aku menyesal karena telah mencintaimu." "Sudah jangan berisik. Aku ingin menyaksikan pertunjukan seru. Mulai." Wijaya meletakkan kursinya didepan Rania, mengangkat kaki kanannya meletakkan diatas kaki kiri. Rania melihat disisi kanan dan kirinya, sudah ada dua pria yang menggenggam pemukul bisbol dan gunting ditangan mereka. "Wijaya, tolong. Jangan lakukan ini padaku." "Ohhh, sekarang kau memohon. Baiklah, aku akan mengurangi hukumannya. Ambil ini.." Wijaya melemparkan benda ditangannya kepada pria yang memegang pemukul bisbol. "Apakah tidak masalah Tuan." tanya pria itu menatap takut melihat pada benda ditangannya. "Lakukan saja, aku sudah tidak berminat. Aku hanya ingin melihat pertunjukan, kalau kalian melakukannya dengan bagus aku akan memberikan bonus." kata Wijaya dengan bangga. Rania menggelengkan kepalanya, tidak menyangka semua akan berakhir begitu menyedihkan. Jika harus memilih jalan sendiri lebih baik Rania terbakar bersama orangtuanya daripada harus menerima pengkhianatan dari pria yang sangat ia cintai, selama 3 tahun ia habiskan hidupnya untuk mengejar impian mereka, membantu pria itu mencapai karirnya hingga sukses, pertunangan yang terjadi dua bulan lalu semakin menyakinkan Rania bahwa cinta terakhirnya hanyalah Wijaya. Saat ini entah bagaimana ia bisa memulihkan kembali hatinya, kehilangan seluruh keluarga, harta tak bersisa hingga kini jiwanya menjadi harga yang harus ia bayar mahal karena telah mencintainya Wijaya Fatwa. "Tuan, kau sungguh tidak mau mencobanya." "Aku tidak bernafsu berhubungan dengan wanita yang sudah tak perawan." "Tapi Tuan.." "Sudah, bungkus dia dengan kain dan buang ke tebing ujung gunung." "Tapi disana banyak hewan buas Tuan, tidak apa-apa." "Kau membantahku." "Maaf Tuan, saya salah." "Cepat pergi. Saya harap wanita itu mati." "Baik Tuan." Wijaya duduk kembali, mengambil sebatang rokok dan menyesapnya kuat. Kedua alisnya menyatu ketika matanya menemukan bercak merah di rok putih panjang milik Rania. "Tidak mungkin, aku jelas melihatnya bersama pria tua itu. Wanita tidak tahu malu, begitu juga dengan Marwan." Wijaya melemparkan rok tersebut dalam drum, ia juga membuang rokok miliknya yang masih menyala kedalam drum bersama semua barang Rania. Ia menyiramkan bensin kedalamnya dan melempar pemantik membuat kobaran api muncul dan membakar semua yang ada didalam drum besi tersebut. Semua pria yang Wijaya perintahkan untuk membuang tubuh Rania kini telah kembali menghampiri Wijaya mengatakan jika Rania sudah mereka lemparkan ke dalam tebing yang memilki jurang tak berdasar. Wijaya tentu merasa puas dan senang, dia kembali menuju mobilnya dan meninggalkan tempat tersebut. --- "Tolong.. tolong a..ku." "Tolong..." "Bertahanlah, aku akan membawamu."

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook