Kecurigaan Devano

1022 Kata
"Itu mobil nya bang Az." Ujar Rara saat melihat mobil Azka yang sedang menuju kearah mereka. "Udah sana, kamu juga kan harus pulang. Kamu bawa motor kan?" Juno mengangguk menjawab pertanyaan terakhir Rara. "Aku tunggu sampe kamu masuk mobil bang Azka." Rara mendelik. "Nanti kalo bang Az tanya gimana? Dia bisa curiga." Juno tersenyum dan mengusap puncak kepala kekasihnya. "Ya tinggal bilang kita udah resmi pacaran. Lagipula bang Azka dari awal cukup welcome sama aku. Kamu gak perlu khawatir." Rara melipat tangannya di d**a. "Aku tuh cuma khawatir sama kamu, takutnya nanti kena bully dari abang-abang aku." Juno menggeleng pelan. "Enggak akan." Tepat saat itu juga mobil Asia terparkir didepan mereka. "Sudah masuk sana." Juno membukakan pintu untuk Rara. Rara mau tidak mau masuk kedalam mobil. "Hati-hati dijalan ya bang. Ra, nanti aku telfon." Rara tersenyum dan mengangguk, kemudian pintu tertutup dan Azka melajukan mobil nya. Hening kira-kira sepuluh menit, Asia mulai buka suara. "Jadi sudah resmi?" Rara yang sedari tadi sudah mewanti-wanti diri agak terkejut. "Hah? Oh iya, itu tadi Juno tembak aku disekolah pas istirahat pertama." Rara menggigit bibirnya pelan menatap pada pemandangan dari jendela. Ia tidak ingin tahu bagaimana respon Azka. Walaupun Juno bilang abang sulungnya memberi lampu kuning, tetap saja Rara masih merasa khawatir. Tiba-tiba Rara merasa kepalanya ditepuk pelan. Sudah pasti pelakunya adalah Azka. "Adik abang sudah besar ya." Dari ujung sini Rara dapat melihat senyum kecil itu, sangat kecil. Rara yang mendapat respon baik juga ikut tersenyum, mencoba berbagi kebahagiaannya. "Iya bang. Abang kapan nyusul?" "Belum saatnya Ra. Abang masih banyak hal yang harus diurus." Rara mendengus, abangnya yang satu ini memang agak gila kerja. "Abang sudah cocok untuk menikah loh. Gak kasihan sama adik-adik abang macam bang Bi dan bang Ano yang mau nikah tapi gak enak karena harus lengkahi abang?" Yang di sudutkan malah mengangkat bahunya acuh. "Abang tahu, adik-adik abang masih sendiri semua. Jadi untuk apa terburu-buru supaya tidak dilengkahi? Kalau pun jodoh mereka datang lebih dulu tentu abang tidak bisa mencegahnya bukan?" Azka memang terlalu pintar untuk disela. Sangat wajar jika dirinya menjadi idola dari dosen jenius tampan disalah satu perguruan tinggi ternama di ibu kota ini. Rara yang tak bisa berkata hanya mengangguk setuju saja. "Tapi bang, Rara bosen deh tiap lagi Q-time dengan Mommy pasti aja tanya-tanya pendapat Rara siapa yang cocok dijodohkan dengan bang Az. Itu loh anak-anaknya teman arisan Mommy juga anak kolega Daddy." Adu Rara. "Jangan diambil pusing. Iyakan saja apa kata Mommy biar dia senang." Rara terkikik mendengar ucapan Azka. "Jadi beneran belum ada calon sama sekali ya?" Mobil Azka memasuki arena rumah mereka. "Ada, tapi belum ada tanggapan." Mobil Azka terhenti tepat di depan teras rumah besar keluarga Haling. Rara menatap abangnya tak percaya. Adakah gadis yang masih mempertimbangkan pria sesempurna Azka? Layaknya Rara perlu memberi tepuk tangan untuk gadis itu. "Abang masih ada meeting setelah ini. Salam pada Mommy." Rara mengangguk dan dengan cepat keluar dari mobil. Kepergian mobil Azka masih dalam penglihatan Rara. Hatinya masih bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang menjadi pujaan hati abang sulungnya itu. "Oyy princess! Ngapain melongo disitu? Masuk sini. Kesambet nyaho lo." Rara sedikit tersentak karena teriakan Devano yang tengah berdiri di pintu utama. "Lah lo sendiri ngapain disini bang?" Tanya Rara mendekati abangnya. "Nunggu adek tersayang gue pulanglah. Gue ingin memastikan dengan mata kepala sendiri kalo lo sampe rumah tanpa kurang satu apapun." Devano memicingkan matanya meneliti Rara dari atas sampai bawah, lalu mengitari Rara seakan mencari sesuatu yang salah. "Lo aman dan boleh masuk." Devano menarik tangan Rara agar mengikuti dirinya masuk kedalam rumah mereka. Tak memperdulikan Rara yang sedari tadi merasa begitu jengah. "Entah karena cuaca hari ini panasnya keterlaluan atau ada suatu hal yang buat lo bahagia fak ketulungan Ra, muka lo jadi lebih merah dari biasanya yang pucat as always." Rara mendelik. "Panas hari gue bang, ditambah sikap lo tang gak pernah bener buat otak gue gerah." Rara menghempaskan tangan Devano dan melangkah mendahului abangnya. "Mommy i'm in home." "Mommy arisan hari ini kalo lo lupa princess. Jadi rumah ini gue yang berkuasa." Rara berdecih tak suka. "Bodo amat. Pokoknya siang ini gue mau tidur sampe sore." Rara melarikan diri dari Devano dan segera menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya. "Ra, makan dulu. Jangan main kabur aja." Ucapan Devano dibalas sesuatu yang tak jelas oleh Rara. Rara segera memasuki kamarnya, ponselnya berbunyi sekali menandakan ada pesan masuk disana. Ternyata berasal dari Juno yang menanyakan apakah Rara sudah sampai rumah atau belum. Dengan cepat jari-jari Rara membalas pesan tersebut. "Ra, makan dulu yuk." Pintu nya terbuka lebar dan memperlihatkan Devano disana, sedangkan dirinya masih memakai baju sekolah dengan ponsel di tangannya. Devano menatap adiknya itu aneh. Ia tahu Rara bukanlah anak pemalas hingga waktu lima belas menit ia buang sia-sia yang seharusnya digunakan dengan baik oleh gadis itu apalagi ini jam setelah pulang sekolah. "Kamu ngapain masih disitu? Masih pake baju sekolah? Kenapa juga itu hape dipegang terus?" Rara segera mematikan layar ponselnya. Menaruhnya dan berdiri dari single sofa yang berada dikamarnya ini. "Enggak kok, ini mau ganti baju. Udah sana abang tunggu aja diruang makan. Nanti Rara turun kebawah, gak pake lama." Devano menggelengkan kepalanya. "Enggak, Abang tunggu sampe kamu ganti baju." Rara tak ingin banyak memprotes dan membuat dirinya semakin banyak berkelit. Ia pun segera menuju walk in closet dikamarnya dengan membawa ponsel. Takut-takut Devano akan mencari kesempatan dengan mengutak-atik ponselnya jika ia tinggalkan untuk berganti baju. "Itu kenapa hape pake dibawa-bawa segala sih? Cuma mau makan doang kok." "Ya gak papa. Emang gak boleh? Ada larangannya?" Devano mengangkat bahunya dan menuju dapur untuk menyediakan makanan mereka, tentu saja dengan bantuan Rara. Ponsel Rara berdering terus menerus. Membuat Devano berdecak. Apalagi adiknya itu terlihat mencurigakan dengan tidak menjawab panggilan masuk itu. "Siapa sih Ra yang telfon kamu? Berisik banget." Rara mengambil ponselnya lagi entah untuk keberapa kalinya. Nama Juno berderetan diantara panggilan keluar. Rara segera mengirim pesan bahwa ada Devano bersamanya dan jangan menelfon. "Abang curiga sama kamu Ra. Pasti ada yang disembunyikan, sini hape kamu biar abang liat." Vote and Comment guys!!! Bungsu Haling❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN