Pria di hukum

1210 Kata
Nita paling tidak suka mendapat pertanyaan sensitif seperti itu. "Maaf, jika aku tidak ingin menjawabnya," kita Nita dengan sedikit ketus. Sejak kecil Nita sering mendapat pertanyaan seperti itu, terutama di sekolah, dia paling malas jika harus menjelaskan bahwa dirinya lahir dari orang tua yang berbeda agama. Ayahnya seorang muslim taat, ibunya seorang Nasrani yang taat. Dan Nita memilih untuk mengikuti keduanya. Dia memiliki prinsip sendiri dalam hidupnya, dia tidak mengikuti agama dari orang tua-nya, tapi bukan bearti dia orang yang tidak baik dan bermoral. Kecuali suatu hari dia menemukan jati dirinya, agama mana yang harus dia pilih dan paling benar menurutnya, mungkin dia akan memeluk agama tersebut. Nita ingin melakukan ajaran agama yang kelak di peluknya tanpa merasa terpaksa dan paksaan dari siapapun, seperti ayah atau ibu nya yang tidak pernah memaksanya untuk memilih. Ayahnya pernah berpesan : Belajarlah yang baik-baik, maka jalan kebenaran akan sampai padamu. Nita selalu memegang teguh apa yang di pesankan mendiang sang ayah padanya. Untuk itu dia selalu berbuat baik meski semua orang tidak mengetahui tentang semua kebaikannya. Dan mengenai rumor yang beredar di luaran sana, mengenai dirinya yang sombong, angkuh dan juga arogan, memang sengaja di sebar dari para saingan bisnisnya. Mereka sengaja membuat pamor yang tidak baik agar produk-produknya tidak laku keras lagi di pasaran, selain itu agar rekan-rekan mitra kerjanya membatalkan kerja sama dengannya. Nita bukan tidak tahu siapa-siapa saja pelakunya, Nita hanya malas meladeni mereka. Selain itu Nita ingin tahu, siapa saja orang-orang yang tulus dan tidak termakan oleh berita-berita semacam itu. Akankah mereka tetap percaya dengan produk-produknya dan kecakapannya sebagai influencer. "Oh... Baiklah," sahut Pria. Sekarang, Pria malah jadi semakin penasaran pada Nita. Gadis itu terlihat ceria dan terlihat sangat misterius di waktu yang bersamaan. "Kau boleh bekerja mulai besok." Kata Nita. "Memangnya kenapa tidak hari ini saja?" Tanya Pria berbasa-basi. "Tidak perlu, kau boleh datang besok pagi saja," ujar Nita dengan nada dingin. Bahkan dia tidak memberitahu alasannya. Pria berpikir, apakah wanita itu benar-benar tersinggung dengan ucapannya tadi? "Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu." Nita menanggapinya hanya dengan mengangguk pelan. Pria segera beranjak dari duduknya dan menangkupkan kedua tangannya di depan d**a, "assalamualaikum," ucapnya lagi sebelum bebar-benar berlalu dari ruangan Nita. "Sepertinya aku akan membicarakan ini pada, ayah." Gumam Pria saat sudah berada di luar. "Aku harus benar-benar tahu alasannya kenapa ayah ingin aku menikah dengan Nita." *** "Bagaimana interview-mu hari ini?" Pria baru saja memasuki rumah, dan sayang langsung menodongnya dengan pertanyaan seperti itu, sepertinya pria tua itu sudah tidak sabar mendengar cerita dari putranya. "Ya... Lumayan, aku langsung di terima bekerja di sana, mungkin karena aku tampan," seloroh Pria dan membuat sang Ayah tergelak. "Apa kau menyukainya? Dia cantik kan?" Tanya sang ayah lagi. "Ya... Dia tidak hanya cantik, tapi dia sangat cantik, tapi sayang, dia sedikit aneh." "Aneh?" Tuan Hasan mengerutkan kedua alisnya bingung. "Aneh bagaimana maksudmu?" "Tapi yang lebih aneh itu ayah," sahut Pria. "Kenapa sekarang ayah yang aneh?" Tuan Hasan bertambah bingung. "Iya, kenapa ayah menjodohkan ku dengan gadis seaneh itu? Jangan bilang karena Nita adalah anak dari mendiang sahabat Ayah. Tapi tidak terima alasan itu, ayah harus membertahuku alasan yang bisa ku terima." "Ayah lihat sendiri kan, dia gadis yang aneh, aku tanya dia seorang muslim atau bukan, dia malah diam saja, dan pakaiannya sangat sexy, dia luar sana juga banyak beredar kabar kalau Nita sombong dan angkuh. Apa ayah sadar sedang menjodohkan putra Ayah sendiri dengan gadis seperti apa?" Protes Pria panjang lebar. "Pria... Kau belajar agama kan?" Tanya sang ayah. "Ya tentu," "Apa agama kita mengajarkanmu merendahkan orang lain? Apa kau merasa dirimu lebih suci daripada Wanita? Bukankah agama kita selalu mengajarkan kita untuk bertawadhu? Salah satunya adalah, pandanglah orang lain lebih baik darimu. Seorang yang tawadhu tidak akan merendahkan manusia karena dia merasa kedudukannya tidak lebih mulia dari orang lain. Dia tidak akan pernah merasa lebih mulia sebelum mengetahui kedudukannya di akhirat kelak." Mendengarkan nasehat sang ayah, Pria seolah tertampar, dia langsung beristigfar beberapa kali. "Astagfirllahhalazdim... terimakasih ayah telah mengingatkanku. Aku hampir saja menganggap diriku lebih baik dari orang lain." Tuan Hasan mengulas senyum lembut, "tidak apa-apa nak, manusia memang tempatnya salah, yang penting kita segera sadar dari kesalahan kita dan bertobat..." "Ayah menjodohkanmu dengan Wanita, memang karena sudah amanah dari almarhum ayahnya yang merupakan sahabat ayah saat muda. Ayah Wanita adalah pria yang baik, aku yakin putrinya juga adalah keturunan yang baik. Dia hanya sedikit salah jalan dan butuh bimbingan, untuk itu apakah kau bersedia membimbingnya ke jalan yang benar?" Pria mengangguk setuju, "aku akan mencobanya semampuku ayah, tapi untuk sementara waktu, bolehkah aku mengenalnya lebih dulu, maksudku, bolehkah aku bekerja di kantornya dan mengarahkan dia ke arah yang lebih baik sedikit demi sedikit? Karena menurutku, dia bukanlah tipe wanita yang mau di jodohkan begitu saja." "Kau benar nak, Nita sedikit keras kepala, tapi ayah yakin, jika kalian di takdirkan berjodoh, pasti kalian akan segera di persatukan, semoga usahaku tidak sia-sia." "Terimakasih ayah, Jika niat ku baik, semoga Allah memperlancar semuanya." "Tapi ingat, kau harus jaga jarak dengannya, jaga pandangan, agar kau tidak tergoda dan malah terseret dalam keburukan, dan jangan lupa untuk selalu meminta perlindungan pada Allah." "Baik Ayah. Aku akan ingat kata-kata ayah." *** Sekarang Pria sudah memiliki alasan yang tepat kenapa dia harus ada di kantor ini, menjadi asistent pribadi Nita. Bukankah semua tidak ada yang kebetulan di dunia ini? Bahkan daun yang jatuh ke tanah pun Allah sudah tuliskan di kitab lauhul Mahfus. Pria berharap bisa menghalalkan calon istrinya itu, dan bisa menerima apapun keadaanya, dan juga bisa membimbingnya menjadi wanita yang jauh lebih baik. "Bismillahirrahmanirrahim," Pria membaca basmalah sebelum memasuki lobi kantor. "Ini sudah jam berapa? Kenapa kau bisa terlambat di hari pertamaku bekerja?" Nita sengaja menegur Pria yang baru datang dengan nada galak. "Tapi aku baru telat lima menit, nona." "Peraturan tetap peraturan, kau tetap tidak boleh lolos dari hukuman." "Apa?" Pria tak percaya jika Nita bisa juga bersikap layaknya orang arogant sungguhan, ternyata itu bukan rumor, itu benar dirinya, batin Pria. Sudah kebiasaan bagi Nita menguji kesabaran orang yang hendak bekerja dengannya. Di awal-awal, Nita akan menunjukkan sikap menyebalkan hingga membuat karyawannya merasa tidak betah, tapi jika karyawannya betah dan mau bertahan, Nita baru akan menunjukkan sikap baiknya. Nita melakukan hal itu tanpa sebab, dia sudah sering mendapat karyawan penjilat, yang hanya baik padanya di depannya saja, tapi ketika di belakang, banyak yang menjelekkannya dan hanya memanfaatkannya kebaikannya. Nita tidak ingin mendapatkan karyawan seperti itu lagi. Dia ingin mendapat karyawan yang tulus, yang bisa menerima sifat buruknya dan berani membenarkannya saat dirinya salah. Bukan karyawan bermuka dua yang biasa dia temui sebelumnya. "Aku akan memberimu hukuman, keliling halaman kantor sebanyak lima kali." "Apa?!" Mata Pria membelalak terkejut. Apa gadis ini sudah gila? Pria tanpa sengaja mengumpat dalam hati, dia tersadar dan segera beristigfar. Astagfirllahalazdim, Aku harus bisa sabar. "Nona, apa menurut nona itu tidak keterlaluan? Aku hanya terlambat 5 menit." "Oh... Jadi kau ingin tambah? Baiklah, keliling halaman sepulu putaran." "Nona--" "Jika kau terus memprotes, aku akan menambah hukumannya." Potong Nita cepat. Pria menghela napas panjang mencoba untuk bersabar, "baiklah," jawabnya setuju. Pria pun melaksanakan hukuman yang diberikan padanya. "Gadis itu harus di beri pelajaran juga rupanya." Gumam Pria sembari menatap ke arah Nita yang berdiri di loby kantor mengawasi dirinya. Sedangkan karyawan lain yang juga sedang menyaksikannya berusaha menahan tawanya. Bersambung

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN