Prolog

1040 Kata
"Nita, keluarlah, ada bibi dan sepupu mu datang, nih," teriak seorang wanita paruh baya dari arah ruang tamu. "Ya, sebentar," sahut gadis yang di panggil Nita tersebut dari dalam kamarnya. Nama panjangnya sebenarnya adalah Wanita, dan semua orang memanggilnya Nita. "Bibi, Nisa, apa kabar?" Sapanya sopan pada kedua orang tamu yang sudah duduk di sofa ruang tamunya. Tapi wanita yang dia sebut bibi dan seorang gadis yang merupakan sepupunya itu malah menatapnya dengan pandangan merendahkan. "Kami kemari hanya sekedar mampir saja, kebetulan kami sudah lama juga tidak berkunjung kemari, iya kan?" Wanita paruh baya dengan dandanan menor itu mulai membuka pembicaraan, "sekalian aku juga ingin mencoba mobil baru yang di belikan oleh calon menantuku untuk keliling kota," lanjutnya dengan nada menyombongkan diri. "Sepupumu Nisa baru saja mendapatkan pacar orang kaya," katanya lagi dengan bangga. "Wah itu hebat," puji Nyonya Rina-ibu Wanita sembari tersenyum. "Tentu saja, putriku ini kan cantik, sudah sepantasnya jika dia bisa mendapatkan pacar orang kaya. Dan calon menantuku itu baru saja membelikannya mobil, apa sayang merek-nya?" Sang Ibu pura-pura lupa dan bertanya pada ibunya. "BMW, Bu." Jawab Nisa berlagak malu-malu, "harganya tidak mahal kok, cuma satu M." "Tidak hanya itu, calon menantu ku itu juga sangat baik, dia bahkan memberikanku gelang emas ini, coba lihat, bagus kan?" Wanita itu terus saja memamerkan apa yang dia punya dengan nada sombong. "Wah, kau beruntung sekali, kau mendapatkan calon menantu yang sangat baik." Nyonya Rina masih menanggapinya dengan tersenyum. Melihat kakaknya yang seolah tidak panas sama sekali dengan ceritanya, wanita menor itu seolah merasa tak puas. Kemudian matanya melirik ke arah Nita yang masih tampak berantakan. Melihat kakaknya yang seolah tidak panas sama sekali dengan ceritanya, wanita menor itu seolah merasa tak puas. Kemudian matanya melirik ke arah Nita yang masih tampak berantakan. "Kakak, putrimu berantakan sekali, seharusnya kau menyuruhnya dandan agar dia bisa memiliki seorang pacar." Katanya dengan nada merendahkan. "Eh... Ibu, zaman sekarang kan untuk cantik butuh perawatan dan make-up, dia mana mungkin punya uang," sahut putrinya dengan senyum yang sama merendahkan pula. "Aku bisa membeli mobil dan rumah tanpa harus mengandalkan seorang pria," sahut Nita sarkastik. "Kakak, coba lihat putrimu, miskin tapi masih bisa berkata sombong. Zaman sekarang kau harus hati-hati, banyak gadis yang melakukan hal tidak-tidak untuk mendapatkan uang," jelasnya dengan lirikan penuh sindiran. "Aku tidak seperti itu," sahut Nita sedikit ketus. "Eh... sudahlah ibu, dia sedikit marah, mungkin dia tersinggung," Nisa turut menimpali dan mereka kembali tertawa penuh kemenangan. "Oh, ya kakak, calon menantuku itu juga membelikanku cup cake dengan kualitas terbaik. Aku membawakannya juga untuk mu, ayo cobalah." "Itu cup cake mahal pemberian calon menantumu, kenapa malah di berikan pada kami?" "Ini cup cake mahal, jangan bilang kalian tidak pernah melihatnya." Wanita menor itu seolah tidak ada puasnya mengejek Nyonya Rina dan Nita. Tok ... Tok ... Tok ... Seseorang terdengar tengah mengetuk pintu ruang tamu. Tak lama seorang pria muncul di balik pintu. Wajah Nisa dan Ibunya tampak terkejut. Mereka saling berpandangan saat, lalu kembali menatap ke arah pria yang kini berdiri di ambang pintu dengan wajah tak kalah terkejut. "Gio, kenapa kau bisa ada di sini?" "Aku kemari untuk menjemput bos," "Apa? bos? Siapa bos yang kau maksud?" Wajah keduanya makin panik. "Oh... Jadi Gio ini yang kalian ceritakan tadi? Dia adalah bawahan ku." Sekarang waktunya Nita menunjukkan jati dirinya. Sekian lama tak berjumpa, kerabatnya tidak tahu jika nasib Nita dan keluarganya telah berubah. Dia sengaja tetap tinggal di rumah mendiang ayahnya yang sederhana karena dia tidak suka jika menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Padahal, sudah beberapa tahun ini, kehidupannya sudah sangat berubah, bahkan Nita menjadi bos brand fashion terkenal di kotanya, tidak hanya itu, dia juga memiliki banyak restorant di berbagai cabang kota, dan dia juga seorang infulenser yang memiliki jutaan pengikut. Mendengar hal itu, kedua orang yang menghinanya tadi seketika mematung di tempat. Bahkan mereka seolah kesusahan menelan air ludahnya sendiri. "Gio, coba jelaskan pada kami, wanita ini tidak sedang berkata yang sebenarnya kan, Gio. Kaulah bos perusahaan besar itu kan?" Nisa tampak frustasi bercampur malu. "Ayo, Gio... Jelaskan yang sebenarnya pada calon istri dan calon ibu mertua tercintamu ini, bahwa mobil BMW yang mereka pakai itu adalah milik ku, dan aku hanya meminjamkannya padamu, kenapa kau malah meminjamkannya pada mereka?" Nisa dan ibunya makin terperangah mendengar perkataan Nita. Gio perlahan mengangguk, "benar, nona Nita adalah bos ku, dan mobil yang kalian pakai itu adalah mobilnya." Tentu saja pernyataan itu membuat kedua wanita yang sejak tadi mengejek keluarga Nita makin lesu. "Apa? Ini tidak mungkin, jadi selama ini kau membohongi kami, kau bilang kau bos perusahaan itu," Nisa terus merajuk dengan air mata bercucuran. Kini gantian Nita tersenyum menang. "Mungkin selain mengandalkan kecantikan mu, kau juga harus mengandalkan otakmu agar tidak mudah di bodohi pria," ucap Nita dengan nada sarkastik. Kini ibu dan anak di hadapannya itu hanya bisa tertunduk malu. "Aku juga ingin menyampaikan beberapa hal pada kalian. Seharusnya sesama wanita itu saling mendukung, bukan saling menjatuhkan. Dan wanita bisa juga membeli apapun tanpa meminta pada pria. Apa kalian paham?" Sepasang ibu dan anak yang saat baru datang terlihat sombong dan angkuh itu, kini seperti ada lelehan air es yang menyiram kepala mereka hingga membuat mereka membeku di tempat. "Kalian sangat suka makan cup cake mahal kan? Makan saja itu untuk menyumpal mulut besar kalian." Akhirnya Nita bisa meluapkan amarahnya dengan cara yang elegan. "Ibu, ibu tidak usah masak hari ini, kita makan di luar saja," ujar Nita seraya menatap ibunya. "Baik, nak." Nita menatap ke arah Gio lagi, "mumpung kau ada di sini, aku ingin kau mengantarku dan ibu ku makan siang di luar dengan BMW mu, boleh kan?" "Tentu saja, nona." "Gio, jika kau bawa mobilnya, kami pulang naik apa?" Nisa kembali merengek. "Kalian pulang jalan kaki saja bisa kan?" "Apa?" Nita melipat kedua tangannya di d**a. "Kami ingin pergi makan siang di luar, kenapa kalian masih ada di sini?" Nita sengaja mengusir mereka secara halus. Sekarang bibi dan sepupunya yang sombong itu seakan tak memiliki muka lagi, bahkan mereka tak berani mengangkat kepalanya. Meski begitu mereka masih tetap gengsi dan berlalu tanpa meminta maaf. "Gio, setelah selesai makan siang, tolong antar ibu ku kembali ke rumah , setelah itu kembalilah ke kantor dan datanglah ke ruangan ku." "Nona, kau tidak ada niatan untuk memecatku kan?" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN