KEKURANGANNYA : DIA TAK MENCINTAI DIRIMU

1474 Kata
“Kamu serius atas keputusanmu itu?” tanya seorang lelaki kekasihnya. “Mas kalau Mas yang nggak siap, Mas yang mau mundur, ya silakan. Sebelum semuanya terlambat. Aku juga nggak mau kok maksain,” jelas sang putri “Aku takut kamu menyesal, cuma itu saja. Aku takut kamu menyesal,” balas lelaki itu. “Mas yang menyesal kan? Sudahlah Mas. Jangan dipaksain seperti itu. Bubar saja enggak apa-apa. Kalau Mas nggak mau berjuang ya sudah.” “Aku enggak apa-apa kok. Sekarang tinggal satu langkah ke depan, satu langkah besok. Kalau Mas nggak mau jangan paksain. Aku akan menerima pernikahan dengan Damar,” jelas gadis cantik berambut hitam sebahu tersebut. “Tapi kalau Mas mau, aku akan ulur terus agar pernikahan dengan Damar selalu tertunda, sampai upaya kita berhasil. Kan nggak mungkin juga langsung berhasil.” “Ya sudah, ayo Bismillah. Langkah kita juga nggak buruk kok. Kan kita juga nggak salah menurut agama,” tekad sang lelaki. Mereka pun langsung berpisah sesuai dengan tujuan masing-masing. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kok tumben milihnya sore? Tak seperti pasangan pengantin lain yang memilih pagi. “Injih Pak, kami memang sengaja pilihnya sore agar tidak mengganggu waktu kerja kami dan kebetulan calon saya masih kuliah. Jadi kami tidak membolos kerja dan kuliah sama sekali. “Dan kalian hanya segini kelompoknya? Tidak bersama orang tua atau yang lain?” “Kunci hanya segini Pak. Seperti yang kemarin kami katakan. Hanya mereka yang bisa kami hadirkan untuk menyaksikan pernikahan rahasia kami.” “Baik, Bismillah. Mari kita mulai semuanya. Berkasnya sudah saya teliti. Data Anda semua benar, begitu pun data pengantin perempuan.” “Semua jelas benar. Saksi dari kami juga sudah siap, saksi dari pihak kalian juga sudah siap dan beberapa yang hadir semua juga sudah akan menyaksikan akad nikah kalian yang secara resmi negara dan agama, bukan pernikahan secara siri.” “Kita mulai dengan basmalah,” kata penghulu memulai akad nikah sore ini. Langkah demi langkah ijab dan qobul sore itu berlangsung khidmad. Kedua mempelai melakukan dengan sangat serius. “Alhamdulillah, semua selesai. Saya harap ini sesuai dengan tujuan kalian. Saya tak bisa memberi arahan apa pun lagi selain mendoakan semoga kalian bahagia dunia dan akhirat,” kata penghulu pada dua mempelai yang akan merahasiakan pernikahan ini hingga waktu yang tak bisa mereka tentukan. “Kamu serius?” “Iya serius, tetanggaku, ya enggak tetangga banget sih. Maksudnya kalau aku dari rumah mau ke sini, ya melewati rumahnya lah. Tapi dia sudah lain RW kayaknya sama aku, tapi masih satu desa,” Abimanyu Gondokusumo, seorang mahasiswa managemen bisnis semester enam menjawab permintaan tolong sahabatnya Zuhdi Harsono yang sama-sama kuliah managemen bisnis. Sejak kecil SD mereka bersahabat walau rumah mereka tak pernah dekat. Tapi masih satu kabupaten lah. Sama-sama di Bantul Yogyakarta. “Ya coba secepatnya kamu kasih tahu dia suruh hubungi aku. Sudah vakum seminggu, nanti pelangganku kabur kalau tidak ada yang nyanyi,” balas Zuhdi. “Sepertinya dia kemarin tanya-tanya aku, ada nggak kafe yang terima menyanyi tidak, karena dia butuh banget. Semoga dia belum dapat pekerjaannya, jadi aku nanti bisa hubungi.” “Hubungi saiki wae, kowe ra nduwe nomore po?” Zuhdi meminta Banyu ( panggilan Abimanyu ) untuk segera menghubungi orang yang mencari pekerjaan sebagai penyanyi, dia bilang memang kamu nggak punya nomor teleponnya? “Aku mana pernah punya nomor telepon orang kalau nggak berhubungan intens denganku,” jawab Banyu santai. “Nadia minta pekerjaan sama kamu, kamu bilang nanti diberitahu kalau ada lowongan, lalu bagaimana kamu memberitahu dia lowongan itu kalau kamu nggak punya nomor teleponnya?” tanya Zuhdi. “Kan tadi sudah aku bilang kamu nggak nyimak juga, fokusmu ke mana sih? Aku bilang setiap hari aku lewat rumah dia. Kalau memang ada info terbaru kan aku tinggal mampir. Kalau dia nggak ada pun aku tinggal bilang ke adiknya atau ibunya, kasih tahu ke Falisha bahwa aku mencari karena ada kabar baik tentang pekerjaan,” Abimanyu Gondokusumo tak hilang akal menjawab kekesalan Zuhdi. “Susah nih ngomong sama kowe. Kowe ki paling angel ta kandani ( kamu tu paling susah kalau di kasih tahu ). Kowe sing paling ngeyel,” kata Zuhdi kesal. “Seperti kamu ngeyel saat aku bilang jangan mendekati dan jatuh cinta sama siaapa itu yang sedang kamu dekati untuk jadi pacarmu? Aku kok lupa banget ya namanya dia, karena nggak penting buat aku. Aku jadi lupa.” “Ah aku ingat, Nadia kan namanya? Ya aku ingat. Kayak begitu deh. Aku sudah bilang berkali-kali, Nadia itu bukan yang terbaik buat kamu. Tapi kamu malah deketin terus, dan mau jadian, kesel aku sama kowe,” omel Zuhdi. “Aku sudah jadian yo,” jawab Banyu bangga. “Tenane?” Zuhdi bertanya yang benar? “Aku nembak dia sih, dan dia bilang OKE, ya sudah kami jadian,” Banyu tak merinci kisah manisnya. “Besok kalau kamu putus aku mau buang sial dengan bikin tumpeng tujuh tingkat ….” “Asyiiiiiiiiiiiik, beneran lho ya? Walau aku enggak ingin putus sih,” ungkap Banyu. “Iya bener lah. Sego kucing tujuh tingkat, tinggal dibentuk saja nasi kucing 7 bungkus. Masa aku nggak sanggup? Gampang wong aku belum rampung bicara kamu sudah teriak asyik.” “Ya aku beneran. Nasi tumpeng 7 tingkat aku bikin dari sego kucing. Beres.” “Demi Allah aku akan bikin kalau kamu putus sama Nadia. Aku nggak seneng sama dia kok,” ucap Zuhdi gamblang. Antara mereka memang seperti itu, kalau tak suka ya langsung diungkap. “Opo kurange Nadia coba?” tanya Banyu. “Nadia itu cantik, Nadia itu lembut, Nadia itu pintar, Nadia itu sopan, apalagi? Pokoknya semua yang baik itu ada pada Nadia!” ucap Zuhdi memberi penilaiannya. “Cuma satu yang dia nggak punya,” jelas Zuhdi. “Opo?” tanya Abimanyu penasaran. “Dia tidak cinta sama kamu!” “Kamu tuh tahu dari mana dia nggak cinta sama aku? Suka ngawur begitu deh,” balas Banyu. “Aku tahu dan aku paling tahu. Karena cintanya Nadia cuma buat Damar. Nggak ada orang lain selain orang Damar yang dia cintai.” “Aku kan enggak merebut dia dari Damar. Dia kan sudah putus tiga bulan dari Damar. Kenapa jadi cintanya masih pada Damar?” kata Abimanyu. Memang Nadia kekasihnya adalah mantannya Damar. “Nadia itu nggak pernah putus sama Damar. Mereka terpisah cuma karena Damar diwajibkan menikah sama orang tuanya dengan gadis bernama Lakshmi Ayu,” jelas Zuhdi. “Tapi kan sampai sekarang Damar belum menikahi Lakshmi Ayu, dia sengaja mengulur waktu agar bisa kembali dengan Nadia.” “Apa sih alasannya orang tua Damar menjodohkan dengan Lakshmi?” “Damar daan Nadia yang aku tahu bukan dari keluarga miskin. Dan aku juga tahu mereka satu level lah. Mereka sama-sama terpelajar, mereka sama-sama bukan dari kalangan super miskin. Nadia juga calon menantu idaman karena sopan dan lembut. Semua karakter yang baik ada pada Nadia, tapi dia bukan anak tunggal seperti Lakshmi Ayu.” “Lakshmi Ayu kan pewaris tunggal apotek besar. Lakshmi Ayu punya apotek yang sudah berjalan, sudah begitu dia anak tunggal, walaupun Damar nanti terseok-seok misalnya usahanya nggak jalan, atau dia nggak jadi pegawai negeri atau apalah misalnya, dia masa depannya nggak akan suram. Itu yang dipikirkan orang tua Damar dan jaminan kenyamanan seperti itu yang nggak dimiliki oleh Nadia.” “Wah aku nggak pernah berpikir seperti itu. Orang tuaku bukan orang yang seperti itu. Kami selalu berpikir mencari uang dari tangan sendiri, bukan dari tangan orang lain. Apalagi itu tangan perempuan, dalam hal ini istri.” “Istri itu kan seharusnya kita yang nafkahin, bukan kita nebeng nafkah dari dia.” “Apa Lakshmi Ayu mau punya suami yang nebeng seperti itu? Aku yakin Lakshmi juga bukan perempuan bodoh yang mau dijodohkan. Kenapa mereka nggak berontak saja?” Zaman sekarang masih nurut saja di jodoh-jodohin. Bukan kita nggak menghormati orang tua, tapi orang tua juga harusnya mikir dong. Masa zaman sekarang masih dijodohin.” “Tapi yang aku tahu Nadia enggak pernah sih cerita tentang kegagalan cintanya atau dia sakit hati karena ditinggal Damar atau apa. Enggak dia juga nggak bilang habis putus.” “Pokoknya ya sudah kami ketemu, sama-sama sendiri, aku bilang kamu beneran kan sendiri? Aku nggak mau loh ya jadi orang ketiga. Dia bilang dia sendiri. Ya sudah aku mau.” “Kalau dia bilang masih sama Damar, aku juga enggak mau. Jadi aku garis kan aku nggak pernah mau jadi yang ketiga, karena aku juga nggak mau dong digituin. Pacarku direbut begitu. Nggak mau.” “Aku berprinsip harus selesaikan dulu yang lama, kalau sudah selesai oke bisa berpaling, tapi kalau belum selesai ya jangan.” “Dia bilang sudah enggak ada hubungan sama Damar. Berarti aku bukan jadi pelakor kan? Eh pebinor ya kalau buat lelaki, ya pokoknya seperti itulah.” “Aku bukan selingkuhan. Dia sudah sendiri. Dia bilang sudah putus hubungan tiga bulan. Apa aku salah?” ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN