TAK BOLEH MENDUA

1042 Kata
“Kamu tenang saja. Aku sudah bilang sama ibuku, aku pulang langsung tidur, bangun shalat subuh, biar aku seperti biasa yang masak. Nggak jadi masalah kok. Kan nanti pulang kampus masih sore jam 03.00-an.” “Jam 03.00 sampai jam 05.00 aku bisa tidur sianglah, ibu pasti mengerti kok nanti jam 05.30 aku berangkat habis shalat ashar jelang shalat maghrib.” “Nanti sampai sana aku shalat magrib lalu habis shalat magrib baru mulai kerja. Karena memang penyanyinya bukan dari sore. Melainkan sehabis magrib. Ketentuannya jam 18.30 sih sampai jam 23.00.” “Insya Allah aku nggak akan turun ranking, jangan sampai nasib beasiswa aku terbengkalai karena aku harus cari uang. Lagian aku hanya kerja dua hari kalau hari kuliah yaitu malam Selasa dan malam Kamis. Yang dua harinya aku dapat hari Jumat malam atau malam Sabtu dan malam Minggu.” Falisha menenangkan sahabatnya. Sahabat yang tak pernah berpikir atau memandang rendah dirinya yang anak orang tak punya walau tak kekurangan sampai minus dan berhutang. “Itu yang aku takutkan. Kamu mahasiswa beasiswa. Jangan sampai hal itu membuat kamu jadi dicoret,” ucap Eni Isvandiari, sahabat Falisha. “Insya Allah nggak. Kamu tenang saja. Doakan saja aku selalu bisa. Kalau soal belajar dari dulu kan aku juga belajarnya seperti apa kamu tahu lah. Yang penting selama di ruang kuliah aku mengamati sudah kan?” “Mau ujian baca selintas, mau ujian aku nggak perlu seperti orang-orang yang menghafal dan segala macamnya. Malah bikin aku lupa semua. Alhamdulillah aku diberi itu saja oleh Allah. Jadi nggak seperti orang-orang yang sibuk tekun saat mau ujian. Aku yang penting baca selintas, aku ingat saat dosen nerangin, sudah beres.” “Itulah kelebihan yang Allah berikan buatmu. Aku cuma berharap kamu nggak gagal. Aku berharap kamu sukses. Aku bangga jadi sahabatmu,” ucap Eni jujur. Saat semua mau berteman dengannya hanya karena kekayaan dan nama besar orang tuanya, Falisha tak seperti itu. Bahkan Eni yang lebih dulu mendekati Falisha, sebab Falisha menarik diri tak berani dekat dengannya. “Apalagi aku. bagaimana nggak bangga, anak tunggal seorang dokter spesialis jantung terkenal di Jogja yang punya klinik sendiri mau menjadi temanku tanpa memikirkan untung rugi,” ucap Falisha. “Aku sangat beruntung berkenalan denganmu. Sangat beruntung karena aku jadi terpacu untuk belajar. Aku tidak mau kuliahku juga hancur karena ini kuliah yang aku perjuangkan mati-matikan. Papi dan mamiku tidak ingin aku kuliah di akademi sekretaris.” “Pastinya mereka ingin aku kuliah di kedokteran atau paling tidak manajemen rumah sakit, sehingga bisa mengembangkan klinik kami. Tapi aku nggak tertarik dengan klinik.” “Walau klinik itu masih kecil sih. Sekarang mamiku yang mengelola. Papiku masih sibuk di rumah sakit tempat dia kerja. Mungkin sebentar lagi papi akan resign dari rumah sakit besar tersebut dan mengelola klinik kecil kami berdua mami dengan bahu-membahu.” “Tapi dengan ijazah sekretarismu itu kamu bisa kan mengelola manajemen rumah sakit? Tinggal menambah dan mengurangi sedikit di sana-sini.” “Aku juga bilang seperti itu sama mami dan papiku, dan akhirnya mereka menyetujui dengan catatan aku mempunyai nilai terbaik dan aku beruntung dekat denganmu. Sehingga tidak keluyuran seperti anak-anak lainnya yang punya duit, lalu bolak-balik ke mall. Bilang tas itu lagi diskon, sepatu itu sekarang begini dan segala macamnya.” “Mereka sibuk, senang sekali kalau dapat harga diskon, walaupun mereka mampu. Tapi ada kebanggaan kalau mereka mendapatkan diskon itu.” “Aku tahu itu, cuma buat apa barang-barang tersebut akhirnya dipakai seminggu lalu disimpan lagi di gudang.” “Lebih baik uangnya aku berikan seperti yang biasa kita lakukan. Kita beli nasi kucing banyak-banyak lalu kita bawa ke panti asuhan. Sama-sama menolong.” “Menolong pemilik angkringan ksrena barangnya kita beli, juga menolong anak-anak di panti asuhan. Aku rasa program kita berdua itu sangat bagus dan hanya kita yang berdua yang tahu.” ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Mas kan tahu konsepnya, aku nggak akan pernah mau mendua. Ingat ya, sejak Mas menerima pertunangan dengan Mbak Lakshmi itu, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Sudah berjalan tiga bulan kan pertunangan kalian?” “Jadi aku nggak salah dong kalau aku sekarang jadian sama Banyu. Aku nggak selingkuh. Kan kita sudah bubaran loh. Walau kita tahu kita masing-masing sama-sama belum bisa melepaskan cinta kita.” “Tapi aku nggak selingkuh, enggak, dan aku nggak mau kita pacaran diam-diam di belakang pasangan kita sekarang.” “Kalau Mas mau balikan, oke aku terima dengan catatan Mas lepas dulu yang sana secara resmi, seperti kalian tunangan secara resmi. Harus resmi lepas dengan peran serta orang tua, bukan hanya kalian saja.” “Kalau Mas sudah lepas yang sana, aku lepas Bsnyu. Baru setelah tersiar khabar resmi kita lepas dari pasangan masing-masing, kita jadian lagi.” “Itu rule-nya. Itu aturannya. Bukan kita mendua.” “Hubungan apa pun yang didasari dengan berbuat curang itu tidak baik. Dan aku tidak mau berbuat yang tidak baik,” jelas Nadia tegas. Damar diam mendengar perkataan Nadia. Memang benar yang dinyatakan mantan kekasihnya itu, semua yang dilakukan dengan kecurangan tentu hasilnya tidak baik. Mereka memang saling cinta, tapi Damar menyerah dengan tekanan keluarganya yaitu harus bertunangan dengan Lakshmi tiga bulan lalu. Sejak itu Nadia mundur, dia tidak mau menjadi penghalang Damar dan Lakshmi. Dia juga tidak mau menjadi selingkuhan walau dia yang lebih dulu datang dalam hidup Damar. Tapi yang resmi dimata keluarga kan Lakshmi. Jadi kalau dia masih berada di sana tentu dia adalah selingkuhan dan Nadia tak mau itu terjadi. Itulah awal perpisahan mereka dulu. Tak boleh ada yang mendua. Kalau sekarang Damar minta mereka balikan. tentu Nadia juga tidak mau, tetap tidak mau selama Damar belum melepaskan Lakshmi secara resmi. Melepas Lakshmi secara resmi tentu akan sangat sulit, sebab berhadapan dengan kedua orang tuanya. Berhadapan dengan semua keluarga besarnya, karena memang hanya Lakshmi yang diharapkan menjadi jodoh dari Damar. Akhirnya Damar melangkah pulang dengan gontai. Karena memang sejak dulu seperti itu yang mereka gariskan. Kalau mereka sudah tidak nyaman dan ingin ganti pasangan, mereka harus selesaikan dulu hubungan mereka. Tidak boleh ada yang mendua. Sekarang Damar tersandung pagar yang dia buat sendiri. Damar dan Nadia orang yang setia pada komitmen, kalau mereka saja sudah melanggar komitmen demi keuntungan pribadi, apa gunanya mereka berkomitmen? Sejak awal mereka sudah menegaskan tak akan mendua. Jadi ya mereka harus mematuhi keputusan awal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN