Episode 2

1036 Kata
"Sorry deh sorry. Jadi, gimana? Lo mau 'kan berbagi buku itu sama gue?" Jonathan masih berusaha keras membujuk Reina. "Kalo gue ngga mau gimana?" tanya Reina seakan enggan berbagi buku itu dengan Jonathan. "Lo harus mau. Nanti siang gue ada kuis matkul itu. Jadi, gue mohon sama lo! Boleh, yah?" mohon Jonathan. Nanti siang, Jonathan memang akan ada kuis mata kuliah ekonomi makro. Namun, ia bisa mempelajarinya melalui buku catatannya. Tentang buku itu, Jonathan sengaja agar bisa dekat-dekat dengan Reina. Karena sejak tadi, gadis itu mampu mengalihkan dunianya. "Hmmm ... Gimana yah?" Reina nampak berpikir. Ia tidak tega jika harus melihat Jonathan mendapat nilai jelek. Karena dirinya pun mengandalkan nilai bagus agar tetap bersekolah di universitas itu. "Boleh, yah? Please!" mohon Jonathan sambil mengatupkan kedua telapak tangannya. "Ya udah deh. Tapi, kita mau belajar di mana perpustakaan penuh?" tanya Reina. "Terserah lo aja mau di mana. Taman juga boleh," saran Jonathan. "Oke, kita ke taman," balas Reina. Akhirnya, mereka berdua berjalan melewati koridor menuju taman. Baru beberapa saat mereka duduk. Seorang gadis cantik menghampiri mereka. "Jadi, ini pacar baru lo si Z?" tanya seorang gadis cantik sambil merangkul bahu Jonathan. "Bukan, A. Dia ini Reina, temen baru gue," balas Jonathan. Ternyata, gadis itu pacar pertama yang menyatakan perasaannya pada Jonathan. Gadis yang di beri julukan A untuk pertama kalinya. "Oh, gue pikir cewek lusuh ini si pacar baru lo. Trus, di mana pacar baru lo?" kata A menatap sinis Reina. Lalu, ia menanyakan di mana pacar ke dua puluh delapan Jonathan. Ia harus menyeleksinya lebih dulu. Karena kekasih Jonathan harus dari kalangan atas seperti dirinya. "Gue ngga tau dia di mana. Soalnya, tadi gue minta waktu sendiri buat belajar di perpus," sahut Jonathan. Ia benar-benar tidak peduli di mana keberadaan kekasih barunya atau pun seluruh kekasihnya. Karena di manapun ia berada, kekasih-kekasihnya akan datang menghampiri dengan sendirinya. "Tapi, menurut lo penampilannya gimana? Cantik dan yang pasti berasal dari kalangan yang sama dengan kita 'kan?" tanya A penasaran. "Gue ngga tau dan gue ngga peduli. Jadi, lebih baik lo cari tau sendiri karena gue mau belajar. Lo tau 'kan sebentar lagi gue ada kuis?" balas Jonathan sedikit kesal. Ia paling tidak suka jika ada orang yang mengganggu waktu belajarnya. "Ya tau lah. Apa, sih, yang gue ngga tau tentang lo," kata A bangga. "Kalo lo tau segalanya tentang gue. Kenapa lo masih di sini dan ganggu waktu belajar gue?!" tanya Jonathan emosi. "Iya, iya, sorry. Sekarang gue pergi dulu, mau nyari si Z," balas A bergegas pergi, tapi ia sempat menoleh ke belakang menatap punggung Reina dengan tatapan emosi. "Lo kok kasar banget, sih, sama cewek lo?" tanya Reina. "Gue ngga bermaksud kasar, Rein. Cuman, gue itu paling ngga suka ada yang ganggu gue kalo lagi belajar," jelas Jonathan. "Tapi, 'kan ngga harus pake bentak-bentak gitu. Kasihan tau, dia," ujar Reina. Ia tidak tega jika harus melihat orang lain dibentak hanya karena masalah sepele. "Iya, ngga lagi-lagi deh," balas Jonathan. Entah mengapa, Jonathan dengan mudahnya menuruti ucapan Reina. Padahal, mereka baru saja kenal. Dan, bukan tipe Jonathan mendengarkan ucapan orang lain selain ibu dan saudari kembarnya, Jennifer. Selama tiga puluh menit mereka berdua belajar bersama di taman. Setelah itu, mereka berdua berpisah dan masuk ke kelas mereka masing-masing. Pertemuan pertama mereka terasa begitu mengesankan bagi Jonathan. Pemuda itu tidak henti-hentinya memikirkan Reina. Gadis yang sama sekali tidak tertarik dengannya. Padahal, banyak sekali gadis yang dengan suka rela menghabiskan malam dengan seorang Jonathan. Namun, tidak dengan Reina yang tidak menganggap sama sekali keberadaan Jonathan. "Reina. Kenapa setelah pertemuan pertama, kita tidak pernah bertemu lagi?" tanya Jonathan heran. Sudah satu minggu berlalu dan Jonathan tidak menemukan keberadaan Reina. Padahal, ia sudah mengelilingi perpustakaan. Bahkan, ia sudah mengelilingi seluruh area universitas. Namun, ia tak kunjung menemukannya. "Kenapa waktu itu gue ngga minta nomor HP-nya? Kan jadi ngga usah pusing nyariin dia kaya gini," sesal Jonathan karena pertemuan singkatnya dengan Reina tidak ia manfaatkan dengan baik. Saat ini, Jonathan sedang berada di taman. Menurut informasi yang ia dapat selama satu minggu ini. Tempat yang biasa didatangi oleh Reina itu perpustakaan dan taman di universitas. "Eh! Itu Reina bukan, sih?" tanya Jonathan pada dirinya sendiri. Pemuda itu mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan penglihatannya. "Iya, bener itu Reina," gumam Jonathan tersenyum lebar dan lekas menghampiri gadis itu. "Rein, Reina!" teriak Jonathan memanggil nama Reina. Reina menoleh ke belakang, tapi hanya sekilas. Lalu, ia tetap berjalan tanpa menghiraukan Jonathan. "Reina denger ngga, sih, gue panggil? Tapi, tadi dia sempet nengok," gumam Jonathan. Ia berlari mengejar Reina. "Apaan, sih? Lepasin gue ngga?" keluh Reina karena Jonathan menarik tangannya. "Sorry, sorry, gue ngga sengaja," kata Jonathan sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. "Lo ke mana aja selama ini? Gue cari-cari kok ngga ada?" tanya Jonathan. "Gue ngga ke mana-mana kok. Gue cuman jarang keluar kelas aja. Paling keluar pas pulang doang," sahut Reina. Selama satu minggu ini, Reina tidak pernah keluar dari kelasnya. Ia ingin fokus belajar sebelum waktu ujian semester tiba. Ia harus mendapatkan nilai terbaik untuk mempertahankan beasiswanya. "Pantesan, gue cari lo ke mana-mana ngga ketemu. Ke perpus, ke taman, bahkan gue sampe keliling kampus buat nyari lo dan gue tetep ngga nemuin lo. Ternyata yang dicari-cari malah ngurung diri di kelas," ujar Jonathan tanpa mengurangi dan menambah kata-katanya. "Emang lo nyariin gue mau ngapain?" tanya Reina sambil mengerutkan keningnya... "Ngga mau ngapa-ngapain, sih. Gue cuman mau ngucapin terima kasih aja sama lo karena mau berbagi buku sama gue," sahut Jonathan. Pemuda itu memang tidak ada niatan lain kecuali ingin lebih dekat dengan Reina. Alasannya hanya satu, karena gadis itu beda dari gadis lain yang ia kenal maupun yang tidak ia kenali. "Oh, masalah itu. Lo ngga usah berterima kasih sama gue. Toh, buku itu bukan buku gue. Lagian 'kan gue pinjem buku itu dari perpus," tolak Reina tulus. Ia merasa tidak pantas mendapat ucapan terima kasih itu. "Ya, tetep aja dong gue harus berterima kasih sama lo. Gimana kalo gue traktir lo makan sebagai rasa terima kasih gue? Terserah deh lo mau makan apaan, gue yang bayar," kekeh Jonathan. "Ngga perlu, Jo," tolak Reina lagi. "Udah, pokoknya gue traktir." Jonathan kekeh memaksa Reina untuk menerimanya. Ia menarik tangan Reina dan berjalan menuju kantin. "Apa-apaan nih kalian berdua? Kenapa pake pegang-pegangan tangan segala?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN