Devan memilih restoran yang sedikit romantis malam ini. Ya aku rasa sih ini romantis, tapi gak tahu untuk Dev bagaimana? Ada yang aneh dengan Dev, biasanya ngajak makan malam dia biasa saja, saat berjalan masuk ke dalam restoran pun dia santai dan cuek, tapi malam ini berbeda. Iya, sangat berbeda. Dev menggandeng tanganku hingga sampai di meja kita. Aneh sih rasanya, hanya sekadar aneh, tidak punya pikiran apa pun. Itu semua mungkin karena aku sudah terbiasa dengan dia.
“Kamu suka tempatnya, Ca?” tanya Devan.
“Suka,” jawabku.
“Kamu tumben sekali pilih restoran yang nuansanya seperti ini? Pakai acara di private room segala lagi?”
“Kan biar agak romantis, Ca. Ya meski kita sahabat, bukan pacar atau kekasih, atau suami istri, apa salahnya aku memilih private room? Iya, kan?”
“Iya juga sih,” jawabku.
“Ca, kamu sudah yakin dengan keputusan kamu, kan? Aku mohon pikirkan lagi kalau kamu masih ragu. Ini ragu bukan karena kamu masih mencintai Arkan, ragunya Kak Satria benar terbaik untuk kamu enggak? Aku bicara gini bukan karena aku ini suka sama kamu, cinta sama kamu, jadi kesannya aku tidak rela. Bukan gitu, Ca. Aku bicara seperti ini, karena aku enggak mau kamu disakiti laki-laki lagi. Demi Tuhan aku tidak rela kalau sampai Kak Satria nyakitin kamu, Ca.”
“Dev, aku sudah memikirkan itu cukup lama. Setelah Kak Satria pulang dari sini dan aku sama sekali tidak memberikannya jawaban, setiap malam aku selalu mikirin itu. Aku selalu meminta petunjuk yang baik untuk menerima Kak Satria atau tidak. Mungkin besok sudah waktunya aku memberikan jawaban, Dev. Aku akan belajar menerima Kak Satria, belajar mencintainya, dan melupakan Arkan.”
“Bagus sih kalau gitu, Ca. Semoga saja Kak Satria benar-benar yang terbaik buat kamu. Dan, tidak punya masa lalu dengan wanita lain seperti Arkan.”
“Paling sama Kak Rana, dan dia kan yang cinta sendiri. Kak Rana mana mau sih sama dia, Kak Leo saja sempurna banget orangnya. Meski sudah disakitin Kak Leo, tetap saja Kak Rana masih mau balik.”
“Itu juga karena anaknya, Ca. Ya mungkin karena cinta juga. Itulah yang dinamakan cinta yang bodoh, Ca. Meski berkali-kali disakiti, masih saja cinta. Enggak jauh beda sama kamu, Ca. Kamu sudah disakiti Arkan saja masih mencintai. Padahal dia jelas-jelas gak mencintai kamu dan memilih dengan Thalia. Kalau Kak Rana itu jelas, mereka sudah punya buah cinta, jadi wajar masih sangat mencintai Kak Leo. Lha kamu?”
“Iya sih, bodoh ya aku? Sumpah aku bodoh sekali, sampai ada dua orang yang selalu baik dalam hidupku selalu aku abaikan.”
“Siapa dua orang itu?” tanya Deva.
“Idih, kek gak tahu aja sih kamu, Dev?” jawabku.
“Iya aku tahu, tapi aku kan Cuma teman kamu, tidak pernah ada di hati kamu. Sampai lebaran monyet pun kamu gak akan pernah membalas cintaku, Ca. Tapi, dengan keadaan seperti ini pun, aku sudah bahagia, Ca. Bisa dekat sama kamu, bisa menghibur kamu. Aku sudah bahagia, Ca. Janji ya sama aku, kamu harus bahagia setelah ini, karena aku nantinya jarang sama kamu lagi. Masa iya aku setiap hari sama kamu terus? Nanti Kak Satria malah salah paham. Kita jaga jarak, tapi tetap komunikasi.”
“Yakin akan seperti itu?”
“Yakin lah? Demi kebaikan kita, Ca. Aku juga laki-laki, aku bisa merasakan cemburu saat kekasihku dekat dengan laki-laki lain, meski itu sahabat dari kecil dan sudah terbiasa bersama.”
Jawaban Devan benar-benar membuat aku tidak bisa berkata apa-apa. Dia dewasa sekali sikapnya sekarang. Aku sampai tidak percaya Dev bisa bicara selembut ini. Mungkin ada pengaruhnya dari Aiko. Aku belum pernah melihat Aiko, tapi Dev bilang dia cantik dan baik hati. Aku jadi penasaran dengan Aiko yang seperti apa.
“Yuk makan dulu, malah diam kamu, Ca? Makanan di sini itu paling enak, Ca. Ya banyak sih restoran mewah lainnya, tapi menurutku di sini paling enak,” ucap Devan.
“Kamu pernah ke sini?” tanyaku.
“Pernah sekali, sama kru restoran saat meeting di sini. Ini kan restoran milik Aiko, Ca,” jawab Devan.
“Jadi kamu kerja di sini?”
“Tidak, aku di restoran yang baru buka kemarin, aku di pindahkan ke sana. Aku yang di percaya mengurus di sana. Padahal aku kan karyawan part time, tapi Aiko yang mempercayaiku mengurus restoran barunya,” jelas Devan.
“Bagus dong. Jangan di sia-siakan, ya? Aiko sudah baik, sudah memberikan kesempatan pada kamu untuk jadi lebih baik. Buktikan sama papa dan mamamu, kalau kamu bisa bertanggung jawab dengan pekerjaanmu.”
“Iya, Bawel!” tukasnya.
“Coba ini cicipi masakannya, aku suapi, aaaa ....”
Aku membukan mulutku, Devan menyuapi menu yang paling rekomended di restoran milik Aiko yang mewah ini. Restoran kelas bintang lima, memang tidak kaleng-kaleng kualitas dan rasanya. Benar-benar enak sekali.
“Dev, ini enak sekali. Mau lagi dong ....” Aku meminta Dev untuk menyuapiku lagi.
“Kamu makan dong, Dev? Masa nyuapin aku terus? Sini aku suapin kamu, aaaa ....”
Memang kita selalu seperti ini, tapi bukan sepasang kekasih. Kita hanya sahabat, dari zaman SMP sampai sekarang. Tidak ada rasa apa pun di hatiku terhadap Dev. Aku menganggap dia teman, sahabat, saudara, bahkan aku sudah anggap dia seperti kakakku sendiri.
“Dih kek anak kecil, belpotan kamu, Ca.” Dev mengambil tissue dan membersihkan sisa makanan di bibirku.
“Kamu juga belepotan, sini aku bersihkan.”
Tidak tahu kenapa, rasanya beda sekali saat mata kami saling memandang. Aku yakin ada cinta yang besar untukku dari tatapan Dev padaku. Tapi, aku sama sekali tidak memiliki rasa itu. Dan, sekarang aku merasa aneh saja dengan perubahan sikap Dev yang lebih dewasa. Aku baru melihat wajah Dev dengan jarak yang sangat dekat sekali. Biasanya salin bersama setiap hari pun tidak pernah sedekat ini.
“Ca? Jangan ngelamun? Kenapa, kamu baru sadar aku itu tampan? Tampan aku daripada Arkan, kan?” gurau Dev dengan menyentil keningku.
“Ih apaan, sih! Ya tampan papaku, lah!” tukasku.
“Jelas lah, kamu itu ada-ada saja, Ca. Sudah lanjutin makannya, aku juga lapar.”
Aku akui, Dev memang tampan. Arkan belum apa-apanya dibandingkan dengan Dev. Tapi, entah kenapa aku malah enggak suka Dev. Padahal dia selalu diidamkan cewek di mana pun Dev berada. Sedangkan aku yang selalu dengan dia, malah sama sekali enggak suka. Aku akui, malam ini Dev sangat tampan. Dengan dandanan yang rapi, seperti orang dewasa. Iya sangat tampan sekali.