Bab 16

1362 Kata
Setelah menyantap makan siang, Keanan memilih untuk keluar restoran dan berkeliling area hotel. Hotel yang menurutnya unik sebab bentuknya yang luas dan memanjang, tidak sama seperti hotel kebanyakan di Jakarta yang menjulang tinggi, atau hotel lain di sini yang memiliki tinggi bangunan lima atau enam lantai. Hotel itu hanya terdiri dari tiga lantai saja, dan kamarnya sendiri berada di lantai paling atas hotel tersebut.  Keanan berjalan ke dalam hotel. Hotel yang tampak mewah dengan segala ornamen dan hiasan khas Bali yang terlihat berkelas.  Papanya sepertinya sengaja memesankan kamar di hotel itu untuknya dan Nadia. Sebab pemandangan yang begitu romantis dengan hamparan pasir putih dan pantai yang menjorok ke laut, membuat pasangan suami istri manapun akan betah berlama-lama tinggal.  Tapi, itu ketika kedua orang tuanya belum mendapat aduan dari Nadia mengenai hubungannya dengan Maura yang masih berlanjut. Sekarang, setelah semuanya terbongkar mungkin saja reservasi kamarnya akan papanya batalkan jika saja ia dan Nadia tak jadi berangkat ke Bali.  "Hah! Kebingungan yang aku buat sendiri. Sial!" Keanan mengumpat pelan. Lelaki itu merasa resah entah kenapa.  Di tengah langkah kakinya yang ingin mengitari bangunan hotel, sebuah dering panggilan mengejutkannya. Keanan pun mengambil ponsel yang ada di saku celana dan melihat nama sang kekasih terpampang di layar.  "Iya, Sayang?" sapa Keanan yang sepertinya benar-benar sulit melepaskan pujaan hatinya itu dari kehidupannya.  [Hai, Sayang. Apakah kamu sudah sibuk?] "Tidak. Pertemuan dengan rekan papa baru besok. Aku hanya sedang menikmati pemandangan di dalam hotel saja. Ada apa, apakah kamu sudah merindukanku?" Keanan menggoda kekasihnya.  [Tentu saja. Sehari tidak bertemu denganmu serasa setahun tahu enggak? Tapi, Sayang —!] "Ada apa?" tanya Keanan yang saat ini sedang mesem-mesem mendengar sang kekasih ternyata merindukannya.  [Ehm, Sayang ... itu, aku sedang shopping sama temen-temen, ada tas yang aku incar ternyata lagi promo. Boleh enggak kalau aku minta kamu beliin? Please.] Keanan mendadak diam. Bukan karena ia tak memiliki tabungan atau uang di rekening, tetapi janjinya pada sang papa untuk melepaskan Maura, mau tak mau ia harus tega untuk tidak lagi memberikan kebutuhan apapun yang wanita itu inginkan.  [Sayang, kok diem sih? Ayo dong, teman-teman aku udah belanja duluan nih, aku ketinggalan.] "Ehm, Maura Sayang, maaf untuk kali ini dan seterusnya aku tidak bisa memberikan uang atau apapun lagi untukmu." [Hah? Kenapa?] Wanita itu terkejut bukan main. Terdengar suaranya yang begitu emosi demi mendengar penjelasan yang kekasihnya sampaikan.  "Sebab Papa sudah memblokir semua akses keuanganku." [Loh, kenapa papamu berbuat seperti itu? Bukankah kamu juga bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Lantas kenapa papamu ikut campur, Sayang?] Keanan tak mungkin menceritakan perihal kehidupan rumah tangganya bersama Nadia pada Maura saat ini. Pembicaraan melalui sambungan telepon sepertinya tidak akan berjalan maksimal menurutnya.  "Aku tidak bisa menjelaskannya melaui telepon. Saat aku pulang dan kamu juga selesai dengan jadwal pemotretanmu di sana, nanti kita ketemuan dan bicara." [Baiklah, baiklah. Tapi bagaimana dengan urusan tas ini? Aku ingin beli, Sayang.] "Maaf, Maura. Sungguh aku tidak bisa kali ini." [Please, Keanan?] "No, tidak, Maura. Aku tidak bisa." Tanpa pamit atau mengucapkan kata perpisahan, kekasih Keanan itu menghentikan sambungan telepon secara sepihak.  Keanan hanya bisa mengembuskan napas kasar. Terkadang sikap seperti inilah yang ia tidak suka dari Maura. Wanita itu selalu emosi jika apa yang diinginkannya tidak terpenuhi. Namun, bagaimana pun Keanan tetapi mencintainya.  "Biar saja. Ia tidak akan lama marahnya. Aku akan menceritakan semua padanya nanti." Keanan bergumam.  Lantas, kembali melanjutkan langkahnya menuju kolam renang hotel dengan view laut yang luas membentang.  Keanan memilih duduk di bangku yang ada di tepi kolam renang. Suasana siang yang sedikit mendung membuat cuaca tidak terlalu panas.  Ia bingung mau melakukan apa lagi. Kembali ke kamar hanya akan membuatnya terlelap tidur. Entah kenapa papanya meminta ia datang ke Bali masih satu hari sebelum pertemuannya dengan Tuan Richard berjalan. Ya, mungkin niat hati yang ingin memberikan paket honeymoon untuknya dengan Nadia lah yang membuat Anto akhirnya memesankan kamar selama dua malam.  Di tengah kegiatannya yang membosankan, Keanan dikejutkan dengan sebuah notifikasi pesan dari seseorang.  Sebuah pesan dari Oscar sahabatnya, menampilkan sebuah tangkapan layar bergambar.  "Bukankah ini kekasihmu, Maura?"  Begitu keterangan pesan yang Oscar kirimkan padanya, beserta sebuah poto sang kekasih yang tengah tertawa bersama seorang pria di sebuah restoran pinggir jalan. Pemandangan biasa saja sebetulnya. Bisa saja Maura tengah bersama teman-temannya sesama model yang sedang mengisi waktu istirahat, sebab baru beberapa menit yang lalu wanita itu mengatakan sedang berbelanja. Tapi, kenapa Oscar harus bersusah payah memberi tahu hal itu padanya? Benak Keanan bertanya.  Daripada penasaran, Keanan akhirnya meminta Oscar untuk membuat tayangan video dibanding sebuah poto yang penilaiannya belum tentu tepat.  Sahabatnya itu menuruti permintaan Keanan, dan tak lama kemudian sebuah video berdurasi cukup lama, Oscar kirimkan pada Keanan.  Dalam tayangan video memang banyak orang yang berada bersama Maura di sebuah meja makan salah satu restoran pinggir jalan yang tersedia banyak di negeri singa tersebut, sepertinya mereka adalah para model yang memang sedang bekerja. Namun, yang mengejutkan Keanan, adalah sosok sang kekasih yang tengah berlaku mesra dengan duduk di atas pangkuan seorang lelaki tampan khas seorang model. Wanita itu dan sang lelaki tampak cuek bersikap demikian di depan banyak orang. Bahkan video yang Oscar tangkap, membuat Keanan mendadak naik pitam. Bagaimana tidak, rangkaian gerak video itu memperlihatkan di mana Maura yang sedang duduk membelakangi lelakinya, tiba-tiba menengokkan kepalanya ke belakang menatap sang lelaki tersenyum kemudian mereka saling berciuman. Ciuman yang membuat siapapun akan iri melihatnya, sebab sejoli itu begitu menikmati lumatan bibir dan belitan lidah keduanya.  Namun anehnya, orang-orang yang ada di sana terlihat biasa saja. Mereka cuek mengobrol dan seolah pemandangan di depan mereka itu sesuatu hal yang sering mereka lihat.  Oscar pandai sekali mengambil momen demi momen interaksi Maura dengan sang lelaki. Lelaki itu telah membuat Keanan yang kini mencengkram ponselnya kuat, menggemeretakkan giginya tanpa sadar.  Ya, Oscar adalah satu-satunya orang terdekat dengan Keanan, yang mengetahui hubungan dirinya dengan Maura di belakang hubungan pernikahannya dengan Nadia.  Oscar tahu Maura, tetapi wanita itu tidak mengenal Oscar sama sekali. Keanan memang begitu menjaga sosok Maura dari orang-orang terdekatnya, begitu pun sebaliknya. Keanan tidak banyak mengenalkan orang-orang di lingkungannya pada sang kekasih.  Maka tidak mengherankan jika saat Oscar pura-pura memainkan ponselnya dan mengambil gambar mereka, para model itu terutama Maura tidak menyadari.  "Sudah puas?" Pesan yang Oscar kirimkan, begitu video yang Keanan minta ia kirimkan sebelumnya.  Keanan bingung apa yang harus ia jawab. Bukan puas yang ia rasakan, tetapi emosi yang sudah membumbung tinggi di dalam otaknya ingin ia salurkan dengan berteriak pada sosok sang kekasih yang jauh di sana.  Di tengah kekesalan hati dan jiwa Keanan, Oscar tiba-tiba melakukan panggilan.  "Hem, yah?" [Apa yang akan kamu lakukan sekarang?] "Entahlah, aku belum tahu." Keanan benar-benar emosi, ia tak sanggup untuk berpikir jernih saat ini.  Wanita yang begitu ia cintai, dan ia pertahankan saat ia harus menikahi Nadia, ternyata main api di belakangnya.  Maura, yang meminta apapun padanya selalu ia kabulkan, sungguh tega berselingkuh darinya.  Tunggu! Mungkinkah itu hanya sebuah aksi biasa. Maksudnya kehidupan model atau aktris dan sebangsanya, sering kali bersikap demikian, dan menganggap hal itu wajar adanya?  [Sepertinya kamu harus mengambil sikap Keanan.] Oscar membuyarkan lamunannya.  "Ehm, ya, akan aku pikirkan. Ngomong-ngomong kamu sampai kapan di Singapura?" [Hari ini. Nanti siang aku balik Jakarta.] "Apakah kamu sedang sibuk?" [Weekend begini aku memilih bersantai di rumah. Bagaimana perjalananmu ke Bali bersama Nadia? Menyenangkan?" Terkekeh Oscar menyindir sahabatnya itu.  "Sialan! Tak perlu aku jawab, kau pun sudah tahu." Di seberang sana, Oscar tertawa puas.  [Kau yang menyia-nyiakan berlian dengan memilih barang rongsokan Keanan. Aku sudah mengingatkan kau dulu.] "Video itu belum menjelaskan apapun, Oscar!" [Terserah padamu saja!] "Oscar, bagaiamana kalau kamu ambil penerbangan ke Bali. Sepertinya aku butuh orang untuk bercerita." [Kamu sedang badmood aku malas menemani!] Oscar mencoba menolak.  "Tidak. Ada hal yang belum aku ceritakan padamu dan aku butuh solusi darimu. Ditambah video Maura yang belum jelas kebenarannya itu." [Kau memang keras kepala! Baiklah aku pikirkan nanti. Kalau aku tidak malas aku akan kabari kamu.] "Ya, aku tunggu." Keanan memutuskan sambungan teleponnya dengan Oscar. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Lelaki itu butuh sesuatu yang akan membuatnya rileks. "Sepertinya massage akan membuat otak dan tubuhku tenang." *** Bagi pembaca yang ingin mengikuti akun IG-ku, kalian bisa ceki-ceki di profil aku yah. Kalau aku tulis di sini biasanya suka berubah tanda bintang.  Makasih!  ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN