Padahal kedua orang tuanya masih ada di rumah tanpa pergi ke kebun. Namun Maria tidak ingin ambil pusing dan tambah ribet lagi jika hanya untuk mengambil hasil ujian saja.
"Kamu ini ya! Sudah, kamu tanda tangan saja dulu ya! Kamu ambil saja hasil ujiannya kamu nanti Jangan dulu pulang akan diumumkan tentang Siapa saja yang 1 masuk 10 besar," tegas Pak Sopandi wali kelas Maria.
Maria mengangguk dan tersenyum lalu ia mengambil kertas ujiannya dan berjalan keluar meninggalkan kelasnya duduk di teras kelasnya. Ia bahkan tidak berharap lebih dari kedua orang tuanya yang memang tidak pernah akan datang jika hanya tentang urusannya.
Kesendirian dan keacuhan Maria saat ini, itu karena memang tidak ada teman di kelasnya yang cukup dekat dengannya. Hingga di saat seperti inipun Maria tidak bisa bercerita.
Namun ia tampak tegar dan tidak menghiraukan apapun yang terjadi pada dirinya saat ini. Ia duduk di teras depan kelasnya. Hanya ada teman yang sekedar bersapa satu sama lain dengannya yang berlalu lalang di depannya. Dalam diam Maria melihat ke arah orang tua yang sedang bercanda dan tertawa bangga kepada anaknya dari kejauhan Maria memperhatikannya.
"Hmmm, harusnya aku sudah duga sebelumnya, tapi kenapa aku masih tetap saja berharap mereka akan datang yah? Heh, konyol aku ini," gumam Maria.
"Tahu apa?" tanya Topan tiba-tiba duduk di samping Maria.
Heh, Topan! Kamu kok disini? Memangnya sudah dapat hasil ujianmu?" tanya Maria tidak menjawab pertanyaan Topan.
"Sudah! Kamu kok ngalihin pertanyaanku? Tadi kamu sudah duga apa?" tanya Topan lagi, melihat ke arah Maria yang mengerutkan dahinya menatap Topan.
"Oh itu! Aku udah tahu kalo aku pasti juara! Meski bukan juara pertama sih," jawab Maria sedikit mencari cara agar tidak beralih dari pembicaraan dan tersenyum ke arah Topan.
'Senyum yang manis,' batin Topan tersenyum melihat senyum Maria.
"Waah, selamat ya! Ternyata kamu emang pinter, eh aku ke kelas dulu yah? Sudah ada panggilan masuk ke kelas," ucap Topan berpamitan.
Maria mengangguk dan tersenyum, melihat Topan yang sudah berdiri dan bergegas pergi meninggalkan Maria. Ia tersenyum dan terdiam kembali menatap tanpa arah. Ia bahkan tidak melihat hasil nilai ujian dan raportnya sama sekali. Ia hanya memegang dan mendekapnya saja.
"Ya Allaah, bolehkah aku berharap?" gumam Maria.
"Tentu saja!" sela Boyan dari arah belakang Maria dan duduk di sampingnya.
"Ngagetin saja kamu ini! Gimana sudah di ambil hasilnya? Apa bibi datang?" balas Maria.
"Tentu saja datang! Tadi tuh ibu juga mau sekalian ambilkan punyamu mau sekalian katanya. Tapi malah udah ngambil duluan kamunya," jawab Boyan berbohong.
Nyatanya ibunya tadi sama sekali tidak mau ikut campur tentang Maria apalagi harus mengambilkan hasil Maria. Namun, ia tidak ingin jika Maria merasa sedih saat tahu kalo ibunyapun tidak mau jika hanya mewakili orang tua Maria.
"Oh ... Begitu! Kalo tahu bisa di ambil sendiri mah gak usah deh! Biar aku saja yang mengambilnya," ucap Maria.
Maria sudah tahu akan sifat keluarganya termasuk adik ibunya itu. Yang tak lain adalah tantenya, juga memang ikut tidak menyukai Maria. Jika hanya hal seperti keperluan sekolah saja tidak akan ada yang mau jika berhubungan dengan Maria.
Boyan terdiam, iya paham jam apa yang dibicarakan oleh Maria dan juga perasaan yang dirasakan olehnya. Sebenarnya ibunya juga memang tidak ingin pengambil punya Maria. Namun demi menjaga perasaan Maria Boyan terpaksa berbohong kepada Maria. Bahwa ibunya sempat hendak untuk mengambil kan hasil ujian dan rapat lirik Maria.
Namun usahanya sia-sia untuk membujuk ibunya itu hingga pada akhirnya bahagia mengambil hasil ujiannya sendiri saja tanpa ada perwakilan dari keluarganya. Tidak lama dari mereka berdua yang sedang berbincang bahkan perbincangan, mereka hanyalah satu yang membosankan satu sama lain.
Saat semua murid masuk ke kelasnya masing-masing dan juga para orang tua atau wali murid sudah diperbolehkan untuk kembali pulang.
Karena acara pemberian hasil ujian dan raport sudah selesai Dan kini ia pun sudah duduk di kursinya meski ia masih merasa bosan dan ingin segera mungkin cepat pulang. Namun terpaksa ia menunggu wali kelasnya menggumumkan tentang hasil ujian dan anak-anak yang masuk ke 10 besar.
Meski Maria tidak pernah mementingkan hal itu, namun Ia tetap harus menunggu dan menyaksikan Pengumuman itu. Saat Maria tengah asyik memainkan pena nya di atas meja.
Tiba-tiba wali kelasnya masuk ke kelas dan seketika murid-murid yang ada di kelas itu terdiam dan hening tanpa satu kata pun Maria yang sedang mencoret coret bukunya. Dia berhenti dan mulai memperhatikan gurunya.
"Akan bapak umumkan siapa saja yang masuk di 10 besar yah! Tingkatkan dan perthankan kemampuan kalian dalam belajar," ucap Pak Sopandi selaku wali kelas Maria.
-Boyan
-Maria
-Aman
-Ani
-Sari
-Siti
-Heri
-Hesa
-Yoga
-Naufal
Semua murid di dalam kelas tersebut tertegun, memperhatikan wali kelasnya yang sedang menulis di papan tulis mengumkan siapa saja yang masuk 10 besar. Banyak dari di antara mereka yang terdiam bahkan terheran-heran ketika melihat Siapa saja yang tertera di 10 besar itu. Tidak lama dari itu, mereka bersorak dan bertepuk tangan menyoraki anak-anak yang berprestasi hanya
Ada satu orang yang tidak senang saat itu, yaitu seorang gadis yang tampak menatap dengan tajam ke arah Maria Ya itu dedek. Dengan wajahnya yang tampak menahan kemarahan mamerah menahan amarah yang besar dan kesal kepada Maria yang berada tak jauh dari mana ya duduk.
Maria yang mendapat isyarat dan itu Iya tersenyum penuh kemenangan dan meledek ke arah Dede. Ia sudah menduganya hal itu juga sudah siap dalam konsekuensi tatapan kebencian dari gadis itu.
Bahkan sepertinya semakin membesar kebencian dan ketidaksukaan Dede kepada Maria. Ia merasa sangat terhina ketika dirinya bahkan sangat jauh dari jangkauan kemampyan Maria.
Maria hanya memperhatikan kan ke arah wali kelasnya yang masih saja sedang menerangkan dan memberi pengumuman. Bahwa sekolah di liburkan beberapa hari, sementara yang lain bersorak eia karena mendapat liburan semester. Lain dengan Maria Ia hanya terdiam dan menatap hasil ujian dan rapotnya.
"Sebenarnya ini itu, tidak penting bagiku tanda seru karena tidak ada hasil yang akan aku petik entah itu sebuah pujian ataupun sesuatu yang akan menguntungkan," gumam Maria.
"Waaah, Maria kamu pintar yah? Kok aku gak tahu kalo kamu pintar? Dulu kan kita satu kelas," ucap Ani menghampiri Maria yang mengerutkan dahinya.
Maria hanya tersenyum mendengar pujian dan ucapan yang sudah terbiasa ia dengar dari seorang penjilat seperti gadis yang ada di hadapannya itu titik Bahkan dia sudah tahu sikap gadis yang bernama Ani itu.
Maksud dan tujuannya mendekati dirinya. Maria tersenyum tipis bahkan ada tatapan meledek kearah Ani yang ada di hadapannya itu dan Maria bahkan tahu jika esok hari Ani akan meminta untuk duduk di samping Maria.
Setelah acara mengumkan murid-murid berprestasi di kelasnya kini jam pulang sekolah sudah berakhir. Maria bergegas untuk pulang masih berjalan bersama Atika berbincang membicarakan tentang hasil ujian dan raport, yang mereka dapatkan masing-masing.
Meski mereka tidak satu kelas namun tidak mengurangi kebersamaan keduanya. Apalagi persahabatan mereka terjalin cukup lama dengan waktu yang cukup panjang.
"Aku tadi lihat Bapakmu, masuk ke kelas 12 milik kakakmu? Apa dia juga datang ke kelasmu untuk mengambil hasil ujian dan raport?" tanya Atika sembari berjalan menuju pulang disamping Maria.
"Tidak! Aku tidak butuh perwakilan dari keluargaku jika aku juga bisa sa mengambil hasilnya sendiri saja!" jawab Maria.
Meski sebenarnya didalam hati dan keinginanya adalah satu keluarga dari keluarganya bersedia untuk mengambil hasil ujiannya. Namun Maria tidak pernah ingin ambil pusing tentang hal itu sehingga pada akhirnya ketika, ia memikirkan hal yang itu dia memang selalu berakhir dengan tertidur saja.
"Uuuunh, menyebalkan sekali bapakmu itu! Kenapa harus seperti itu? Cuma beberapa langkah lagi dari kelas kamukan? Kenapa dia bahkan tidak mau mengambil milikmu padahal cuman sedikit lagi dan itu hanya beberapa langkah dari kelas kakakmu!" gerutu Atikah.
"Hahaha, panjang benar bicaramu kali ini Atika? " balas Maria tertawa.
"Sudahlah! Kamu gila ini! Tidak perlu Berbicara kepada kamu terus bagaimana kamu dapat peringkat? Kamu kan pintar dalam setiap hal termasuk mengalihkan pembicaraan ucap Atika berbalik bertanya lagi.
"Hahaha, kamu bahkan sudah hafal sifatku ya Atika? Aku juara dua di kelasku," balas Maria tertawa melihat sahabatnya itu.
"Sudah ku duga! Kamu pasti bisa juara. Sedangkan aku gak bisa-bisameski sudah belajar terus- menerus juga," balas Atika.
"Iya yah! Kamu kan bahkan selalu membaca buku! Kok gak dapat 10 besar juga?" ucap Maria menopang dagunya.
"Karena aku emang )ak pintar Maria!" cetus Atikah.
"Bukannya gak pintar! Tapi karena terlalu banyak yang pintar di sekeliling kita. Jadi kamu tidak masuk 10 besar. Yang penting kamu tetap berusaha Iya kan?" jelas Maria tersenyum memberi semangat kepada sahabatnya itu.
"Iya, terima kasih hiburannya," balas Atika datar.
"Bagaimana bisa, kamu mengira kalau aku sedang menghibur kamu? Sedangkan aku memang tidak sedang menghibur kamu. Namun aku hanya menjawab persepsi kamu yang terlalu berlebihan! Tidak ada yang tidak bisa di dunia ini yang tidak bisa digapai oleh manusia selama kita masih bisa dan tetap berusaha," jelas Maria tertawa.
Maria tersenyum melihat sahabatnya ketika ia mengangguk dengan wajah datarnya itu. Maria tertawa melihat tingkah sahabatnya yang menurutnya sangat lucu, dengan wajah datarnya itu. Mereka berdua berbicara dan bercanda sepanjang perjalanan menuju rumahnya bahkan tidak terasa Atika sudah sampai di rumahnya.
Kini tinggal Maria yang berjalan tidak jauh di mana rumah Atika. Saat ini Maria sudah sampai di depan rumahnya. Saat ia sampai tepat di depan rumahnya ia melihat ibunya sedang membawakan dan memuji Kakak nya yang masuk 10 besar. Ada begitu banyak orang di rumah itu duduk di sana.
"Assalamualaikum," Salam Maria.
Maria mengucap salam kepada ada orang-orang yang berada di depan rumahnya. Lalu ia menyalami keluarganya termasuk ayahnya.
"Waalaikumsalam," jawab semua orang yang ada di depan rumah Maria.
"Bapak tadi buru-buru! Dan ternyata Bapak baru ingat kalau harus ke kelas Maria juga tapi tidak keburu ke kelas kamu Ternyata sudah bubar," ucap Bapak Maria.
"Huh, biarin lah dia mah! Lagipula gak bakalan dapat juara ini. Kalaupun diambil juga hanya akan membuat malu keluarga saja! Dia nggak akan seperti kakaknya nih lihat nih kakak kamu dia juara 4 masuk 10 besar Maria," sela Ibu Maria sembari memuji Amran anak kebanggaannya.
Maria, ia terdiam, tidak menanggapi ucapan kedua orang tuanya ataupun ibunya yang berbicara panjang lebar. Bahkan menunjukkan hasil ujian milik kakaknya beserta raport milik kakaknya yang ada di tangan ibunya. Ia sempat akan memberikan rapotnya kepada kedua orang tuanya itu namun ia urungkan dan memasukkannya lagi ke dalam tasnya.
Sebenarnya Maria hanya ingin meminta tanda tangan kedua orang tuanya saja. Namun saking malasya Maria menghadapi selahan atau ucapan dari ibunya. Ia lebih memilih untuk masuk ke dalam rumahnya dan menandatangani raportnya dengan tangannya sendiri.
Karena itu adalah hal yang sudah terbiasa ia lakukan setiap kali untuk keperluannya. Bahkan dia sudah hafal betul tanda tangan milik ayahnya itu, yang tidak pernah mau atau pun bertanya tentang mendatangi mendatangi menandatangani rapot miliknya.
"Maria juara 2 setelah Boyan tante," ucap Boyan.
Boyan berbicara setelah melihat Maria masuk kedalam rumahnya. Semua orang yang mendengar penuturan Boyan. Mereka terkejut dan terdiam termasuk Ibu Maria yang yang hanya terdiam saja tidak menjawab ucapan Boyan sama sekali.
Dia Hanya berdiam diri saja tanpa menanggapinya meski ia sudah berbicara hal yang tidak seharusnya kepada putrinya itu. Namun ia tidak ada rasa bersalah sama sekali di dalam dirinya. Karena baginya itulah adalah hal yang biasa ya ucapkan kepada Maria meski dia tahu bahwa ia sudah berkata hal yang salah kepada Maria. Namun sangat enggan dan sangat jarang baginya untuk meminta maaf apalagi membujuk putrinya itu.
"Jadi kamu mau direbut sama dia tanda tanya kamu harus belajar lebih giat lagi! Jangan sampai kamu terbuat oleh anak itu!" ucap Ibu Oyo dari ibunya Boyan merasa khawatir dan ketakutan akan putranya yang didahului juaranya oleh Maria.
Meski Maria tahu suasana di dalam keluarganya saat ini sedang membanggakan anak-anaknya satu sama lain. Namun Maria lebih memilih berdiam diri di dalam kamarnya dan menda menandatangani raport yang seharusnya ditandatangani oleh kedua orang tuanya atau ayahnya. Maria sangat senang dan bahagia ketika ia mendapatkan tugas yang sangat mudah bagi dirinya hanya sebuah tulisan dalam hal peniruan.
"Jangankan hal seperti ini karena seru apa pun aku bisa melakukannya selama aku memiliki ada niat dan kemauan sama," gumam Maria.
Maria tersenyum dan tertawa tertahan ketika melihat hasil tanda tangannya sangat mirip dengan tanda tangan ayahnya itu. Maria hanya tersenyum dan mengingat kembali hal apa saja yang sempat ia lewati.
Saat ia mengingat satu nama yaitu kekasih hatinya yang bernama Nana. Ia terbangun dari tidurnya dan mengambil sesuatu yang sangat berharga dari kekasihnya itu dan memasangkannya di jari manisnya lagi.
Sebuah cincin pemberian Nana Ia sempat menyimpannya untuk sementara saja namun saat ia mengingat tentang kekasihnya itu. Ia lalu memakaikannya lagi hingga sama sekali tidak pernah ia lepas meski ke mandi sekalipun.
Maria sudah menerima sepenuhnya bahwa seorang yang bernama Nana itu kini telah menjadi kekasihnya, yang dimintai oleh Nana saat itu. Meski itu hanya adalah hal yang tidak mungkin bagi Maria namun dia ya hanya akan mengikuti apa yang menurutnya benar.