6. Bukanlah Diriku

953 Kata
"Euungh...." Sonja menggeliat di sofa yang tersedia di kamar perawatan itu. Sepertinya dia lupa sedang ada di mana. Kaos yang dia kenakan sedikit terangkat, memperlihatkan perutnya yang rata. Mata Randu menyipit melihat itu, tapi kemudian tersenyum kecil tanpa suara.  Tidak hanya perut, tapi pusar Sonja juga terlihat. Kaki jenjangnya dia luruskan agar semakin terasa nyaman. Uuugh...enak banget menggeliat gini. Eeh ini di mana sih? Kenapa aku bisa tidur di sofa?  "Aaaduuh... duh... Tanganku!" Seru Sonja sedikit berteriak saat merasa sakit di tangan kirinya. Saat menggeliat terakhir, dia mengangkat tangannya ke atas kepala. Akibatnya tentu saja fatal. Lukanya terasa menyetrum. "Kenapa? Ada yang sakit? Perlu kupanggil dokter ke mari?" Sebuah suara, yang sedari tadi memperhatikan Sonja, terdengar di netra pendengaran Sonja. Sonja yang masih belum menapak bumi seratus persen, semakin kaget melihat Randu ada di depannya. "Ba.. Bapak? Kok bapak bisa ada di sini? Bapak ngapain? Sudah dari tadi?" Tanya Sonja linglung. Dia belum sepenuhnya sadar. "Apa aku mimpi sih? Kok bisa ada Mas Randu di sini? Biasanya kan cuma hadir dalam mimpi aja." Sonja bermonolog dengan suara yang masih terdengar Randu, membuat lelaki tampan itu kembali tersenyum melihat kelakuan Sonja. "Aaaauw... kok sakit sih? Berarti beneran dong tadi tuh kalau..." Sonja menjerit saat sengaja mencubit pipi kirinya memakai tangan kanannya yang bebas. Dan dia mendelik, mendengar Randu yang tertawa lepas. Eeh kok ada jaket nih? Mana harum banget lagi jaketnya. Jaket  Randu ya? Kembali Sonja bermonolog. "Kamu lucu, Sonja. Pantas ibu suka padamu." Kata Randu saat tawanya reda. "Bapak kok bisa ada di sini?" Tanya Sonja malu-malu. "Tadi kamu panggil aku Mas Randu loh, kenapa jadi bapak lagi sih? Lagipula aku belum terlalu tua Sonja." Randu mengabaikan pertanyaan Sonja. "Tuh, kamu kan dari tadi menunggui Bintang, bahkan kamu sampai ketiduran di sofa. Gak tahu kan kalau aku datang. Ibu tadi panik menelponku, minta aku segera ke mari karena tidak enak padamu." Akhirnya Randu menjelaskan maksud kedatangannya. "Ah ya Bintang, bagaimana keadaan Bintang? Sudah bangun belum?" Sonja berniat berdiri untuk melihat Bintang, tapi dicegah Randu. "Bintang masih tertidur lelap. Tadi perawat sudah datang untuk mencek kondisinya. Alhamdulilah stabil. Terima kasih kamu mau menjaga Bintang ya." Ucap Randu tulus. Gadis di depannya itu malah tampak tidak fokus. Antara menyangka ini adalah mimpi dan kenyataan yang manis.  "Tapi beneran Bintang gak papa kan? Alhamdulilah kalau begitu. Saya bisa pamit pulang ya pak." Akhirnya... aah kasur tunggu akuuuu... "Nanti dulu pulangnya, masih magrib. Lagipula kamu pasti belum makan dari siang kan? Setelah ini temani aku makan ya. Aku sudah beli makanan nih." Randu memberikan bungkusan makanan yang sengaja dia beli. "I.. iyaa pak." Jawab Sonja kikuk.  Duuh semoga Randu gak dengar suara dag dig dug nih hati... "Kenapa masih memanggilku pak? Sudah bener tadi manggil mas loh." Kata Randu disela kegiatannya membuka box makan yang dia beli tadi. Diulurkannya satu box kepada Sonja. Aroma nikmat ayam bakar, segera saja membuat air liur Sonja menetes. Dia memang belum makan siang karena terlalu lelah hingga jatuh tertidur.  "Silakan makan, Sonja. Maaf tadi di kantin rumah sakit, makanan terbatas, dan aku tidak tahu kamu sukanya makan apa. Makanya ini aku belikan ayam bakar saja, yang standar kesukaan orang-orang." Sambil mengunyah, Randu tetap membuka percakapan. Gadis di depannya ini kadang terlihat sembunyi-sembunyi mencuri pandang ke arahnya. Tapi jika mata mereka bersirobok, Sonja akan langsung menunduk dengan pipi memerah. Aneh menurutnya. "Gak papa pak. Terima kasih banyak." Jawab Sonja. "Justru aku dan ibu yang harus berterima kasih padamu. Beruntung ada kamu  di dekat situ jadi ada yang mengurus Bintang hingga aku datang. Apalagi ini hari libur, weekend, tapi kamu masih mau menemani Bintang. Kata ibu, kami berhutang nyawa padamu. Entah bagaimana kami bisa membalasnya." Randu berkata sambil melihat ke arah Sonja yang makan dengan lahap. "Tidak apa-apa pak." Lah kalau bukan aku terus siapa lagi pak?  Mosok pak polisi yang suruh nemenin Bintang? "Jangan-jangan..." Randu memutus ucapannya, jadi menggantung, membuat Sonja penasaran hingga dia menghentikan suapannya. "Jangan-jangan apa pak?" Tanya Sonja dengan mimik serius.  "Kalian berpacaran? Maksudku, kamu pacarnya Bintang yang sekarang?" Tanya Randu. Sendok di tangannya dia gunakan untuk menunjuk Sonja di sofa yang tak jauh darinya, kemudian juga menunjuk ke brankar di mana Bintang sedang tergeletak lemah. "Aaah enggak pak... kami hanya berteman biasa kok. Bener deh. Bapak nanti bisa tanya ke Bintang kalau dia sudah sadar. Lagipula saya bukanlah tipe cewek yang disukai oleh Bintang pak." Sonja mengibaskan tangannya, tanda menolak pemikiran Randu. "Kenapa tidak? Memangnya tipe cewek yang disukai Bintang seperti apa?" Tantang Randu. Gantian sekarang dia yang penasaran ingin tahu ada hubungan apa antara Bintang dan Sonja ini. "Yang cantik, seksi, putih, bohay, euum apalagi ya?" Jawab Sonja. "Sepertinya itu kriteria standar yang harus dimiliki oleh tiap perempuan agar seorang lelaki bisa jatuh cinta padanya kan?" Kata Randu. "Eeh iya sih pak, bibit bobot bebet. Sampai kadang lupa bahwa ada juga behave and brain yang tak kalah penting malah." Jawab Sonja tidak mau kalah. "Cantik, seksi dan bohay itu relatif loh, nilainya bisa jadi berbeda untuk tiap lelaki. Mungkin kataku cantik, tapi bisa jadi, Bintang bilang biasa aja. Iya kan? Sepertinya kamu merasa minder. Kamu kan menarik, jadi ya harus percaya diri dong." Kata Randu tanpa tendensi apapun. "Hehe iyaa pak, tapi tetap saja, saya nih antara ada dan tiada. Hanya dicari pada saat diperlukan saja." Tanpa terasa, mereka berdua berbicara sampai lama. Banyak yang hal yang mereka bicarakan. Hal ini tentu saja melenakan Sonja, yang semakin terbang terlalu tinggi ke awan. Sedang asyik mengobrol, tiba-tiba gawai Randu bergetar, mencoba menarik perhatian si pemilik handphone canggih itu. "Hai... hallo sayang..." Sonja menundukkan kepalanya, sebagai tanda berduka saat mendengar kata sayang keluar dari mulut Randu untuk lawan bicara di depannya. Tidak, bukanlah dia yang dipanggil sayang oleh Randu, tapi perempuan lain. Debby, kekasih hati Randu. Bukanlah dirinya. Perih? Sakit? Tentu saja. Memangnya perempuan mana yang hatinya terasa biasa saja saat mendengar lelaki yang disuka, memanggil sayang ke perempuan lain dengan mesranya. Apalah artinya dia? Sonja tetaplah Sonja, si gadis antara ada dan tiada.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN