Here we go again

1303 Kata
Hari-hari Sean semakin menggila semenjak melihat gadis yang mirip sekali dengan Sharena tempo hari. Seperti perkiraan awal, semua teman Sean menganggapnya gila karena melihat kekasihnya yang sudah lama tiada. Ia tak fokus bekerja, nafsu makan hilang, kepala pening, dan yang paling penting, rasa cinta itu kembali berapi rapi. Hanya karena melihat sesuatu kurang dari satu menit, atau bahkan tidak sampai tiga puluh detik. Sean mengeram frustasi, ia melepaskan dasi dan membuangnya ke sembarang arah. Seharian di rumah semakin membuat Sean hampir mati. Ia telah menyuruh semua orang suruhannya untuk mencari gadis itu, hanya dengan bermodalkan foto Sharena. Toh wajah mereka berdua juga sama. Namun hasilnya nihil, tak ada yang berhasil menemukan gadis misterius itu. Ia juga sempat mencetak foto Sharena dan membagikannya pada orang di sekitar cafe tempat mereka bertemu. Berharap salah satu dari mereka ada yang tahu, rupanya Sean harus mengubur harapan itu dalam-dalam. Sean seketika teringat dengan sahabat-sahabat Rere, mereka memang sudah tidak berkomunikasi semenjak kematian Sharena. Seingat Sean, mereka saling mem-follow akun i********: masing-masing. Ia mencari nama Manda terlebih dahulu, Sean berasumsi jika Manda lebih waras daripada Karin. Sean mendesah lega, akun i********: Manda masih aktif. Terbukti dari ia baru saja memposting sebuah foto tadi sore bersama Karin, dan sahabat Rere lainnya (Karin, Alvaro, Mario, dan Andrian.) Sean sudah lupa dengan nama mereka. Ia kagum, persahabatan mereka masih terjalin hingga saat ini. Sean mengirimkan direct massage pada akun i********: Manda. @SeanDiwangka: Kamu masih mengingat saya? Jika iya, saya mau membicarakan sesuatu pada kalian. Ajak teman-teman kamu sekalian. Sean menunggu dengan gelisah balasan Manda, bukan bermaksud apa-apa. Sean hanya ingin menceritakan kejadian tempo hari sewaktu ia bertemu gadis itu. Selagi menunggu balasan dari Manda, ia sengaja menyibukkan diri dengan segala hal. Mulai dari mengerjakan tugas kantor, hingga memasak mie instan. Beberapa jam kemudian, ponselnya bergetar dan menyala beberapa kali. @Amandanatashaa_: Oh hai om Sean, malah aku ngiranya om udah lupa sama kita. Om Sean apa kabar?:) @Amandanatashaa_: Bisa om, mau bicara soal apa? Jemari Sean bergerak di atas layar tipis ponselnya. @SeanDiwangka: Besok saja, kamu besok kosong jam berapa saja? Ponsel itu kembali bergetar. @Amandanatashaa_: Kita semua kosong om, om tentuin jam sama tempatnya aja. Nanti kita tinggal dateng beresnya aja hehe:) @SeanDiwangka: Oke. Besok saya hubungi lagi. Terimakasih waktunya. @Amandanatashaa_: Sama-sama om:) Sean mematikan ponselnya, ia mendongak, melihat jam yang berada diatasnya. Jam setengah dua belas malam, pantas saja rasa kantuk menyerang Sean. Ia merebahkan diri dan terlelap pada mimpi indahnya. Kamar itu hening tanpa suara hingga pagi menjelang, lewat cahaya matahari yang menerobos masuk, Sean membuka matanya perlahan. Mengumpulkan semua kesadarannya. Tak butuh waktu lama untuk ia membersihkan diri, Sean tak pergi ke kantor pagi hari ini. Ia kembali membuka akun i********: dan mengirim sebuah pesan pada seseorang. @SeanDiwangka: Saya tunggu kalian di restoran D'Coss jam 10 siang. Satu jam lagi artinya, Sean memilih baju yang akan ia kenakan. Ia sengaja minta untuk diantar sopir, padahal ia jarang sekali menggunakan sopir pribadi. Perlu kalian garis bawahi. Sean tak pernah menyentuh perempuan lima tahun ini, apalagi jatuh cinta lagi, rasanya sulit bagi Sean untuk menormalkan fungsi hatinya kembali. Sean masih ingin merasakan bagaimana saat jantungnya memompa darah dengan sangat cepat. Sebenarnya, restoran D'Coss adalah restoran milik Sean sendiri. Restoran itu ia bangun dua tahun setelah kepergian Sharena. Banyak menu makanan kesukaan Sharena. Ada satu dessert ciptaan Sean yang ia beri nama 'Sharena' dessert itu laku keras hingga saat ini. Bahkan, restoran D'Coss menjadi terkenal akibat rasa dan tampilan unik dessert 'Sharena'. Jika begini, bagaimana Sean mau move on? Ada yang ingin membantu Sean untuk melupakan sosok Sharena-nya? Sean sudah siap dengan setelannya, ia memakai pakaian santai, tak ada jas kebanggaannya yang melekat pada tubuh Sean. Ia menggunakan kaos Polo berwarna hitam dengan celana pendek se-lutut. Sean terlihat lebih manusiawi. Mau tau satu rahasia besar Sean? Jauh sebelum Sean memberikan Sharena sebuah cincin, Sean sudah terlebih dahulu membeli jas pernikahan yang Sean rencanakan untuk ia gunakan saat ijab Kabul nya dengan Sharena. Namun, semua itu sirna saat mengingat calon mempelai wanita sudah terlebih dahulu meninggalkan kita semua. Sean menghampiri sopir pribadinya untuk mengantarkan ia menuju restoran miliknya. Sean berkali-kali melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, macet sangat parah hari ini. Kemacetan itu bersumber dari sebuah truk yang terbalik ditengah-tengah jalan akibat kelebihan muatan. "Putar balik Pak, saya ada janji habis ini. Lewat jalan Pahlawan aja Pak." Pinta Sean pada sopirnya. Sopir yang diketahui bernama Suhardi itu melihat Sean dari kaca mobil. "Bukannya tambah jauh pak?" "Putar balik apa bapak saya pecat?" Tegas Sean, jika ia sudah seperti ini, maka tak ada orang yang berani padanya. Mobil itu berputar balik. Memang, Sean memilih jalur yang lebih jauh untuk menghindari kemacetan. Sean lebih memilih berlama-lama di mobil dalam keadaan berjalan daripada dalam keadaan berhenti. Suhardi memberhentikan persis di depan restoran D'Coss. Sean menutup pintu lumayan kencang. Ia sudah terlambat setengah jam. Saat memasuki restoran, Sean terlebih dahulu mencari keberadaan mereka. Dan sialnya, mereka sudah datang. Sean agak canggung untuk bertemu mereka. Alvaro berdiri pertama kali, ia memeluk Sean erat, bukan pelukan khas laki-laki, namun lebih cocok dikatakan seperti pelukan sepasang kekasih. Seperti biasa, mereka hanya menggelengkan kepala melihat tingkah ajaib Alvaro. "Astopiloh! Om makin cakep aja, om sendiri? Istri om kemana?" Celetuk Alvaro. "Kampret, duduk!" Desis Karin mendelik ke arah Alvaro. Jika kalian tak tahu, Alvaro dan Karin resmi menjalani hubungan semenjak satu setengah tahun yang lalu. Amanda dan Andrian pun bulan depan akan melaksanakan resepsi pernikahan. Cinta datang akibat terbiasa bukan? Seperti Alvaro dan Karin, setiap hari, Alvaro tak pernah absen untuk berhenti menggoda Karin. Seiring berjalannya waktu, batu yang keras saja bisa terkikis oleh tetesan air, kenapa Karin tidak? "Saya boleh duduk?" Tanya Sean, semuanya mengangguk. "Sebelumnya, saya mau berterima kasih karena kalian masih mau bertemu dengan saya." Basa-basi Sean, sungguh, Sean bukan tipe pria yang mudah berbasa-basi. "Cieleh om, resmi banget. Langsung tujuannya aja elah," Alvaro lagi-lagi berusaha. "Diem Lo!" Sergah Karin. Alvaro meringis, "Iya sayang, jangan galak-galak. Babang Varo kan jadi takut," Karin memutar bola mata, inilah rahasia mereka tetap awet. Mereka memang sering beradu mulut perkara hal tak penting, tapi mereka tahu, ada cinta di antara keduanya. "Om mau bicara apa sama kita?" Amanda membuka suara. Sean mengambil nafas dalam-dalam. "Setelah saya bicara hal itu, terserah, kalian mau mengatakan gila atau sejenisnya. Tapi saya melihat hal itu dengan kepala saya sendiri." "Ngelihat hantu om?" Karin dengan bodoh melontarkan pertanyaan tak penting. "Sekitar seminggu yang lalu, saya melihat Sharena. Dia berada di cafe tak jauh dari saya, tapi ada yang berbeda dari dia. Tak ada lagi rambut berwarna muda seperti biasanya. Saya sudah berusaha mengejarnya, tapi bodohnya, saya kehilangan jejak dia. Saya juga sudah berusaha menyuruh orang untuk menemukannya dengan bermodalkan foto Sharena yang saya punya. Tapi tak ada gunanya, mereka tak menemukan jejak perempuan itu. Kalian percaya kan kalau penglihatan saya masih waras?" Jelas Sean sangat panjang, mereka melongo mendengar penjelasan Sean. Ini kalimat terpanjang yang Sean katakan! Memang ucapan Sean tak bisa diterima oleh akal sehat. Namun mau bagaimana lagi? "Kalo gue pribadi percaya, soalnya gue juga ngalamin hal yang sama kayak om Sean alamin. Gue ngelihat Rere berdiri di samping gerobak sate langganan gue. Karena posisi gue yang waktu itu lumayan jauh, gue kalah cepet. Dia keburu naik angkot sebelum gue panggil dia," sambung Amanda kemudian. Semuanya dibuat melongo oleh ucapan Amanda. Bahkan Sean terlihat sangat shock. Alvaro merapatkan tubuhnya pada Karin, "Apa jangan-jangan arwah Rere gentayangan?" Tanya Alvaro gemetaran. "Gila Lo! Rere udah tenang disana, mungkin itu orang mirip sama Rere. Kalian pernah dengar kalo di dunia ini kita punya 7 kembaran?" Andrian membuka suara dengan bijak. Lagi-lagi semua mengangguk. "Bisa aja dia salah satu dari kembaran Rere," terus Andrian. "Om mau gimana?" Amanda beralih menatap Sean. "Saya masih mau terus mencari wanita itu." Putusnya mantap. "Kalo gitu dengan senang hati kita semua akan bantu om Sean." Tutup Mario dipertemuan mereka kali ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN