Hari kedua bekerja.
Setelah kemarin sehari bekerja ternyata ia menyukai pekerjaan baru nya.
Dari setengah delapan pagi hingga setengah empat sore. Delapan jam, cukup wajah seperti jam kerja di tempat lainnya.
Ia merindukan anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan anak tempat dulu dirinya bekerja. Ia merindukan Brian bocah laki-laki yang dekat dengan nya.
Di sana selalu ramai dengan suara anak kecil, berbeda disini yang berisikan hanya orang dewasa yang berpendidikan saja.
Kata orang tua Brian tempo hari saat mereka video call, mereka sempat kesulitan mencari tempat penitipan anak yang pas dengan Brian. Setelah tempat penitipan anak tempat Ailane bekerja kata orang tua Brian anak nya mencari seseorang yang sama seperti Ailane, yang dengan sabar selalu menyuapi nya dan menasehati nya saat ia melakukan sebuah kesalahan. Ailane pun ikut sedih karena ianjuga merindukan bermain bersama Brian.
Kini Brian dan Ailane sering bervideo call karena bocah itu yang belum bisa menerima perpisahan nya dengan Ailane.
Tapi untungnya mereka kini sudah menemukan tempat penitipan anak yang pas dengan Brian saat ini. Memang tidak ada pengasuh yang sama persis dengan Ailane, Brian juga awal nya menolak tapi orang tua nya kekeh ingin menitipkan Brian disana.
Ia memutuskan untuk membawa sepeda motor sendiri dan membawa bekal yang telah disiapkan oleh kedua orang tua nya.
Hari ini ia membawa lauk ayam bakar buatan ibu nya yang sangat enak itu. Ia membawa dua bekal, satu nya mungkin akan ia kasih kan kepada Rayhan siapa tau laki-laki itu mau menerima bekal dari nya.
Ia sudah sampai di parkiran motor sekarang masih hanya ada beberapa motor saja disana. Motor Rayhan juga belum berada disana.
Ia melihat jam yang tertera di ponsel nya, masih pukul tujuh kurang. Pantesan saja masih sepi jika mulai aktif jam kerja adalah setengah delapan.
Prinsip Ailane, lebih baik ia datang lebih awal ketimbang datang telat. Mangkanya saat ia memiliki janji dengan orang lain, sebisa mungkin ia mengusahakan untuk datang terlebih dahulu dan tidak mau membuat orang itu menunggu lama.
Ia mengambil dua bekal nya.
Tiba-tiba saat ia keluar dari parkiran motor, ada sebuah tangan kekar yang mengambil alih salah satu bekal nya dari tangan Ailane.
"Eh? Om Sean!" Ailane memekik saat tiba-tiba saja Sean mengambil bekalnya.
"Terimakasih Ailane. Kamu mengerti saja saya belum sarapan," setelah mengucap hal itu Sean buru-buru meninggalkan Ailane yang cemberut melihat hal itu.
Ailane menghentak-hentak kan kakinya sangat kesal.
"Sialan om Sean!" Teriak Ailane.
Mendengar itu dari kejauhan Sean hanya tertawa. Meskipun sedang mengumpat dan berteriak suara Ailane sama sekali tak terdengar menyeramkan layak nya sebuah ancaman. Teriakan Ailane terkesan begitu kaku apalagi Ailane yang memang tidak pernah mengumpat sebelum nya.
Tidak jadi diberikan kepada Rayhan malah bekal itu kini berada di tangan Sean. Eh tapi tidak apa-apa, ia tak tahu nanti nya Rayhan akan menolak bekal nya atau tidak. Jika sekarang jelas Sean akan memakannya dan bekal yang ia bawa tidak mubadzir.
Sean senang sekali makan masakan kedua orang tua nya. Terbukti dulu saat Sean mampir di warung ke dua orang tua nya Sean sangat lahap memakannya bahkan Sean sampai harus mengambil porsi untuk yang kedua kali nya pada waktu itu.
Ailene langsung ke ruangan yang memang di peruntukkan khusus untuk para cleaning servis.
Sudah ada beberapa teman nya disana.
Entah kenapa ia tiba-tiba ingin minum kopi padahal ia tak terlalu suka minum kopi. Ia mengambil satu SASET kopi s**u dan mulai menyeduh nya. Ailane memang seperti ini, ia tak pernah meminum kopi hitam yang tak ada campur an s**u atau creamer nya.
Ia sangat benci setelah meminum kopi hitam tanpa campuran apa-apa, malam hari nya ia pasti mengalami sulit untuk tidur.
Ia duduk di sebelah Zahra teman nya dulu saat interview dan mengatakan jika Sean kejam.
"Tumben minum kopi," tanya Zahra. Soalnya sejak kemarin ia melihat Ailane terus-terusan meminum kopi atau tidak s**u kaleng tidak pernah membuat kopi sama sekali sebelumnya.
"Lagi pengen,"
Hingga tak terasa sudah pukul setengah delapan. Disini tidak ada bel yang mengingatkan setiap pergantian sesuatu. Seperti jam masuk, jam istirahat, dan jam pulang tidak ada bel yang akan berbunyi.
Setiap orang yang berada disini sudah hafal dan memiliki kesadaran masing-masing di jam jam itu tanpa harus diingatkan lagi.
Setelah berkumpul membagikan tugas, seperti kemarin.
Tapi entah kenapa Nita kemarin sebelum pulang di panggil untuk menghadap Sean di ruangannya. Sean melarang ada nya pembagian kerja untuk membersihkan perusahaan nya karena itu tidak cukup work it menurut Sean.
Sean menyuruh satu persatu dari mereka untuk berkeliling di kantor dan harus langsung membersihkan sudut ruangan dan lorong yang kotor tanpa harus menunggu pembagian kerja lagi.
Dua puluh cleaning servis cukup untuk membersihkan seisi perusahaan ini dia setiap hari nya.
Ailane mengangguk paham maksud dari perintah Sean yang disampaikan melalui Nita. Ia memulai untuk naik ke lantar empat dan melihat ada sudut ruangan yang kotor atau tidak.
Ia melihat ada banyak tempat sampah yang penuh di lantai empat. Ia mengeluarkan kantong keresek yang ia simpan di saku nya dan mulai memungut sampah-sampah dan kemudian ia pindah kan di tempat sampah nya.
Kantong sampah nya sudah mulai penuh ia keluar dari sini untuk membuang kantong sampah itu.
Setelah sudah ia beralih untuk membersihkan kamar mandi.
Sudah juga, ia duduk di pojok ruangan dan bersandar kepada tembok. Kepala nya pusing sekali sejak ia datang kesini tapi ia sebisa mungkin untuk memaksa kan diri agar bisa tetap bekerja karena ini hari kedua nya berada disini. Masa ia harus membolos.
Meskipun ia kenal dengan Sean ia tak mau memanfaatkan keadaan ini dengan memanfaatkan Sean dan bekerja sesuka hatinya.
Ia disini tetap menganggap sebagai atasan nya yang menggaji nya dan memperkerjakan dirinya.
Mungkin kepala nya sangat-sangat pusing sekarang hingga tak menyadari Sean berjalan ke arah nya.
Sean ikut duduk di lantai dan bersandar di tembok di sebelah Ailane.
"Pak Sean," Ailane yang menyadari kedatangan Sean hendak berdiri dan kembali dari pekerjaan nya namun Sean menahan nya dan menyuruh agar Ailane tetep duduk.
"Jangan panggil saya seperti itu Ailane," tolak Sean. Entahlah, ia hanya tidak terlalu suka saat Ailane terlalu menganggap nya sebagai atasan kerja nya dan berbicara dengan nada se formal mungkin.
"Istirahat kalau capek, tidak usah terlalu memaksa kan diri. Saya tau mungkin pekerjaan lama mu tidak seberat sekarang,"
Memang benar, bekerja di penitipan anak tidak mengeluarkan banyak tenaga melainkan harus mengeluarkan ekstra kesabaran untuk menghadapi anak-anak kecil yang di titip kan disana.
Ia sedikit kaget, meskipun ia menyukai pekerjaan nya yang sekarang ia tetap saja merasa pegal setelah pulang dari kerja nya.
"Kamu capek?" Tanya Sean.
Duh pakai ditanya segala, jelas Ailane capek tapi malu untuk mengungkapkan nya saja. Nama nya juga bekerja, ia harus mengeluarkan banyak tetesan keringat untuk mendapatkan imbalan dari hasil kerjanya itu.
Ailane tidak menjawab, tapi ekspresi wajah Ailane menggambar kan capek nya dirinya.
Ailane memegangi kepala nya, Sean langsung khawatir.
"Ailane kamu kenapa?" Tanya Sean.
"Engga apa-apa kok, Ailane mau lanjut kerja dulu." Ailane memaksakan diri untuk berdiri namun tubuh nya limbung karena tidak kuat untuk menahan diri nya sendiri.
Sean yang dengan sigap menangkap tubuh Ailane agar tidak tersungkur ke lantai kini membopong nya.
"Ailane bangun, Ailane." Ucap Sean menepuk pipi Ailane pelan namun tidak ada jawaban dari Ailane.
Tak ada jawaban dari Ailane karena gadis itu sudah menutup mata nya rapat-rapat tidak kuat dengan rasa pusing yang tiba-tiba menyerang kepala nya.
Sean dengan cepat menggendong tubuh Ailane dan membawa nya untuk ke rumah sakit.
Rupanya tindakan Sean ini mampu menimbulkan perbincangan orang-orang yang melihat Sean membopong Ailane.