Tyas Weird Look

1194 Kata
Nabila menelan saliva yang sepertinya masih saja menyangkut di tenggorokannya. Jantungnya berpacu tiga kali lebih kencang. Ia tidak tahu kenapa ia mengalami hal ini. Satu pertanyaan yang benar-benar tidak terduga dilemparkan khusus untuknya. Rangga yang masih bertanya memberikan tatapan tajam. Kedua kalinya Nabila mendengarkan kalimat yang membuat dadanya akan runtuh karena tak kuasa merasakan debaran jantung yang sangat kencang. Bibirnya kering tiba-tiba. Sekitar lima sampai sepuluh detik mereka berhadap-hadapan dengan tatapan saling lekat dan masih tidak ada yang berbicara. “Rangga!” Tiba-tiba terdapat suara dari luar ruangan sedang memanggil Rangga. Rangga sudah bisa menebak bahwa suara itu adalah milik Tyas. Tyas datang pada waktu yang sangat tidak tepat. Sepertinya Tyas akan masuk ke ruangan Rangga, karena Rangga bisa mendengar langkah kaki dan suaranya semakin mendekat ke arah kantor Rangga. “Aku tidak mengerti kenapa kamu mengambil salah satu petugas...” Bersamaan dengan pintu dibuka, Tyas segera menghentikan kalimatnya sendiri melihat Rangga dan Nabila berdiri berhadapan di ruangan Rangga yang hening. “sanitasiku...” Tyas meneruskan kalimatnya dengan pelan. Nabila melihat ke arah Tyas, lalu segera menundukkan kepalanya kembali. Membuat Nabila gugup, takut dan serba salah. Tapi, Rangga tidak mengganti posisi dan pandangannya pada Nabila. Sedangkan Tyas melihat Rangga yang terus memandang ke arah Nabila, merubah pandangannya menjadi tatapan penuh keheranan. “Aku membutuhkan seorang yang membersihkan kantorku.” Kalimat Rangga memecah kecanggungan di antara mereka. Namun, tatapan Rangga tetap melihat Nabila yang masih tertunduk. Rangga mengganti posisi kepalanya hingga menghadap ke arah Tyas. “Kenapa kamu tidak mengkonfirmasi ke aku dulu?” tanya Tyas pada Rangga. “Maafkan aku," kata Rangga menurunkan nada bicaranya. “Aku sudah menggantinya dengan orang lain.” Kali ini, kalimat Rangga nampak lebih lembut. “Aku tahu tapi...” Tyas bingung ingin menyampaikan apa pada Rangga. “Aku akan ke proses produksi sekarang.” Rangga berjalan meninggalkan Nabila yang masih dengan posisi semula. Tertunduk. Sampai di tengah kantor, Rangga berhenti dan berbalik ke arah Nabila. “Oh iya!” Ditujukan pada Nabila. “Ambil peralatan bersih-bersih pada bi Siti di lantai bawah.” Jari telunjuk Rangga menunjuk pada Nabila. Nabila melihat ke arah Rangga. “I....iya pak," jawab Nabila gugup. “Jangan lupa, bersihkan komputer itu.” Rangga menunjuk komputer kosong yang dari tadi diperhatikan Nabila. “Ba...baik pak.” Nabila masih meresponnya dengan gagap. Rangga keluar kantornya melalui pintu dan melewati Tyas yang masih bingung. Rangga semakin jauh dari pintu kantornya dan Tyas masih berdiri melihat Nabila dengan tatapan penuh tanya. Mata Tyas mengitari seluruh tubuh Nabila dengan pandangan sinis. Nabila melihat ke arah Tyas sebentar dan kembali menunduk. Tyas tidak bisa berkata apa-apa dan akhirnya ia pergi menyusul Rangga. *** Rangga melihat jam tanganya. Kali ini sudah ke lima kalinya. Pukul tujuh kurang sepuluh menit. Entah kenapa hari ini ia datang begitu pagi. Ia pun mendongak ke arah pintu masuk kantornya untuk yang kesembilan kalinya. Nampaknya memang sedang menunggu kedatangan seseorang. Terlintas kalimatnya sendiri ditujukan pada Nabila kemarin, soal siapa Nabila itu. Terlihat polos sekali ekspresi Nabila saat itu. Entah kenapa Rangga merasa yakin bahwa, ekspresi Nabila yang polos itu menandakan bahwa Nabila adalah perempuan baik-baik. Rangga bisa merasakannya. Selain itu, kemarin Nabila terlihat ketakutan dan susah berbicara. “Apa aku sedikit keterlaluan?” tanyanya pada diri sendiri. Ia merasa bersalah saat membayangkan wajah Nabila yang polos ketakutan karena dirinya kemarin. Rangga penasaran dengan akhir dari ceritanya sendiri, bagaimana nanti Nabila memberikan jawabannya? Kemarin ia terlalu sibuk. Sehingga saat kembali ke kantor, jam kerja Nabila sudah habis dan ia sudah tidak ada di kantor. Tapi Nabila nampaknya menuruti perintahnya untuk membersihkan kantornya. Komputer yang dari kemarin dilihat Nabila, nampak lebih mengkilat dari sebelumnya. Kaca kantor yang sebelumnya sedikit berdebu terlihat lebih bersih sampai ke ujung-ujungnya. Rangga tersenyum memikirkannya. 'Pasti Nabila sangat terkejut kemarin,' gumamnya dalam hati. Dilihatnya kembali jam dinding. Sudah lewat sepuluh menit, tapi Nabila belum juga datang. Jika Nabila tidak datang hari ini, ia hanya akan dirundung rasa penasaran setengah mati tentang siapa sebenarnya Nabila itu? Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari luar yang akan masuk ke kantor Rangga. Rangga yang tadi sedang duduk santai segera ber-akting duduk tegap dan merapikan rambutnya. Ia berpura-pura berkonsentrasi pada laptopnya. Suara langkah itu semakin dekat dan entah kenapa debar jantung Rangga mendadak lebih kencang. Apa yang sedang terjadi pada dirinya? Saat Rangga merasa ada seseorang yang berdiri di depan pintunya, ia tetap berpura-pura fokus pada laptopnya. Ia merasa harus menjaga image di depan Nabila. 'Datang juga.' Rangga berbicara dalam hati. “Rangga!” Suara seorang perempuan memanggilnya bersamaan dengan pintu kantor Rangga yang dibuka dari luar. Ekspresi Rangga segera berubah kecewa setelah melihat siapa yang masuk ke kantornya. Rupanya yang dagang ke kantornya adalah Tyas. Rangga diam melihat Tyas masuk. Tyas selalu datang di waktu yang sangat tidak tepat. “Kamu berhutang penjelasan padaku," ujar Tyas dengan menyedekapkan kedua tangannya dan terus masuk perlahan. Tyas berjalan mendekat ke arah Rangga, sampai ada di depan Rangga. Rangga masih terdiam tidak dapat memberikan respon apapun. Tyas semakin curiga dan mengkerutkan keningnya. Rangga masih berpikir, bagaimana ia akan menanggapi Tyas. Meskipun sebenarnya, ia sangat malas menjelaskan semua ini. “Apa?” tanya Rangga yang pura-pura bodoh. “Apa?!” Tyas mengulangi kembali satu kata dari Rangga. Ia merasa kesal. “Aku hanya ingin tahu, apa alasanmu membawa pegawai sanitasiku ke kantormu?” tanya Tyas sedikit kesal. Rangga masih memilah kalimat dan alasan yang tepat yang akan ia ucapkan pada Tyas. “Yas," panggil Rangga lembut. “Kenapa ini menjadi masalah besar bagimu? Kemarin aku sudah menggantinya dengan pegawai baru kan? Lagipula, Nabila juga masih baru. Tidak ada bedanya jika harus mengganti dengan karyawan baru," jelas Rangga. Mendengar Rangga, Tyas justru semakin mengernyitkan wajahnya. Ada sesuatu yang menurutnya aneh. Ia justru menatap Rangga dengan pandangan curiga dan semakin heran. "Nabila?" ujar Tyas pada Rangga. Rangga hanya diam dengan ekspresi keheranan tyas tersebut. "Kamu bahkan tahu nama perempuan itu adalah Nabila? Aku saja tidak tahu," ungkap Tyas semakin mengkerutkan keningnya. Rangga nampak terkejut sendiri dengan ungkapan Tyas. "E... Bagaimana tidak? Kita sudah seharian di sini dari kemarin. Tentu saja aku bertanya siapa namanya, bukan?" jelas Rangga terlihat sangat ragu. Tyas masih melihat ke arah Rangga dengan wajah penuh tanya. Rangga pun segera mengganti ekspresinya dengan tenang kembali. "Lagipula, kamu berkata dia kurang cekatan bukan?” ungkap Rangga lagi. Namun, Tyas masih tidak mengganti ekspresinya. Kenapa harus Nabila? Ada apa dengannya? Melihat paras ayu Nabila, tentu saja muncul pertanyaan yang tidak wajar di kepala Tyas. “Kenapa kamu butuh orang untuk membersihkan kantormu?” Tyas mencoba mengganti pertanyaannya. Rangga kembali menerima todongan pertanyaan Tyas yang curiga padanya. Entah, kenapa Rangga harus gugup menghadapi semua ini. Ia memutar otak kembali. “Lihatlah.” Rangga membentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Seolah menunjukkan keseluruhan ruangan yang ada di dalam kantornya. “Berdebu sekali tempat ini. Uhuk...uhuk!” Batuk yang dibuat-buat. Sambil menggibaskan tangannya ke depan mukanya sendiri. Tyas masih memincingkan matanya pada Rangga dan semakin curiga padanya. “Permisi.” Suara seorang perempuan muncul di sekitar mereka. Baik Tyas maupun Rangga, segera melihat ke asal suara tersebut. Nabila, adalah pemilik suara tersebut. Tyas yang membalikkan kepalanya, otomatis melihat Nabila dengan saksama, juga dengan pandangan aneh. Nabila tidak dapat mengartikan pandangan Tyas tersebut. Ia lalu hanya bisa mengerjap pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN