Nabila Kirania

1020 Kata
"Permisi?" Nabila mengetuk pintu kantor produksi yang terbuka beberapa kali. Ia meminta ijin masuk setelah melepas sepatu bootnya. Dari arah luar, Nabila sudah bisa melihat ada dua orang yang berada di dalam kantor produksi. Satu perempuan dan satu laki-laki. Nabila tahu mereka semua. Satu perempuan bernama Tyas, seorang supervisor produksi, yang menyuruhnya datang ke kantor produksi saat ini. Sedangkan yang laki-laki, Nabila pernah bertemu dengannya beberapa kali, di luar maupun di dalam proses produksi. Ia adalah seorang manajer produksi. Kalau tidak salah, namanya Rangga. "Masuk," ucap Tyas yang ada di dalam kantor. Nabila menganggukkan kepalanya sebentar. Kemudian, ia berjalan masuk ke kantor produksi dengan sopan. Tyas yang tadinya sedang berbicara dengan Rangga, begitu menyuruh Nabila masuk, ia duduk di kursi. Sedangkan Rangga, begitu ia melihat Nabila masuk, ia sedikit tercekat dan sedikit memperhatikannya. Hanya saja, Nabila maupun Tyas, tidak ada yang menyadarinya. "Duduklah," pinta Tyas pada Nabila. Nabila menurut dan duduk di tempat yang sudah ditunjuk Tyas. Mereka duduk saling berhadapan, dan terhalang oleh satu meja di dalam kantor produksi. Nabila merasa gugup dan bertanya-tanya, kenapa dia dipanggil di kantor produksi? "Apa, kamu pegawai sanitasi yang baru?" tanya Tyas. "Iya, Mbak Tyas," jawab Nabila dengan menganggukkan kepalanya pelan. "Kamu tahu kan, kenapa kamu dipanggil?" Tyas melipat kakinya dengan santai. Beberapa detik waktu yang dibutuhkan Nabila hingga ia menggeleng pelan. "Maaf. Saya tidak tahu, Mbak. Saya tadi masih membersihkan limbah udang di proses produksi," ujar Nabila dengan polosnya. Tyas menghela nafas sejenak mendengar jawaban Nabila. Sedangkan, Rangga memperhatikan Nabila kembali, tanpa diketahui Nabila. Rangga memperhatikan Nabila dari atas sampai bawah. Rangga hafal betul dengan perempuan ini, meskipun yang terlihat dari penampakan perempuan ini hanyalah kedua matanya. Memang, ketika berada di proses produksi, semua karyawan hanya berbalut baju produksi yang berwarna putih, dengan sepatu boot dan memakai penutup kepala juga dilengkapi dengan masker. Sehingga, seluruh karyawan proses produksi, hanya terlihat bagian matanya saja. Begitulah cara higienisasi dalam perusahaan Frozen Shrimp food. Mencegah segala kuman dan bakteri, agar tidak berbaur bersama produk udang yang diproses. "Perusahaan ini adalah perusahaan udang berskala internasional. Setiap pekerja diwajibkan sanggup melakukan perintah dengan benar dan tangkas," lanjut Tyas masih dengan nada halus. Nabila serasa mendapat petunjuk apa yang membuatnya dibawa kemari dan perasaannya mulai tidak enak. "Aku akan berterus terang saja. Kerjaanmu tidak begitu tangkas. Kasarnya, kamu kurang cepat." Nabila masih terdiam. "Apa kamu sadar, kenapa kamu dipindah ke bagian sanitasi setelah dari kupas?" tanya Tyas kembali. Nabila lagi-lagi menggeleng. "Banyak yang bilang kalau kamu tidak cepat, sehingga gaji borongan kelompokmu berkurang." Penjelasan Tyas nampaknya membuat Nabila ingin melakukan sebuah penjelasan. Nabila ingin mengatakan sesuatu dengan sedikit ragu. "Maafkan saya. Maksud saya, saya hanya mengikuti prosedur," tanggap Nabila mencoba menjelaskan kenapa ia melakukan itu. Tetap dengan sikap yang sopan. Tyas membenarkan duduknya sebentar. "Disini kita mengejar target. Produk yang diproses akan sia-sia jika tidak dapat dikirim." Tyas mencoba menerangkan. "Baru dua hari kamu di sanitasi kan?” Tyas melanjutkan pertanyaannya. Nabila mengangguk menjawab Tyas. “Di sanitasi pun juga begitu. Kenapa kamu harus memisahkan limbah yang kamu buang?" Pertanyaan dari nada Tyas masih terlihat baik. "Bukankah itu akan diolah kembali?" ungkapan tanya spontan Nabila meluncur begitu saja dari mulutnya. Nabila menyadarinya dan segera ingin meluruskan semuanya. "Maaf kalau saya lancang. Saya kira, akan lebih baik memisahkan limbah yang masih bagus dan limbah yang akan benar-benar dibuang," jelas Nabila kembali. "Pikiran dan tindakan kritismu itu tidak akan berguna jika produksi kita menjadi sangat lambat. Kalau kamu masih ingin disini, turuti aturan yang aku berikan. Kamu tidak perlu memisahkan limbah yang menuju proses selanjutnya." Kali ini Tyas sedikit berbicara lebih tegas. "Baik. Saya akan menuruti perintah Mbak Tyas," kata Nabila yang menurut. "Ya sudah, kalau begitu kamu bisa kembali ke produksi, sekarang," kata Tyas, yang kembali menghela nafasnya. "Baik," ucap Nabila patuh. Nabila, kemudian berdiri dari kursinya, dan menganggukkan kepalanya, untuk meminta ijin kembali bekerja. Berpikir kritis kadang-kadang bisa menjadi sesuatu yang mengancam kesejahteraanmu. Nabila memilih untuk mundur dan mengikuti peraturan sesuai aturan Tyas saja. "Sudah berapa lama dia di Sanitasi?" Pertanyaan itu muncul tiba-tiba dari Rangga, saat Nabila sudah keluar kantor produksi. Tyas, sedikit terkejut saat Rangga tiba-tiba bertanya soal Nabila. "Baru dua hari," jawab Tyas pada Rangga. "Karena masih baru, mungkin masih belum paham betul tentang pekerjaannya," ujar Tyas menerangkannya pada Rangga. Tidak. Justru sebaliknya. Nabila benar-benar sangat paham akan tugasnya. Pikir Rangga. Rangga tidak menjawab dan terlihat tak acuh. Padahal dari tadi, telinganya benar-benar terpasang mendengarkan percakapan untuk mengetahui segala informasi karyawan baru sanitasi itu dari Tyas. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada lembar buku tebal yang berisi nama kelompok para karyawan produksi. Tyas memperhatikannya, namun tak dapat menemukan keanehan pada Rangga. "Apa kamu sudah selesai dengan urusanmu?" tanya Tyas mengamati Rangga. "Ya, sebentar lagi," jawab Rangga singkat. Tyas, masih melihat ke arah Rangga, juga buku yang sedang dibawanya. Buku itu adalah daftar nama karyawan di sini. Tyas merasa aneh melihatnya. Namun, Rangga masih bersikap dingin, seolah tak acuh dengan pandangan Tyas. "Untuk apa kamu melihat daftar buku itu?" tanya Tyas sembari menunjuk ke arah buku yang dipegang Rangga. "Aku hanya ingin memastikan nama-nama karyawan, untuk pengaturan ulang sistem yang aku jalankan nanti," jawab Rangga, dengan nada datar. Setelah mendengar jawaban Rangga, Tyas masih mengamati Rangga. Namun, selang sekian detik kemudian, Tyas segera mengangkat kedua bahunya dan ia pikir memang Rangga bersikap wajar. Membuat Rangga bernafas lega. "Kalau begitu, aku kembali bekerja," pamit Tyas pada Rangga. Rangga tetap nampak tak acuh. Ia hanya menaikkan sedikit kepalanya dan membalas sekedarnya. Tyas, berjalan keluar dan sampai menghilang di balik pintu kantor produksi. Saat Tyas sudah tak nampak, Rangga kembali memperhatikan kumpulan daftar nama dan kelompok dari para karyawan. Ia mencari dan mencari. Serasa mendapat petunjuk baru dari percakapan Tyas dan karyawan perempuan sanitasi tadi, ia membuka kelompok karyawan di bagian sanitasi. Dilihatnya, satu nama karyawan yang baru dua hari bekerja sebagai pegawai sanitasi. Karyawan inilah yang membuatnya amat penasaran belakangan ini. Walaupun di dalam data tersebut, hanya ada nama, tempat tinggal dan tanggal lahir saja. Rangga sudah mencarinya dari kemarin. Dilihatnya tertera dua kata yang dirangkai berdampingan pada daftar kelompok ratusan karyawan di sana. "Nabila Kirania," ucap Rangga lirih. Hanya itulah saat ini yang sangat ingin Rangga ketahui.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN