Bab 2

2000 Kata
Arum berjalan dengan lesu keluar dari gedung Media Wardi. Hari ini ia mengetahui satu fakta yang mengejutkan baginya. Bagaimana bisa selama dua tahun ia menjadi penulis di MWnovel ia sama sekali tidak menyadari bahwa Media Wardi adalah salah satu perusahaan milik keluarga Mawardi yang bergerak di bidang media hiburan dan seni. Setelah lima tahun berhasil menjauh dari keluarga itu, hari ini dirinya kembali harus terlibat lagi dengan mereka, bahkan ia langsung terlibat dengan mantan suaminya. "Kenapa harus dia?" Gumam Arum dengan kesal. Arum segera berjalan menuju gerbang untuk keluar dari area gedung perusahaan Media Wardi, ia segera melihat sekitar mencari ojek online yang dipesannya. "Atas nama Arumi Naswa?" Tanya seorang ojek online yang menghentikan motornya di depan Arum. Arum segera mengangguk saat ojek online tersebut menyebutkan namanya. Ia langsung menerima helm yang diberikan lalu naik ke atas motor. Setelah Arum naik ke atas motor, driver segera menjalankan motornya menjauh dari gerbang kantor Media Wardi. Hanya butuh lima belas menit perjalanan hingga Arum tiba di toko bunga milik Dewi. Ia segera membayar ojek online yang mengantarnya kemudian masuk ke dalam toko dengan wajah lesu. "Loh, habis pulang tanda tangan kontrak kok mukanya malah lesu gitu sih?" Tanya Dewi yang sedang sibuk menata beberapa bunga. Arum berjalan dengan malas-malasan menuju ke arah Dewi, gadis berusia 26 tahun itu langsung duduk di samping Dewi sambil meletakkan wajahnya di meja. "Kamu kenapa sih sebenarnya?" Tanya Dewi yang semakin merasa penasaran. "Aku baru tahu kalo perusahaan Media Wardi adalah salah satu perusahaan milik keluarga Mawardi kak," ungkap Arum dengan nada memelas. Dewi langsung saja menatap Arum dengan tatapan terkejut, "Keluarga Mawardi yang kamu maksud ini, keluarga dari mantan suami kamu?" Tanya Dewi. Arum mengangguk. "Ya ampun, dunia benar-benar sempit," ujar Dewi sambil menggeleng prihatin, kemudian ia kembali sibuk menata bunga-bunga di meja. "Kok cuma gitu doang sih kak responnya?" Tanya Arum kesal. "Ya terus kamu mau aku ngerespon apa Rum? Toh kamu datang ke sana cuma urusan bisnis kan, nggak berurusan sama keluarga Mawardinya langsung." Arum menghembuskan nafasnya kasar sebelum menatap lekat Dewi, "Kalau cuma kaya gitu aku juga nggak akan kaya gini kak. Masalahnya produser untuk film dari n****+ aku itu Bagas." Dewi langsung menepuk meja sambil menatap Arum lebih terkejut dibanding sebelumnya, "Maksud kamu Bagas Mawardi mantan suami kamu itu?" Tanya Dewi setengah menjerit. Arum mengangguk dengan wajah memelas, "Kebetulan ini bener-bener bikin stres kak." "Kok bisa? bukannya kamu pernah cerita kalau dia tinggal di luar negri?" Tanya Dewi. "Aku juga nggak tahu kak, mungkin dia emang udah lama balik Indonesia," ujar Arum. "Udah nggak usah terlalu dipikirin. Kan kalian hanya berhubungan bisnis jadi kamu harus tetap profesional Arum." Arum menunduk, "Tapi aku takut kak. Gimana kalau pertemuan kami ini bikin dia tahu rahasia yang selama ini aku sembunyiin?" tanya Arum dengan suara bergetar. Dewi segera mendekati Arum dan mengusap lengannya dengan lembut, "Udah nggak usah takut. Selama kamu bisa menjaga jarak dari dia, rahasia kamu akan selalu aman". "Semoga aja kak." ***** Bagas terlihat sibuk membaca berbagai berkas yang ada di meja kerjanya saat ini. Sudah dua minggu ruangan ini menjadi tempat kerjanya, setelah pulang ke Indonesia sebulan yang lalu ia akhirnya diberikan tanggung jawab oleh papanya untuk mengambil alih Media Wardi. Bagas meletakkan berkas-berkas yang dibacanya kemudian memijat pelan dahinya untuk menghilangkan rasa pusing yang seketika menyerang kepalanya. Bayangan kejadian beberapa jam yang lalu cukup menganggu pikirannya saat ini. Ia sama sekali tidak menyangka setelah lima tahun lamanya ia kembali bertemu dengan mantan istrinya itu. Arum masih terlihat sama seperti lima tahun yang lalu. Wajahnya masih cantik dengan kedua pipinya yang dihiasi lesung pipi, namun wajah yang dulu selalu terpancar tatapan tajam dan terkesan polos sudah berubah tegas dan terlihat dewasa. Lamunan Bagas terhenti saat melihat pintu ruangannya dibuka oleh seseorang. Dari balik pintu muncul sepupunya Gerald yang berjalan ke arahnya lalu duduk di salah satu sofa yang ada dalam ruangannya. "Hay Bro," sapa Gerald pada Bagas "Ngapain lo kesini?" Tanya Bagas pada Gerald. Ia bangun dari kursinya, berjalan ke arah Gerald dan duduk di salah satu sofa yang berhadapan dengan sepupunya itu. "Ngejenguk lo dong. Penasaran aja gimana lo ngehandle kerjaan disini." "Ini bidang gue, jadi nggak sulit buat ngehandle kerjaan di sini." Gerald mengangguk senang mendengar jawaban sepupunya itu. Yang dikerjakan pria ini memang merupakan bidangnya, karena jurusan yang ia ambil memang tentang media dan perfilman dan selama tinggal di Amerika pun pria itu belajar banyak tentang proses produksi film sebelum kembali ke Indonesia. Bagas terdiam sebentar, ia merapikan jasnya kemudian menatap Gerald, "gue mau nanya sesuatu," ujar Bagas sedikit ragu. Gerald menatap bingung melihat ekspresi Bagas, "mau nanya apa emangnya?". "Setelah gue bercerai dengan Arum lima tahun lalu, apa diantara keluarga kita ada yang pernah bertemu dengan dia?" Tanya Bagas. "Kenapa, lo kangen sama mantan istri lo?" Tanya Gerald menggoda sepupunya itu. Bagas langsung saja melotot mendengar tuduhan Gerald padanya, "nggak usah ngaco, gue cuma nanya. Kalo lo nggak mau jawab juga nggak ada masalah". Gerald tertawa sebentar sebelum berusaha mengingat-ingat, "kayanya nggak ada di antara keluarga kita yang pernah ketemu sama dia. Setahu gue setelah kalian cerai dia balik ke Yogyakarta, tapi mungkin aja dia pernah ke Jakarta. Kalau pun dia berani nunjukin muka di hadapan keluarga kita, yang ada malah kita caci maki kalau ketemu." Bagas mengangguk paham mendengar perkataan Gerald. "Lo kenapa tiba-tiba nanyain Arum? Lo nggak bener-bener kangen sama mantan istri Lo yang matre itu kan?" Tanya Gerald memastikan. Bagas terdiam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Gerald. "Gue ketemu dia hari ini," jelas Bagas. Gerald tentu saja terkejut mendengar informasi dari sepupunya itu, "lo ketemu Arum? Kapan? Dimana?" "Tadi pagi di kantor. Dia ternyata adalah penulis n****+ Cahaya Senja, yang novelnya bakal difilmkan," ujar Bagas. Gerald tertawa mendengar penjelasan Bagas, "Dunia benar-benar sempit Bro. Nggak nyangka gue lo bakal kerja sama dengan mantan istri sendiri. Awas CLBK nanti," goda Gerald. "CLBK gimana? Gue sama dia bahkan nggak nikah karena cinta. Selain itu mengingat sifat dia dulu yang matre dan suka berbohong, gimana mungkin gue bisa suka sama cewe kaya gitu," jelas Bagas. Gerald mengangguk karena tentu saja ia memahami perkataan sepupunya ini. Mereka berdua seumuran dan diusia mereka yang sebentar lagi tiga puluh tahun, mereka bahkan belum memiliki niat untuk menikah. "Gue jadi kasihan sama tante Putri. Dulu dia setuju lo cerai sama Arum karena ngerasa lo juga masih sangat muda dan nggak mencintai Arum. Tapi sekarang dia malah nyesel nyuruh lo cerai, karena udah mau tiga puluh tahun lo belum ada niat nikah. Punya pacar aja nggak pernah," ejek Gerald. "Sadar diri, tante Gita juga udah desak lo buat nikah," balas Bagas yang membuat Gerald tertawa mendengarnya. Bagas berdiri sambil melihat jam di pergelangan tangannya, "lo udah makan siang belum? Kalau belum makan bareng gue aja," ajak Bagas pada Gerald. "Boleh deh," jawab Gerald yang juga ikut berdiri. Keduanya kemudian berjalan bersama keluar dari ruangan Bagas. Mereka langsung menuju lift untuk pergi ke lantai basement tempat mobil mereka terparkir. "Naik mobil gue aja, nanti gue antar balik lo ke sini," ujar Gerald yang langsung di balas anggukan Bagas. ***** Arum terlihat berjalan malas-malasan sambil di seret oleh Dewi. Demi merayakan penandatangan kontrak novelnya, Dewi mengajak Arum untuk merayakannya dengan makan di salah satu restoran ternama di kota Jakarta. Ini adalah restoran Steak kesukaan Arum yang cukup terkenal namun juga cukup mahal, makanya Arum biasanya harus menabung untuk bisa makan di sini. "Kenapa sih mukanya ditekuk terus? Harusnya seneng dong mau makan enak," ujar Dewi berusaha menyemangati Arum. "Kan udah aku bilang kak kalau aku udah nggak ada mood lagi buat ngerayain ini," jawab Arum malas-malasan. "Jangan gitu dong. Masa karena ketemu sama mantan suami kamu jadi nggak mensyukuri rejeki yang kamu terima. Ingat kamu berjuang nabung dan ngehasilin duit buat siapa," jelas Dewi memperingatkan Arum. Mendengar itu Arum segera menarik nafas dan berusaha tersenyum. Hal itu membuat Dewi ikut tersenyum senang. "Gini dong mukanya," ujar Dewi. Dewi kemudian kembali menyeret Arum untuk masuk ke dalam restoran, keduanya duduk di meja restoran yang berada di dekat jendela. Dewi segera memanggil pelayan untuk memesan makanan. "Pesanan aku seperti biasanya ya?" ujar Arum. Dewi mengangguk paham, ia sudah sangat tahu makanan kesukaan Arum yaitu udang asam manis dan cumi balado. Setelah pelayan datang Dewi segera menyebutkan pesanannya dan pesanan Arum. "Arumi." Panggilan tersebut tentu saja membuat Arum dan Dewi segera menoleh untuk mencari tahu siapa yang memanggil Arum. Arum menatap terkejut saat melihat siapa yang memanggilnya. Saat ini di belakangnya berdiri dua orang pria yang sangat tidak ingin Arum temui. "Ternyata bener kamu Arum. Aku kira bakal salah orang," ujar Gerald sambil tersenyum padanya. Arum memaksakan senyumannya dengan enggan, "Hay," sapanya. Gerald tentu saja langsung berjalan dengan semangat untuk duduk di salah satu kursi kosong di meja Arum dan Dewi yang tentu saja membuat Arum serta Bagas melotot padanya. "apa kabar kamu. Nggak kerasa udah lima tahun nggak ketemu. Gimana udah berhasil dapet cowo yang lebih kaya dari Bagas nggak?" Tanya Gerald dengan bersemangat sambil menatap Arum dengan tatapan mengejek. Arum benar-benar ingin menghilang dari muka bumi ini rasanya mendengar pertanyaan dari sepupu mantan suaminya itu. Ia hanya diam tanpa mampu menjawab sama sekali. Dewi yang duduk di samping Arum tentu saja menatap kesal Gerald mendengar pertanyaan pria itu yang seakan merendahkan Arum. Ia sudah akan mengatakan sesuatu untuk memarahi pria di hadapannya itu, namun Arum segera memegang tangannya menahan Dewi untuk mengatakan apapun. "Gerald lebih baik kita segera pergi ke meja yang sudah kita pesan, tidak baik menganggu orang lain," pinta Bagas sambil menatap tajam sepupunya ini. "Yaelah bro Arum mah bukan orang lain kali," balas Gerald. Bagas segera berjalan mendekati Gerald dan memegang keras lengan sepupunya itu kemudian menariknya hingga pria itu kembali berdiri, "maaf kalau sepupu saya sedikit menganggu. Kami permisi kalau begitu," pamit Bagas yang kemudian sudah menyeret Gerald meninggalkan meja Dewi dan Arum. "Siapa mereka?" tanya Dewi dengan nada kesal setelah kedua pria tadi sudah pergi menuju ruang Private room di restoran tempat mereka makan saat ini. "Itu Bagas Mawardi dan sepupunya Gerald Mawardi." "Apa?" teriak Dewi kaget, yang tentu saja langsung dihadiahi pelototan Arum, "Sorry sorry," ujar Dewi menyadari kesalahannya yang tiba-tiba berteriak. Ia kemudian kembali menatap Arum, "jadi salah satu dari dua pria tadi itu ada yang mantan suami kamu kan? yang mana? Jangan bilang cowo yang udah merendahkan kamu tadi" Tanya Dewi dengan nada kesal. "Yang nyeret," jawab Arum dengan nada malas. Dewi langsung ber oh ria, "terus kenapa sih sepupunya kaya gitu sama Kamu? Pingin kurobek mulutnya itu," ujar Dewi kesal. Arum menggeleng, "yang diomongin sepupunya Bagas nggak salah kok. Dulu sifat aku emang kaya gitu," jelas Arum pada Dewi. "Maksud kamu apa?" Tanya Dewi kebingungan. Selama mengenal Arum setahunya ia adalah wanita yang baik dan bukan pribadi yang matre seperti perkataan sepupu dari mantan suaminya itu. Arum menunduk mendengar perkataan Dewi. "Itu adalah sifatku dulu," jawab Arum dengan nada pelan penuh penyesalan. "Usia aku dulu masih sangat muda Kak, aku belum bisa membedakan mana yang baik dan tidak dari ajaran Mamaku," jelas Arum. "Aku dulu matre dan suka berbohong, hubunganku dan Bagas saat masih status suami istri pun juga tidak begitu baik. Seiring berjalannya waktu aku mulai sadar kalau sikapku dulu bukalah sikap yang baik," lanjut Arum. Dewi menggenggam tangan Arum berusaha menenangkan wanita muda dihadapannya yang terlihat menunduk malu padanya. "Dulu kamu masih sangat muda Arum. Setiap orang tentu punya hak untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Selama kamu sudah mengakui kesalahan kamu, orang lain nggak punya hak untuk menilai kamu yang sekarang," jelas Dewi menghibur Arum. "Terus kamu sama Bagas bermusuhan setelah kalian bercerai?" tanya Dewi lagi. "Nggak ada sebenarnya. Cuma mungkin karena status sebagai mantan suami dan istri kami jadi bersikap canggung selama proses persidangan. Lalu dihari terakhir putusan perceraian, kami sama sekali nggak saling sapa." Dewi mengangguk paham, "Walau nggak bermusuhan, tapi emang canggung sih kalau ketemu sama mantan suami. Jadi penasaran gimana tanggapan si Bagas itu kalau tahu rahasia yang kamu sembunyikan," ujar Dewi sambil terlihat berpikir. Arum langsung menatap Dewi tajam, "Dia nggak akan dan nggak boleh tahu tentang hal itu. Sampai kapanpun," ujar Arum dengan tegas dan penuh penekanan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN