Bab 10

1572 Kata
Bagas terlihat mondar mandir di kamarnya sambil menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia kembali menatap keluar jendela untuk melihat apakah Arum istrinya itu sudah pulang ke rumah atau belum. Sampai jam segini sama sekali belum ada tanda-tanda gadis itu pulang ke rumah mereka. “Dia kemana sih, jam segini kenapa belum pulang?” gumam Bagas yang mulai merasa khawatir. Bagas segera meraih ponselnya yang ia letakkan di meja kecil samping ranjang. Ia segera membuka ponselnya dan mencari kontak Arum kemudian menekan tombol telepon lalu menempelkan ponselnya ke telinga. ~nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi!~ Bagas mendengus kesal mendengar panggilan teleponnya pada Arum malah dijawab oleh layanan operator. “Sebenarnya kemana sih dia?” gumam Bagas kesal serta khawatir. Suara Guntur yang bergemuruh tentu saja membuat Bagas terkejut. Ia segera menatap ke luar jendela dan melihat gerimis mulai berjatuhan dari atas langit. Tidak butuh waktu lama hingga gerimis kecil mulai berubah menjadi hujan yang cukup deras disertai Guntur dan petir. Cuaca yang mulai berubah ekstrim membuat Bagas semakin khawatir dengan Arum yang masih belum pulang ke rumah. Ia segera meraih kunci mobilnya dan langsung berjalan keluar dari kamar mereka untuk pergi menuju garasi. Bagas berjalan dengan langkah cepat dan buru-buru menuruni tangga rumah mereka. Ia sudah akan berjalan menuju pintu belakang rumah mereka menuju garasi, namun langkahnya terhenti karena ada seseorang yang memanggil namanya. “Mau kemana kamu Bagas tengah malam kaya gini. Di luar hujan lo sayang,” ucap Putri Mama Bagas yang baru keluar dari area dapur sambil memegang gelas berisi air putih. Tadinya ia terbangun dari tidurnya karena haus dan memutuskan mengambil minum di dapur, tidak ia sangka akan bertemu dengan Bagas saat ingin kembali ke kamarnya. “Aku mau keluar cariin Arum Ma. Dia belum pulang sampai jam segini,” jawab Bagas. Putri tentu saja menatap tidak suka mendengar jawaban putranya itu. “Ngapain kamu repot-repot nyariin perempuan itu? Kalau ditukar posisinya juga dia nggak bakal peduli kamu udah pulang atau belum Bagas. Dia pasti sekarang Cuma sedang menghambur-hamburkan uang yang diberikan kakek ke dia,” ujar Putri dengan nada kesal. “Gimanapun sikap dia selama ini Ma tetap aja dia istri aku. Aku masih harus bertanggung jawab sama dia” jawab Bagas dengan nada tegas. Tanpa mendengarkan lagi perkataan Mamanya, Bagas langsung berjalan cepat menuju pintu belakang rumah mereka dan menuju ke garasi mobil untuk mengambil mobilnya dan pergi mencari Arum yang entah ada di mana saat ini. Di lain sisi Arum sedang asyik berkaraoke bersama beberapa teman SMAnya yang sudah lama tidak ia temui. Kebetulan beberapa dari mereka ada urusan ke Jakarta dan memilih menemui Arum yang selalu memamerkan kekayaan keluarga suaminya tersebut. Mereka saat ini sekitar enam orang di dalam ruang karaoke tersebut yang tentunya semuanya perempuan. “Kalian boleh puas pesan apapun di tempat karaoke ini. Aku yang bayarin semuanya,” ucap Arum dengan nada sombong. Kelima temannya bersorak senang mendengar perkataan Arum tersebut. Tanpa pikir panjang mereka langsung memesan berbagai macam makanan mahal yang disediakan oleh tempat karaoke tersebut. “Aku sempet nggak percaya loh Arum pas kamu cerita di group kita kalau kamu berhasil menikahi anak orang kaya. Ternyata yang kamu omongin bener loh. Maafin aku ya Arum,” ujar salah satu temannya. Arum tertawa sambil menatap temannya itu dengan tatapan sombong. “Tenang aja, aku orangnya nggak pendendam kok. Sekarang kamu udah lihat kan seberapa kaya aku,” jawab Arum sambil melirik ke arah sudut sofa yang penuh dengan tas belanja dari berbagai merek terkenal. Seharian ini Arum dan teman-temannya sudah berkeliling mall untuk berbelanja di berbagai took, dan tentu saja dengan penuh kebanggan Arum menggunakan kartu kredit milik keluarga Mawardi yang diberikan Kakak Hendrik padanya itu untuk mentraktir semua temannya. “Arum kan cantik dari dulu, jadi wajar aja anak orang kaya mau sama dia. Kamu emang keren banget Arum,” puji temannya yang lain. Mendengar pujian tersebut tentu saja membuat Arum semakin merasa bangga. Tidak sia-sia ia mengikuti saran Ibunya untuk membohongi keluarga Mawardi dengan berpura-pura menjadi anak Om Seno dan bisa menikah dengan cucu pertama Kakek Hendrik. Sekarang Arum bisa menikmati semua kemewahan keluarga mereka di usianya yang bahkan masih begitu muda saat ini. Puas bersenang-senang dengan teman-temannya, Arum segera memesan taxi untuk mengantar teman-temannya itu ke hotel tempat mereka menginap yang tentu saja juga dibayar oleh Arum. Setelah itu barulah ia kembali memesan taxi untuk mengantar dirinya pulang ke rumah. Arum duduk di dalam mobil taxi sambil menatap rintikan hujan yang turun ke bumi. Ia melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan hampir jam dua belas malam. Untung saja kakek Hendrik saat ini menginap di rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan besok, jadinya Arum bisa pulang tengah malam tanpa takut ketahuan oleh kepala keluarga Mawardi tersebut. Selama ini Arum hanya berakting jadi gadis baik di depan pria tua itu. Sedangkan untuk keluarga Bagas lainnya ia tetap menjadi dirinya sendiri. Kakek Mawardi terlalu menyayangi dirinya sampai tidak pernah mau mendengarkan penjelasan keluarganya yang selalu menjelekkan Arum padanya. Menurut Kakek Hendrik, mereka hanya tidak suka pada Arum karena begitu disayang olehnya. Taxi yang ditumpangi Arum berhenti tepat di depan gerbang rumah besar milik keluarga Mawardi. Arum harus membuka sedikit jendela agar satpam melihatnya, dengan begitu barulah satpam mau membukakan gerbang agar mobil milik taxi pesanan Arum bisa masuk ke dalam rumah dan mengantarkan Arum sampai tepat di depan teras besar rumah mewah keluarga Mawardi. Arum segera turun dari mobil kemudian berjalan naik ke atas teras, ia sopir taxi membuka bagasi dan mengeluarkan belanjaannya untuk kemudian diserahkan pada Arum. Setelah mobil taxi tersebut berjalan keluar dari halaman rumah, barulah Arum berjalan masuk ke dalam rumah. Ia memicingkan mata menatap bingung saat melihat lampu dari dalam rumah masih menyalah. “Bukannya udah tengah malam ya? Kenapa orang-orang di rumah belum pada tidur?” gumam Arum sambil membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Begitu masuk ke dalam Arum melihat Papa dan Mama mertuanya serta kedua adik iparnya saat ini sedang berkumpul di ruang tengah. Dari wajah Mama mertuanya terlihat bahwa wanita tersebut sedang khawatir sekali. “Itu kak Arum udah pulang,” ucap Gina yang pertama kali melihat Arum berjalan masuk ke dalam rumah. “Kalian semua kenapa belum tidur? Kan ini udah tengah malam,” ujar Arum kebingungan. Putri Rahmawati istri dari Andiguna Mawardi menatap kesal pada menantunya itu. “Mana Bagas?” Tanyanya dengan nada membentak pada Arum. Arum tentu saja kebingungan melihat mama mertuanya yang begitu marah padanya saat ini. “kenapa nanyain dia ke aku? Orang aku seharian ini jalan bareng temen-temen aku dan sama sekali nggak ketemu sama dia,” jelas Arum. Jawaban Arum tentu saja membuat Putri mama Bagas begitu marah. “Kamu benar-benar perempuan nggak tahu diri ya. Kenapa kamus enang sekali buat susah anak saya?” Ucap Putri marah. Arum tentu saja merasa tidak terima karena dimarahi tanpa alasan yang jelas. “Mama kenapa sih sebenarnya? Aku nggak salah apa-apa loh, tapi marah dimarahin pas baru pulang,” ujar Arum membela dirinya. Melihat mamanya yang sudah akan membentak Arum kembali membuat Toni segera berjalan mendekati Mamanya dan menyentuh bahu wanita yang melahirkannya itu. “Udah Ma, Takutnya nanti dia ngaduin ke kakek dan buat mama dimarahin kakek lagi karena jadi Mama mertua yang jahat,” bisik Toni mengingatkan mamanya. Mendengar hal itu membuat Putri terdiam dan hanya bisa menghembuskan nafas kasar sambil menatap kesal pada Arum. Ia kemudian berjalan menuju sofa dan duduk di sana tanpa melihat lagi pada menantunya itu. Saat ini yang ada dalam pikirannya hanyalah menunggu sampai putranya pulang ke rumah. “Kalau sampai terjadi sesuatu pada anak saya. Kamu akan lihat akibatnya,” ucap Putri mengancam Arum tanpa melihat pada wanita itu sama sekali. Arum kemudian menatap ke arah adik iparnya Gina. “Sebenarnya ada apa sih ini?” Tanya Arum. “Kak Bagas tadi keluar dari rumah dalam keadaan hujan lebat buat nyari Kak Arum, habisnya udah tengah malam tapi kakak belum pulang sama sekali,” jelas Gina. Arum sudah akan mengatakan sesuatu, namun ia membatalkan niatnya begitu mendengar suara mobil yang masuk ke dalam garasi rumah. Beberapa menit kemudian Bagas berjalan masuk ke dalam rumah dengan kondisi yang sudah basah kuyup. Putri langsung bangun dari duduknya dan berlari ke arah anak sulungnya Bagas. Ia melihat kondisi putranya dengan pandangan khawatir. “Kamu kenapa basah kaya gini?” Tanya Putri. Bagas sama sekali tidak mendengarkan pertanyaan Mamanya. Ia menatap ke arah Arum yang saat ini juga menatap dirinya. Sejujurnya ia sedikit kesal pada wanita itu, namun ada sedikit rasa lega karena ternyata Arum pulang dengan selamat. “Udah pulang kan orangnya. Jadi nggak perlu nyalahin aku lagi ya.” Arum segera berjalan meninggalkan ruang tengah dan naik ke lantai dua tempat kamarnya dan bagas berada dengan menenteng semua belanjaannya. Semua orang tentu saja terkejut melihat Arum yang sama sekali tidak terlihat bersimpati dengan Bagas yang pulang dalam keadaan basah kuyup hanya demi mencari dirinya. “Tega banget dia. Padahal Kak Bagas keluar tengah malam buat cari dia,’ ujar Gina kesal. “Udah, mending kamu langsung ke kamar aja Bagas buat buat ganti baju. Yang lain juga kembali ke kamar masing-masing dan tidur,” ucap Andiguna Mawardi yang akhirnya buka suara setelah dari tadi hanya diam mengamati. “Ganti baju dan langsung istirahat ya sayang,” nasihat Putri pada putra sulungnya itu. Bagas mengangguk sebagai jawaban setelah itu berjalan menuju ke arah kamarnya. Semua orang pun kembali ke kamar mereka masing-masing untuk melanjutkan tidur mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN