Kejujuran

1101 Kata
''Farel... Lo sedih gak lihat gu—Faza kayak gini?'' tanya Faza. Sumpah! Ia ingin tahu seperti apa perasaan Farel. Awalnya Faza marah mengetahui Farel yang terus gencar mengejar Sarah bahkan saat dirinya koma. Seolah-olah, penghalang sudah tersingkirkan. Benar. Selama ini, memang sih Faza senang sekali menghalangi Farel untuk mendekati kakak perempuannya. Bahkan tak jarang menjahili Farel sampai malu berat. Tapi benarkah pria itu sedih juga? Farel diam terpekur di samping tubuh Faza. Tatapannya lekat pada sosok tak bergerak di depannya. Raut Farel terlihat suram. "Aku sedih, Sar. Sedih liat Faza gitu. Memang sih dia kerap jahili aku, sering jutekin aku, ngomelin aku saban aku mo deketin kamu, tapi... ngeliat dia yang kayak gitu... aku juga gak tega. Kangen berantem ma dia, Sar..." jawab Farel lirih. Bahkan, dia nggak sadar air matanya meleleh ke pipi. Farel berlutut di sisi ranjang Faza, mengelus tangan Faza yang berhias jarum infus. Pria itu menoleh sejenak ke Sarah yang otomatis berdiri di belakangnya. "Yang lebih anehnya, Sar... aku malah lebih ngerasa deket ke dia ketimbang ama kamu. Ironis, gak sih?" Lalu Farel menyusut ingusnya. "Sori, aku jadi lebay gini. Gak tau napa, heheh," Dia mengelap air mata sambil terkekeh canggung. Kemudian ia kembali menoleh ke Faza. "Oi, kuntet, lo ngapain doyan banget molor gini? Bangun, dah lo! Ayok brantem kayak biasanya ke gue, jahilin gue lagi kalo lo berani. Lo gak kasian apa kakak lo jadi gitu gara-gara mikirin lo, heh?!" isak Farel. "Kuntet... lo paling takut jarum, kan? Gue tau itu dari Mama lo. Dasar penakut. Hahah... hiks!" Lalu Farel pun bangkit, jalan ke jendela kamar rawat Faza. Berkacak pinggang membelakangi Sarah sambil berusaha menyudahi tangisnya. Malu, meenn! Dia emang sering berantem dan saling ledek ama Faza. Dia emang pernah sesumbar kalo dia pengen Faza lenyap aja dari bumi biar Farel bisa gampang ngelamar Sarah. Tapi... itu kan cuma becanda terbawa emosi waktu Faza ngerobek ban motornya pake pisau lipat, ampe Farel telat masuk sekolah waktu jaman SMA, telat ikut ujian penting yang akhirnya dikerjakan dengan buru-buru. Farel nggak sungguh-sungguh waktu ngomong itu, kok. Dia cuma saking dongkolnya. Di situ Farel ngerasa nyesal.  ''Pfftt...ahahahaha!!'' Sialan! Entah kenapa Faza ngerasa lucu aja lihat Farel nangis di depannya. Apalagi ngomongnya manis banget kayak gitu. Sumpah! Faza bahkan baru tahu kalau Farel bisa bicara macam begitu. Pantas sih cewek pada nempel klepek-klepek. ''Faza pasti denger apa yang lo bilang kok, Rel. Dia pasti bakalan ketawa ngakak andai aja bangun. Lo kan gak pernah sejujur gini ama dia,'' ucap Faza, menghapus matanya yang sudah basah sejak tadi. Namun... Farel mengubah mood-nya jadi lebih baik. Faza melangkah mendekati Farel, menarik pundak cowok tersebut hingga berbalik menghadapnya. Faza kembali menahan tawanya melihat airmata yang meleleh di pipi Farel. ''Thanks ya, Rel. Lo manis banget tadi! Mmmch!'' Dan tanpa disangka, Faza menarik belakang kepala Farel kemudian labuhkan sebutir kecupan di pipi cowok tersebut. ''Jalan-jalan yuk!''  Ebuset k****t Mak Erot! Demi apa coba Sarah bisa mengecup pipi Farel ampe bikin tu anak mendongo memegangi area yang baru aja dicipok? "Eh? Jalan-jalan? A-ayok," Farel nggak sempat pamitan ama Faza—tubuh Faza, karena keburu diseret keluar ama Sarah. Mereka tiba di Timezone. Main sepuasnya. Bertarung permainan sambil ngakak lepas bebas. Sarah kalah melulu sampai gemas dan merajuk. Tapi Farel malah ledekin dia dan balik ketawa-ketawa lagi. Sekarang mereka duduk ngaso di salah satu foodcourt, nyemil pancake ama es krim. "Tuh bedak kamu luntur, Sar. Kagak mau benerin dulu?" Farel nunjuk ke muka Sarah pake sendok eskrimnya. Setau Farel sih cewek malas keringetan karena kagak mau bedaknya luntur. Benar, gak sih? ''Hmm... biarin aja. Lagian gue kan cantik biar gak pake bedak sekalipun,'' narsis Faza dengan gaya kampretnya—nyengir sambil menyombongkan diri. Faza lahap eskrimnya, kemudian melumat sendok sambil menatap Farel. Hmm... kalau dilihat-lihat sih wajah Farel memang cakep, wajar banyak yang naksir. Oh! Bahkan bukan hanya cewek, bahkan cowok juga, konon sih menurut rumor yang beredar. ''Oi! Sebenarnya apa sih yang lo suka dari gue?'' Faza akhirnya kepo juga kenapa Farel sampai naksir berat dengan Sarah. Apa sih yang menarik dari kakaknya selain cantik, body cakep dan... baik? Faza mendekat ke arah Farel, memperhatikan wajah ganteng itu dari dekat sambil menelitinya. Farel agak memundurkan kepalanya. "Oi... oi, Sarah... m-mo ngapain, sih?" Rasanya Farel jadi salah tingkah. Gimana nggak, kalo selama ini kan dia jarang interaksi terlalu dekat dengan Sarah. Justru lebih sering dengan adiknya, Faza. "Entah kenapa... akhir-akhir ini... aku kok kayak ngerasain Faza di kamu, ya Sar?" celetuk Farel. Dia sebenarnya mo ngomong ini dari kemarin, tapi ini baru keinget. "Tau, nggak... kamu sekarang mirip banget ama Faza. Cara ngomongnya, tingkahnya, bahkan sekarang kamu pakenya lo-gue, dandananmu juga mirip Faza. Aneh..." Farel memiringkan kepala beserta raut heran. "Jujur aja... aku suka kamu karena kamu kalem, nggak liar kayak cewek sekarang, kamu santun, nggak banyak bertingkah meski cantik. Itu... bikin aku jatuh cinta banget ke kamu. Aku... udah bisa bayangin kamu bakal jadi istri dan ibu yang hebat. Makanya aku ngejar kamu," papar Farel. "Tapi... kenapa sekarang kamu jadi berubah gini? Kamu kayak... kerasukan adekmu..." Farel memilah kata-kata sebaik yang ia mampu. Memang nyatanya Sarah berubah akhir-akhir ini, kan?  Faza bungkam. Bukannya ia mau berkilah soal itu tapi... apa yang Farel katakan itu semuanya benar. Ini memang Faza, tapi kesannya kan.... "Ppfftt! Gue? Faza?! Lo hidup di zaman apa, Rel?! Mana mungkin orang koma bisa ngerasukin yang hidup? Lo gak lihat tadi adek gue masih bisa nafas?" Apa boleh buat, berkilah adalah cara bagus daripada penyamarannya terbongkar. Gimanapun kan enggak boleh cuma sampai di sini aja. Faza masih pengen lebih lama jahilin Farel! Dipukulkannya sendok ke dahi Farel agar cowok tersebut sadar dengan pendapat absurd barusan. Ya meski itu semua benar, sih. Memang sih, Sarah jadi kelihatan aneh semenjak ada Faza di dalam tubuhnya. Mungkin terlalu mencolok. "Anggap aja gue mau berubah, Rel. Lo tahu kan sejak dulu Faza selalu nyuruh gue lebih gaul. Dia bilang gue kakak yang norak, culun. Bahkan gue gak pernah make rok yang Faza beliin," ungkapnya panjang lebar. Itu benar sih, Faza pernah bilang gitu ke Sarah tapi gak digubris sama sekali dan... ini alasan yang tepat biar bisa dipercaya. Farel mengusap-usap jidat yang baru digetok Faza eh Sarah. "Berubah jadi gaul sih boleh aja, manisku... cintaku... pujaanku..." ucap Farel sambil katupkan kemeja Sarah. "Tapi jangan ampe keliatan liar dan murahan, ya cantik." "Ya gue gak perduli kalau semisal lo gak naksir ama gue lagi gara-gara ini." Faza angkat dua pundaknya santai, duduk ke tempat semula. Ia buka semua kancing kemejanya hingga terlihatlah kaos merah miliknya sendiri.  Farel kasi senyum manis ke Sarah. "Aku akan selalu cinta kamu, kok Sar, dan aku akan mencoba beradaptasi dengan perubahan kamu ini, asal masih bisa aku tolerir." Kemudian Farel melanjutkan habisin eskrimnya. "Setelah ini balik ke kampus, ya. Tas kamu masih di kelas, kan? Atau kamu mo minta tolong temenmu anterin ke rumah?" Farel lirik Sarah. Dia masih pengen bareng Sarah. Nggak ada bosannya ama Sarah. Walo sekarang Sarah rada berubah. Tapi Farel mo coba nerima, kok.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN