food tasting

2769 Kata
Aliya berjalan masuk ke dalam kantornya dengan tas yang ia jinjing di tangannya, terlihat orang-orang sudah berlalu lalang di kafetaria, pertanda waktu sudah memasuki jam istirahat. Di sudut mata Aliya, ada Dean yang sedang berjalan sendirian dari arah kafetaria menuju lift. Aliya ingin menyapanya, namun entah kenapa seakan ada sesuatu dari dalam dirinya yang melarangnya untuk bersikap seperti itu kepada sahabatnya sendiri. Aliya menghindar, namun ia terlambat, Dean sudah menihatnya duluan, Dean berhenti, menunggu Aliya di depan lift. “Lo nyetir sendiri tadi pagi?” Tanya Dean sembari mengambil tas di tangan Alya, sebuah kebiasaan yang sangat sulit Dean hilangkan. Ia tidak akan pernah mau membiarkan tangan Alya keberatan akan sesuatu, sekalipun dari barang yang ringan seperti tas gadis itu sendiri. “Nggak, gue naik taxi tadi. Btw siniin tas gue, gue mau langsug naik ke ruangan.” Ucap Aliya, ia meraih tas nya untuk ia bawa sendiri, kemudian melangkah masuk ke dalam lift, Dean mengikut di belakangnya menatap punggung Aliya yang kini semakin hari semakin terasa aneh di matanya. Dalam hitungan jam, Aliya terasa aneh di matanya. Setiap kali melihat Aliya akhir-akhir ini Dean merasa mereka semakin jauh, entah apa penyebabnya. “Lo kapan ketemu sama calon lo itu?” Tanya Dean, Aliya mengangkat bahu kemudian, berpikir sejenak. “Minggu ini sih pastinya.” Jawab Aliya. “Terus cowk yang lo taksir itu gimana?” Tanya Dean, lagi. “Ya udah, gak usah. Gak tau deh gue, lagian juga gua udah hopeless, mau gimana lagi? Dia udah punya orang dan gua gak bisa stuck sama dia mulu. gapapa, lo gak usah mikirin itu.” Jawab Aliya. Keadaan lift kembali hening hingga pintu lift terbuka, harusnya Dean turun di lantai itu, namun ia masih berdiri di tempatnya menunggu pintu lift kembali tertutup. “Lo kenapa gak keluar?” Tanya Aliya. “Gak apa-apa, gua mau nganter lo naik aja.” Jawab Dean. Aliya hanya mengguk, pura-pura biasa saja padahal dalam hati sudah mau berteriak setengah mati, karena terbawa perasaan oleh sikap Dean hari ini. “Harusnya gak usah kali.” “Ya gak apa-apa.” Jawab Dean, ia tetap mengantar Aliya hingga gadis itu masuk ke dalam ruangannya, Aliya berdiri di ambang pintu sembari menepuk pundak Dean. “Balik gih, gua mau kerja.” Ucap Aliya, Dean mengangguk sembari memasukan tangannya ke dalam saku celana. ***** Mungkin berat bagi Aliya untuk bersikap biasa saja di hadapan Dean, ia tidak pernah menyangka bahwa di penghujung masa lajang sahabatnya itu ia akan menghindar bak orang asing hanya demi perasaannya sendiri. Sudah hampir satu minggu lamanya, Aliya berhasil menghindari Dean, tidak terlalu banyak bicara kepada sahabatnya itu, atau hal yang lainnya yang dapat membuatnya kembali berdekatan dengan Dean. Sulit memang bagi Aliya, namun ia harus terbiasa, ia juga tidak ingin terlalu lama larut dalam kesedihannya sendiri. Hari lamaran Dean dan Lulu sudah semakin dekat, hal itu Aliya tahu karena Dean berulang kali meminta Aliya untuk menemaninya pergi ke tempat catering untuk acara lamaran nanti, sekedar food tasting karena Lulu sedang dinas ke luar kota. Aliya sudah berulang kali menolak, namun bukan Dean namanya jika tidak bisa membuat Aliya untuk berkata “iya”. Dean bahkan rela mengundur jadwal food tasting nya hanya agar bisa di temani oleh Aliya. Dean mengambil ponselnya, menunggu Aliya mengabarinya kalau sudah siap atau belum, tidak sampai lima menit, ponselnya berdering, menampilkan nama Aliya dengan emot kupu-kupu di belakangnya. Dean langsung berdiri, menyambar kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. “Sorry ya, lama.” Ucap Aliya, ada yang berbeda dengan dirinya hari ini, Aliya yang biasanya memakai pakaian serba colourfull, hari ini ia tampil berbeda. Ia memakai korean midle skirt kotak kotak brwarna hitam dengan baju kaos putih. Ia juga memakai kacamata hitam, padahal matahari sedang bersahabat hari itu. “Iya gapapa, gak usah buru-buru juga, tempatnya gak bakal kemana-kemana kok.” Jawab Dean yang berusaha mencairkan suasana di antara mereka berdua. Aliya sungguh nampak sangat berbeda hari itu, dia yang biasanya ketika naik ke mobil Dean pasti akan meminta untuk di putarkan sebuah lagu, dia yang biasanya banyak bicara, dia yang paling tidak bisa diam ketika mobil Dean berantakan, sekarang tiba tiba diam seribu bahasa seakan enggan untuk berkomentar apa apa. padahal Dean sudah sengaja, mematikan tape mobilnya, bahkan dengan sengaja membuat mobilnya seberantakan mungkin agar Aliya bisa memarahinya. Sepanjang jalan, Aliya hanya menatap ke arah jalanan dengan kacamata hitam nya. Tidak ada yang tahu apakah dia tidur atau tidak yang jelas Aliya tidak bergeming sama sekali sejak tadi. Dean ingin bertanya, namun di saat yang sama ia juga takut jika ia merusak mood sahabatnya itu. Dean sesekali melirik Aliya, berharap mata mereka berdua bertemu dan menimbulkan gelak tawa seperti yang biasanya terjadi di antara mereka. “Lo gak apa-apa?” Tanya Dean ketika Aliya turun dari mobilnya dan menutup pintu agak sedikit keras. Aliya membuka kacamatanya, lalu menyimpan benda kecil itu di tempatnya. Aliya pun mengangguk sembari tersenyum. Melihat senyum Aliya bukannya bisa membuat Dean tenang, melainkan justru membuat Dean semakin merasa hal yang aneh telah terjadi pada sahabatnya. Mereka duduk di sebuah meja bundar yang cukup besar, di seberangnya ada orang tua Lulu yang sudah duduk manis menunggu mereka, Dean dan Aliya bersalaman secara bergantian lalu duduk di seberang orang tua itu, satu per satu makanan di sajikan di hadapan mereka, Dean mengambilkan piring untuk Aliya sebelum mereka mencicipi makanan yang nanti akan di hidangkan di acara lamaran Dean dan juga Lulu. “U okay?” Tanya Dean dengan suara pelan yang bahkan bisa di bilang berbisik ketika ia dan sahabatnya duduk di sebuah kursi. Aliya mengangguk, namun gadis itu hanya fokus pada kebab mini di hadapannya. Ia bahkan tidak menoleh kepada Dean bahkan ketika pria itu batuk. “Lo gapapa?” Tanya Dean sekali lagi, dan Aliya juga mengangguk sekali lagi. “Nggak lo gak apa-apa. lo pasti ada apa-apa sampai murung kayak gini, mata lo sembab habis nangis makanya lo pakai kacamata hitam tadi. U okay? Lo gak sakit kan? Lo kenapa? Kenapa lo gak bilang apa-apa sama gue?” Tanya Dean, ia meletakan sebelah tangannya di punggung Aliya sembari mengusap punggung gadis itu perlahan. Aliya menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan. “Gapapa.” Jawab Aliya singkat. Dean tahu kalau sahabatnya itu berbohong kepadanya, ingin sekali Dean memeluk Aliya saat ini andai saja kedua calon mertuanya tidak berada di tempat yang sama. “Gue suka sama lo.” ***** Aliya berjalan masuk ke dalam kantornya dengan tas yang ia jinjing di tangannya, terlihat orang-orang sudah berlalu lalang di kafetaria, pertanda waktu sudah memasuki jam istirahat. Di sudut mata Aliya, ada Dean yang sedang berjalan sendirian dari arah kafetaria menuju lift. Aliya ingin menyapanya, namun entah kenapa seakan ada sesuatu dari dalam dirinya yang melarangnya untuk bersikap seperti itu kepada sahabatnya sendiri. Aliya menghindar, namun ia terlambat, Dean sudah menihatnya duluan, Dean berhenti, menunggu Aliya di depan lift. “Lo nyetir sendiri tadi pagi?” Tanya Dean sembari mengambil tas di tangan Alya, sebuah kebiasaan yang sangat sulit Dean hilangkan. Ia tidak akan pernah mau membiarkan tangan Alya keberatan akan sesuatu, sekalipun dari barang yang ringan seperti tas gadis itu sendiri. “Nggak, gue naik taxi tadi. Btw siniin tas gue, gue mau langsug naik ke ruangan.” Ucap Aliya, ia meraih tas nya untuk ia bawa sendiri, kemudian melangkah masuk ke dalam lift, Dean mengikut di belakangnya menatap punggung Aliya yang kini semakin hari semakin terasa aneh di matanya. Dalam hitungan jam, Aliya terasa aneh di matanya. Setiap kali melihat Aliya akhir-akhir ini Dean merasa mereka semakin jauh, entah apa penyebabnya. “Lo kapan ketemu sama calon lo itu?” Tanya Dean, Aliya mengangkat bahu kemudian, berpikir sejenak. “Minggu ini sih pastinya.” Jawab Aliya. “Terus cowk yang lo taksir itu gimana?” Tanya Dean, lagi. “Ya udah, gak usah. Gak tau deh gue, lagian juga gua udah hopeless, mau gimana lagi? Dia udah punya orang dan gua gak bisa stuck sama dia mulu. gapapa, lo gak usah mikirin itu.” Jawab Aliya. Keadaan lift kembali hening hingga pintu lift terbuka, harusnya Dean turun di lantai itu, namun ia masih berdiri di tempatnya menunggu pintu lift kembali tertutup. “Lo kenapa gak keluar?” Tanya Aliya. “Gak apa-apa, gua mau nganter lo naik aja.” Jawab Dean. Aliya hanya mengguk, pura-pura biasa saja padahal dalam hati sudah mau berteriak setengah mati, karena terbawa perasaan oleh sikap Dean hari ini. “Harusnya gak usah kali.” “Ya gak apa-apa.” Jawab Dean, ia tetap mengantar Aliya hingga gadis itu masuk ke dalam ruangannya, Aliya berdiri di ambang pintu sembari menepuk pundak Dean. “Balik gih, gua mau kerja.” Ucap Aliya, Dean mengangguk sembari memasukan tangannya ke dalam saku celana. ***** Mungkin berat bagi Aliya untuk bersikap biasa saja di hadapan Dean, ia tidak pernah menyangka bahwa di penghujung masa lajang sahabatnya itu ia akan menghindar bak orang asing hanya demi perasaannya sendiri. Sudah hampir satu minggu lamanya, Aliya berhasil menghindari Dean, tidak terlalu banyak bicara kepada sahabatnya itu, atau hal yang lainnya yang dapat membuatnya kembali berdekatan dengan Dean. Sulit memang bagi Aliya, namun ia harus terbiasa, ia juga tidak ingin terlalu lama larut dalam kesedihannya sendiri. Hari lamaran Dean dan Lulu sudah semakin dekat, hal itu Aliya tahu karena Dean berulang kali meminta Aliya untuk menemaninya pergi ke tempat catering untuk acara lamaran nanti, sekedar food tasting karena Lulu sedang dinas ke luar kota. Aliya sudah berulang kali menolak, namun bukan Dean namanya jika tidak bisa membuat Aliya untuk berkata “iya”. Dean bahkan rela mengundur jadwal food tasting nya hanya agar bisa di temani oleh Aliya. Dean mengambil ponselnya, menunggu Aliya mengabarinya kalau sudah siap atau belum, tidak sampai lima menit, ponselnya berdering, menampilkan nama Aliya dengan emot kupu-kupu di belakangnya. Dean langsung berdiri, menyambar kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. “Sorry ya, lama.” Ucap Aliya, ada yang berbeda dengan dirinya hari ini, Aliya yang biasanya memakai pakaian serba colourfull, hari ini ia tampil berbeda. Ia memakai korean midle skirt kotak kotak brwarna hitam dengan baju kaos putih. Ia juga memakai kacamata hitam, padahal matahari sedang bersahabat hari itu. “Iya gapapa, gak usah buru-buru juga, tempatnya gak bakal kemana-kemana kok.” Jawab Dean yang berusaha mencairkan suasana di antara mereka berdua. Aliya sungguh nampak sangat berbeda hari itu, dia yang biasanya ketika naik ke mobil Dean pasti akan meminta untuk di putarkan sebuah lagu, dia yang biasanya banyak bicara, dia yang paling tidak bisa diam ketika mobil Dean berantakan, sekarang tiba tiba diam seribu bahasa seakan enggan untuk berkomentar apa apa. padahal Dean sudah sengaja, mematikan tape mobilnya, bahkan dengan sengaja membuat mobilnya seberantakan mungkin agar Aliya bisa memarahinya. Sepanjang jalan, Aliya hanya menatap ke arah jalanan dengan kacamata hitam nya. Tidak ada yang tahu apakah dia tidur atau tidak yang jelas Aliya tidak bergeming sama sekali sejak tadi. Dean ingin bertanya, namun di saat yang sama ia juga takut jika ia merusak mood sahabatnya itu. Dean sesekali melirik Aliya, berharap mata mereka berdua bertemu dan menimbulkan gelak tawa seperti yang biasanya terjadi di antara mereka. “Lo gak apa-apa?” Tanya Dean ketika Aliya turun dari mobilnya dan menutup pintu agak sedikit keras. Aliya membuka kacamatanya, lalu menyimpan benda kecil itu di tempatnya. Aliya pun mengangguk sembari tersenyum. Melihat senyum Aliya bukannya bisa membuat Dean tenang, melainkan justru membuat Dean semakin merasa hal yang aneh telah terjadi pada sahabatnya. Mereka duduk di sebuah meja bundar yang cukup besar, di seberangnya ada orang tua Lulu yang sudah duduk manis menunggu mereka, Dean dan Aliya bersalaman secara bergantian lalu duduk di seberang orang tua itu, satu per satu makanan di sajikan di hadapan mereka, Dean mengambilkan piring untuk Aliya sebelum mereka mencicipi makanan yang nanti akan di hidangkan di acara lamaran Dean dan juga Lulu. “U okay?” Tanya Dean dengan suara pelan yang bahkan bisa di bilang berbisik ketika ia dan sahabatnya duduk di sebuah kursi. Aliya mengangguk, namun gadis itu hanya fokus pada kebab mini di hadapannya. Ia bahkan tidak menoleh kepada Dean bahkan ketika pria itu batuk. “Lo gapapa?” Tanya Dean sekali lagi, dan Aliya juga mengangguk sekali lagi. “Nggak lo gak apa-apa. lo pasti ada apa-apa sampai murung kayak gini, mata lo sembab habis nangis makanya lo pakai kacamata hitam tadi. U okay? Lo gak sakit kan? Lo kenapa? Kenapa lo gak bilang apa-apa sama gue?” Tanya Dean, ia meletakan sebelah tangannya di punggung Aliya sembari mengusap punggung gadis itu perlahan. Aliya menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan. “Gapapa.” Jawab Aliya singkat. Dean tahu kalau sahabatnya itu berbohong kepadanya, ingin sekali Dean memeluk Aliya saat ini andai saja kedua calon mertuanya tidak berada di tempat yang sama. “Gue suka sama lo.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN