Salwa dibuat takjub dengan apa yang ada di depan matanya saat ini. Sebuah rumah bernuansa putih berdiri megah dan elegan dengan halaman yang luas.
Myco mengeluarkan koper dari dalam mobil, lalu berjalan mendekati Salwa.
"Bagaimana? Suka atau nggak dengan rumahnya?" Myco bertanya.
Salwa menoleh menatap pada Myco dengan tatapan tak percaya. "Kamu serius kita akan tinggal di rumah semewah dan sebesar ini?"
Myco tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Kemudian merangkul pundak Salwa. "Ayo sekarang kita masuk."
Salwa mendelik tajam pada suaminya. Menyingkirkan lengan Myco di bahunya, lantas melangkah masuk ke dalam rumah baru yang akan mereka tempati.
"Bocah modus!"
Myco terkekeh pelan. Kemudian menyusul langkah Salwa sambil menyeret dua koper milik mereka.
"Sayang, tunggu suamimu yang tampan ini!"
Salwa benar-benar dibuat jatuh cinta dengan rumah bergaya modern. Rumah yang terdiri dari dua lantai dengan ruangan luas yang sudah terisi barang-barang mewah. Di sana juga sudah terdapat foto pernikahan Myco dan Salwa berukuran besar yang terpampang jelas di dinding.
Salwa melangkah mendekati foto tersebut. Di sana terlihat Myco yang sedang merangkul pinggang Salwa dengan senyum bahagia, sedangkan Salwa hanya tersenyum tipis dengan buket bunga mawar putih di tangan.
"Kita sangat serasi bukan?" Myco tersenyum merangkul pundak Salwa, satu tangan lainnya di masukkan ke dalam saku celana.
Salwa menghela napas berat. Berusaha menyingkirkan lengan Myco di pundaknya. "Turunkan tanganmu, ini sangat menggangu."
Myco mengecup bibir Salwa terlebih dahulu sebelum akhirnya dia melepaskan rangkulannya.
"Kamu ini!" Salwa melotot tajam, sedangkan Myco tertawa melihatnya.
"Kamu terlihat semakin cantik saat marah, Sayang." Myco mengedipkan sebelah mata pada Salwa.
"Pujian kamu nggak akan berpengaruh apa-apa untuk saya. Jadi berhentilah menggoda saya.
Myco tertawa. "Saya hanya mengatakan yang sebenarnya, bukan sedang menggoda kamu, Salwa."
Myco melangkah pergi dan mendudukkan tubuhnya di atas sofa.
"Setelah ini kita akan pergi berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari."
Salwa membalikkan tubuh, menghadap ke arah Bara. "Apa kamu nggak akan mempekerjakan asisten rumah tangga?"
"Menurutmu?"
Salwa memicingkan mata dengan curiga. "Jangan katakan kalau kamu nggak akan mempekerjakan asisten rumah tangga di sini."
Myco bersandar pada penyangga sofa. "Huh, saya nggak mungkin mengandalkan mu untuk mengurus rumah seorang diri. Bisa langsung dibuat kacau dalam hitungan detik nanti."
"Apa?!" Kedua mata Salwa mengeluarkan kobaran api begitu mendengar ucapan Myco.
"Memang itu yang akan terjadi kalau kamu yang mengurus semuanya," ucap Myco tersenyum santai.
"Saya nggak seburuk apa yang kamu kira kali."
Salwa mendelik tajam. Mengatur napasnya yang memburu. Memang ia tidak mengerti apa-apa soal mengurus rumah, apalagi masalah dapur, Salwa sangat buta akan hal itu. Tentu saja, karena sejak dulu ia selalu di manja dan selalu mengandalkan pembantu. Yang Salwa tahu hanya bersenang-senang menghamburkan uang papa nya.
"Tapi ya sudahlah, bagus jika ada pembantu di sini. Jadi saya nggak perlu repot-repot mengurusi ini dan itu. Saya hanya tinggal bersantai, menghabiskan semua kekayaan mu, sampai kamu jatuh miskin dan saya akan meninggalkan mu." Salwa tertawa jahat.
Myco bangun dari posisi duduknya, melangkah mendekati Salwa yang masih asik tertawa.
Kedua mata Myco menatap tajam dengan raut wajah datar. Salwa menghentikan tawa saat Myco semakin memperpendek jarak di antara mereka. Salwa merasakan aura intimidasi dari lelaki yang berstatus sebagai suaminya. Myco mendorong tubuh Salwa pelan hingga menghimpit dinding. Laki-laki itu mengurungnya dengan kedua tangan yang di sandarkan pada dinding tepat disebelah kanan dan kiri kepala Salwa.
"Jangan macam-macam, Myco." Salwa menjadi gugup saat di tatap sedemikian lekat oleh Myco.
"Saya nggak akan pernah melepas apa yang telah menjadi milik saya." Kata-kata itu meluncur dengan tegas dari bibir Myco. "Dan itu berarti, kamu nggak akan bisa lepas dari saya. Apapun itu alasannya."
Hembusan napas Myco menyapu wajah Salwa, membuat jantung gadis itu semakin berdebar kencang.
Salwa mencoba untuk menetralkan detak jantungnya. "Kamu ini bicara apa? Sepertinya kamu lupa dengan peraturan yang sudah saya buat. Apa perlu saya kembali membacakannya agar kamu sadar dan berhenti untuk nggak berkhayal semakin tinggi?"
Myco terdiam dan masih menatapnya tajam. Menunggu Salwa melanjutkan ucapannya.
"Peraturan pertama, jangan menganggap pernikahan ini nyata karena hanya akan berlangsung selama satu tahun. Lalu, kamu nggak boleh menyentuh saya, nggak boleh ada campur tangan dalam urusan pribadi, dan kita bebas menjalin hubungan dengan siapapun."
Myco masih membisu. Membuat Salwa terheran-heran.
"Kamu berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dari saya. Yang mencintai dan menerima kamu apa adanya. Tapi itu tentu bukan saya. Hanya Nando yang berada dalam hati saya dan nggak ada satu orangpun yang bisa menggantikan posisinya di hati saya. Jadi kamu-,"
Cup!
Salwa tersentak kaget saat tiba-tiba Myco mendaratkan kecupan di bibirnya untuk membungkamnya.
"Jangan pernah lagi kamu sebut nama Nando, Salwa. Saya nggak suka."
Myco mengangkat dagu Salwa dan mencium bibir itu. Lalu meraih pinggang Salwa dan membawanya ke dalam pelukan.
Myco melepaskan pelukannya, mengamati wajah Salwa. Kedua mata itu hanyut dalam tatapan. Salwa kesal pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Myco menciumnya lagi. Namun, ada sensasi mendebarkan yang Salwa rasakan.
"Jangan lupa bereskan pakaian lalu bersiap untuk belanja." Myco berbicara pelan. Kemudian berjalan menjauh.
Salwa mematung di tempat. Jantungnya masih berdebar kencang. Ada rasa berkecamuk saat ini di hatinya. Salwa sendiri tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan.
♡♡♡
Setelah membereskan pakaian, Salwa duduk di tepi kolam renang. Myco masih belum kembali dan Salwa tidak tahu laki-laki itu pergi kemana.
"Sudah siap?"
Salwa menoleh ke belakang dan mendapati Myco yang sedang melangkah ke arahnya.
"Ayo kita pergi sekarang," ucap Myco setelah berada di samping Salwa.
Menarik napas dalam-dalam, Salwa bangun dari posisi duduknya. "Tunggu sebentar," ucapnya lantas berjalan menuju kamar.
Salwa mengganti celana pendeknya dengan celana panjang. Meraih tas dan ponsel di atas nakas, baru saja hendak keluar, sebuah pesan baru masuk dari Nando.
Salwa tersenyum lebar dan segera membuka pesan dari kekasihnya.
Baby
Aku sudah menunggumu di tempat biasa, Honey. Kita bertemu siang ini. Love you :*
Salwa meloncat kegirangan saat dirinya akan melepas rindu bersama Nando.
"Yeay! Aku harus tampil cantik di depan Nando."
Salwa melempar ponsel dan tasnya ke atas ranjang. Membuka lemari pakaian dan mengambil dress sederhana lalu menggantinya. Setelah itu, Salwa memoles wajah dengan make up natural hingga membuatnya menjadi terlihat lebih cantik.
Sedangkan Myco di bawah sana, dibuat heran karena Salwa tak kunjung turun. Karena penasaran Myco pun menyusul Salwa ke kamar.
"Kamu ini lama sekali. Saya sampai-,"
Myco terpesona melihat Salwa yang terlihat sangat cantik.
Salwa tersenyum manis, melangkah mendekati Myco yang terpana melihatnya.
"Maaf, sudah membuat kamu menunggu terlalu lama. Ayo kita pergi sekarang."
Myco memicingkan mata curiga. Kenapa Salwa jadi bersikap manis seperti ini?
Tanpa Myco duga, Salwa menggandeng lengannya dan melangkah bersama menuruni tangga.
"Kenapa kamu jadi bersikap manis seperti ini pada saya?" Myco bertanya heran.
Salwa terkekeh pelan. "Kenapa? Kamu nggak suka ya?"
"Oh nggak, bukan seperti itu. Hanya saja saya terkejut dengan perubahan sikap kamu yang sangat berbeda dari biasanya."
Salwa hanya tersenyum menanggapi. Kalau tidak terpaksa melakukan ini, rasanya Salwa ingin menggigit tangan Myco sekarang juga. Namun, ia harus bersikap manis agar Myco mau menemaninya pergi ke kafe untuk menemui Nando di sana.
Selama perjalanan, Salwa tak berhenti tersenyum. Gadis itu sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Nando.
"Myco," panggil Salwa.
"Iya?"
"Sebelum pergi berbelanja, bolehkah kita mampir terlebih dahulu ke Kafe Butterfly? Saya sangat lapar."
Myco mengangguk, mengingat mereka belum makan. "Iya. Kita akan pergi makan terlebih dahulu."
Salwa kembali tersenyum, membuat Myco seperti orang bodoh yang lagi-lagi hanyut dalam pesona gadis di sebelahnya.