Delapan Belas Pukul 10 malam Celin tiba di apartemennya. Apartemen yang selama ini dia tempati bersama Akhtar. Tampak sepi, tidak ada seorangpun di dalam apartemen. Celin duduk di sofa dengan wajah lesu. Dari sore tadi dia tidak bisa menghubungi Akhtar, bahkan mamanya bolak balik menelepon dan mengatakan padanya kalau nomor ponsel suaminya tidak aktif. Benar saja, berkali-kali dia menghubungi nomor Akhtar hanya suara operator yang didengarnya. Celin semakin gelisah sudah satu jam dia di apartemen dan belum ada tanda-tanda Akhtar akan pulang. Kedua tangannya mencengkeram erat pegangan sofa. Dadanya berdegup lebih cepat dari biasanya. Perasaan takut semakin tebal menyelimuti hati dan pikirannya. "Bagaimana kalau dia sampai menceraikan gue, harus nyari duit di mana buat biayai hidup Ma