Lembar Pertama

1163 Kata
Sekitar jam enam pagi, Agni baru selesai memasak sarapan untuk keluarganya. Pagi ini ia memasak oseng tempe kesukaan keluarganya. Agni tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga adiknya yang bernama Laeli. Sudah satu tahun ini ibunya sakit-sakitan, Agni sudah berusaha membujuk ibunya untuk mau berobat, namun ibunya selalu menolak karena biaya pengobatan yang menurut ibunya mahal, sedangkan keluarganya kini harus menghemat pengeluaran.  Di keluarga ini hanya Agni dan ayahnya yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Agni bekerja sebagai pelayan rumah makan dan ayahnya bekerja sebagai petani yang memiliki penghasilan tidak menentu yang hanya bisa mencukupi kebutuhan makan setiap harinya, sehingga dirinya harus membantu ayahnya untuk mencari tambahan penghasilan agar biasa membeli kebutuhan lain dan juga membiayai kuliah adiknya. “Dek kamu sarapan duluan ya, Mbak mau ke kamar nyuapin Ibu.” ucap Agni kepada Laeli yang merupakan adik satu-satunya. “Iya Mbak.” balas Laeli sambil berjalan menuju meja makan yang sangat sederhana yang sengaja dibuatkan oleh ayahnya. Setelah mengambil nasi dan lauk secukupnya, Laeli kemudian segera melahapnya karena ia juga harus buru-buru pergi ke kampus untuk kuliah. Laeli adalah satu-satunya orang yang berkuliah di keluarga Agni, Agni sendiri tidak bisa kuliah karena ekonomi keluarganya yang pas-pasan dan akhirnya ia hanya bisa tamat SMA saja, tapi hal itu tidak membuat Laeli harus ikut mengubur mimpinya untuk bisa kuliah, Agni sebagai kakak yang merupakan harapan untuk adiknya agar bisa berkuliah kini berusaha semaksimal mungkin untuk membiayai kuliah adiknya. Ketika Laeli sedang sarapan, Agni pergi ke kamar ibunya untuk menyuapi ibunya sarapan. Agni membuka pintu kamar ibunya setelah ia mengetuk pintu kamar tersebut. “Bu, sarapan dulu ya, Agni masak oseng tempe.” ucap Agni sembari tersenyum kepada ibunya. Agni membantu ibunya untuk duduk terlebih dahulu sebelum ia mulai menyuapi ibunya. Setelah posisi duduk ibunya dirasa sudah nyaman, Agni mulai menyuapi ibunya pelan-pelan. Sudah hampir satu tahun ibunya sering sakit-sakitan karena kelelahan bekerja padahal Agni sudah melarang ibunya untuk bekerja agar tidak mengganggu kesehatan ibunya, namun ibunya menolak, karena menurut ibunya kalau tidak bekerja justru yang dirasakan badan ibunya semakin sakit karena tidak banyak bergerak. “Bu, mulai sekarang Ibu nggak usah kerja ya, biar Agni aja yang kerja, Agni nggak mau Ibu sakit lagi karena kecapekkan kerja.” ujar Agni sembari menyuapi ibunya makan dan dibalas anggukan kepala oleh ibunya. “Maafin Ibu ya karena ngerepotin kamu terus.” ucap Yuni dengan nada lirih. “Enggak Bu, Ibu sama sekali nggak ngerepotin Agni, jangan bilang seperti itu lagi ya Bu.” ujar Agni menenangkan ibunya. Yuni kemudian tersenyum dan menganggukkan kepalanya setelah mendengar ucapan Agni barusan. Laeli masuk ke dalam kamar ibunya untuk berpamitan kepada ibunya dan kakaknya sebelum ia berangkat kuliah. “Bu, Mbak Agni, Laeli pamit dulu ya.” ucap Laeli sambil mencium tangan ibunya dan kakaknya. “Iya hati-hati di jalan.” balas Agni dan Yuni secara bersamaan. Setelah menyuapi sarapan ibunya, giliran Agni yang sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat kerja. Ketika ia sudah selesai sarapan dan membersihkan rumahnya, Agni pun berpamitan kepada ibunya sebelum berangkat kerja. “Bu, Agni berangkat kerja dulu ya.” pamit Agni kepada ibunya lalu mencium tangan ibunya. “Iya hati-hati di jalan.” balas Yuni. Agni langsung berjalan ke depan gang rumahnya dan menunggu angkot datang untuk mengantarkan dirinya ke tempat kerja. Kurang lebih sepuluh menit dari rumahnya, akhirnya ia sampai dan kini ia sudah berdiri tepat di depan kedai mie ayam yang merupakan tempat ia bekerja. Sudah lebih dari satu tahun ia bekerja di kedai ini, Agni selalu bersemangat ketika bekerja, tak pernah sedikit pun ia mengeluh ketika bekerja. Agni berusaha melakukan yang terbaik ketika sedang bekerja karena hidupnya dan keluarganya hanya bergantung dari gajinya yang ia peroleh dari kedai ini, maka dari itu ia selalu berusaha bekerja dengan baik. “Selamat pagi Bu.” Agni menyapa seorang ibu saat memasukki kedai. “Pagi Agni.” balas Bu Tatik yang merupakan pemilik kedai dengan wajah yang sedikit gelisah. “Ibu baik-baik aja?” tanya Agni kepada Bu Tatik yang terlihat gelisah dan sedih. Bu Tatik hanya menganggukkan kepalanya pelan sembari tersenyum. Setelah itu Agni langsung berpamitan untuk ke dalam terlebih dahulu. Agni melakukan pekerjaan seperti biasanya yaitu melayani pembeli jika ada yang datang dan mengantarkan pesanannya ke meja. Namun sudah hampir satu bulan, kedai tempat ia bekerja ini sepi, hanya ada beberapa orang datang namun tidak banyak. Agni bisa merasakan kesedihan yang di alami Bu Tatik, tidak sedikit pegawai kedai ini yang terpaksa harus di rumahkan karena pemasukkan kedai yang semakin lama semakin menurun. Hanya dirinya yang satu-satunya masih bekerja di tempat ini membantu Bu Tatik melayani pembeli setiap hari. Ketika hari sudah mulai sore dan waktunya kedai tutup, Bu Tatik terlihat menghampiri Agni yang sedang mengelap meja. “Agni, bisa kita bicara sebentar?” tanya Bu Tatik kepada dirinya. “Bisa bu.” jawab Agni lalu mereka berdua pun duduk berhadapan di meja. Wajah Bu Tatik terlihat bingung dan gelisah sebelum mengatakan sesuatu kepada Agni. “Bu Tatik mau ngomong apa?” tanya Agni kembali karena Bu Tatik belum juga mengucapkan sesuatu ketika mereka berdua sudah duduk. “Maaf sebelumnya Agni, tapi saya benar-benar harus ngomong ini sama kamu.” ucap Tatik sambil menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya. Agni sudah merasa tak enak dengan apa yang akan dibicarakan Bu Tatik, namun ia tak mau berprasangka buruk terlebih dahulu. “Agni, dengan berat hati saya harus memecat kamu karena saya akan menutup kedai ini selamanya.” ucap Tatik kepada Agni. Terlihat wajah sedih Agni yang mendengarkan ucapan Bu Tatik barusan. “Sekali lagi saya minta maaf Agni karena keadaan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk mempertahankan kedai ini.” ujar Tatik dengan wajah yang merasa sangat bersalah. “Nggak papa Bu, Ibu nggak perlu merasa nggak enak, justru saya sangat berterima kasih kepada Ibu karena selama satu tahun ini saya sudah diperbolehkan kerja di sini.” balas Agni sembari tersenyum untuk menenangkan Bu Tatik agar tidak merasa bersalah kepada dirinya. “Makasih ya Agni kamu sudah mau mengerti dan menerima keputusan ini, Agni ini ada pesangon untuk kamu semoga bermanfaat kamu dan keluarga.” ujar Tatik sembari menyerahkan sebuah amplop. “Terima kasih Bu, ini sangat bermanfaat untuk saya dan keluarga saya.” Agni menerima amplop yang diberikan Bu Tatik sambil tersenyum. “Semoga setelah ini kamu cepat dapet kerja lagi.” ucap Tatik mendoakan Agni. “Amiinn  Bu, kalau gitu saya pamit pulang dulu ya Bu.” pamit Agni kepada Bu Tatik sebelum meninggalkan kedai. “Iya Ni hati-hati ya.” balas Tatik. Setelah berpamitan, Agni kemudian berjalan pulang sembari menunggu angkot lewat. Saat perjalanan menuju pulang ke rumah, Agni meneteskan air matanya perlahan. Ia sangat sedih ketika harus kehilangan pekerjaannya yang merupakan satu-satunya sumber penghasilan untuk menghidupi keluarganya dan membiayai kuliah adiknya. Kurang lebih lima menit kemudian angkot yang akan dinaikki Agni datang. Agni segera memberhentikan angkot tersebut dan langsung masuk ke dalam angkot. Saat di angkot, Agni berusaha menenangkan dirinya agar ibu dan adiknya tidak tau apa yang sedang terjadi kepada dirinya. Agni mengusap air matanya sebelum masuk ke dalam rumahnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN